***
"Aruna! Disuruh Fiona ke kelasnya!"
Deg,
Aruna menoleh ke arah pintu kemudian tersenyum kaku dan mengangguk kecil sebagai jawaban.
Ia menghembuskan napas dengan kasar, emosi dan ketakutan menyatu dalam hati yang kalut penuh lara. Semuanya seakan meninggalkan, Aruna melihat ke sekeliling kelas sudah kosong tak ada manusia yang ikut bernapas kepahitan.
Aruna pun bangkit dari duduk. Seperti tak ada beban yang ia topang dalam hati, Aruna melangkahkan kakinya keluar kelas dan menyusuri koridor menuju kelas XI IPA1.
Dengan buku tulis Astronomi yang ia genggam, Aruna sampai didepan kelas XI IPA1 dan langsung membuka pintu tersebut.
Brukk!
Belum sempat mengeluarkan satu patah kata, Aruna sudah terbentur papan tulis kala di dorong oleh seseorang.
Aruna meringis, menepuk-nepuk punggungnya yang terasa ngilu. Kemudian ia melirik ke arah pelaku yang mendorongnya itu.
Jujur saja, dalam hati Aruna ia sangat takut. Takut semuanya, takut terhadap objek yang nyata dihadapannya dan takut pada bayangan di otaknya yang menghantui tanpa henti.
Setiap napas yang berhembus ada keinginan untuk bebas dan melarikan diri. kini sadar, tak ada yang membuatnya bangkit selain atma miliknya yang menanti, dan sekarang semakin sadar bahwa dimulai dendam baru akan dilampiaskan.
"Mana?!"
"Kenapa kasihnya gak kemarin sih?! Udah telat nih gue, anjing!!"
Seorang perempuan dengan name tag diatas sakunya yang bertulis Fiona Chandari tersebut menendang pundak Aruna cukup keras, membuat Aruna yang akan bangkit tuk berdiri kembali terjatuh ke belakang.
Aruna pun melempar buku tulis astronomi itu dan mendarat tepat di ujung kaki Fiona. Entah perasaan dari mana, Aruna tiba-tiba ingin berani dan melawan.
Aruna mendongak, membenarkan poni rambutnya yang panjang agar rapih, kemudian mata pekatnya mencoba menatap tajam Fiona.
Fiona meraih buku tersebut tanpa menoleh sedikit pun ke arah Aruna.
"Yang mana sih ini?!"
"Ditanya woi!! Yang mana?!"teriak perempuan yang diketahui teman satu geng Fiona itu menginjak jari-jari tangan milik Aruna sampai plester yang menutupi lecet ditangannya kembali terbuka.
Aruna menarik paksa tangannya menciptakan luka lecet yang melebar menjadi goresan, jari tengahnya mengeluarkan darah.
"GAK GUA KERJAIN!!"balas Aruna berteriak sangat kencang sambil berdiri dan berjalan mundur ke arah pintu.
Fiona pun menoleh ke arah Aruna, terlihat dari sorot matanya yang sangat menunjukan kebencian.
Tangan Aruna bergetar, matanya tak fokus dan mengedar ke banyak objek. Rasa cemas turun bersama dengan tetesan darah dari jarinya. Darah itu mendarat tepat disepatu putihnya yang sudah rusak dimakan waktu.
Bug!!
Saat matanya akan melirik Fiona, tangan terkepal penuh kebencian sudah mendarat dipipi Aruna sangat keras.
Satu pukulan lagi kembali lolos, kini mendarat di area hidung Aruna. Mencoba melawan namun sangat mustahil, ada tiga orang yang menahannya dibelakang.
Darah segar keluar dari hidung Aruna, segera ia menghapusnya dengan kasar.
Tangannya yang penuh darah, mencoba untuk membalas pukulan pelan nan heboh itu kepada Fiona agar menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eventide
Teen FictionKisah tentang hati dan lisan yang berusaha membunuh, serta tetap diam dikala sekitar penuh canda tawa. Ini semua perihal datang, bertahan, dan kecewa. Terasa singkat, namun belenggu sakit hati mencoba Sang Senja agar berhenti, begitu dirasakan, wakt...