***
"Dah! Duluan nya!"
Nita melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan seraya membenarkan posisi duduknya di atas jok motor. Aruna pun membalasnya dengan hal yang sama, melambaikan tangan.
Sampai akhirnya, gerbang sekolah ditutup. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.36 yang dimana beberapa murid SMAN Cygnus dalam perjalanan pulang atau sudah rehat sejenak dirumah.
Sebenarnya bel pulang berbunyi dua jam lalu namun karena Ayahnya Nita agak telat untuk menjemputnya, dengan sengaja Aruna juga ikut menemani disekolah agar Nita tidak merasa kesepian.
Padahal Aruna sudah menyuruh Nita agar tak menunggu Ayahnya dan pulang menggunakan angkutan umum atau ojek online, namun Nita menolak dengan alasan ia takut berpergian kemanapun selain bersama orang yang ia kenal.
Pandangan Aruna tak lepas dari benda pipih bercahaya didepannya. Sedari tadi ia membuka aplikasi berwarna hijau yaitu Go*Jhekkk tapi belum ada satu pun yang bisa untuk mengantarkannya, mungkin karena hari sudah mulai sore dan akan menjelang maghrib, waktunya istirahat sebentar dan melanjutkan kegiatannya malam nanti.
Gadis dengan badan yang cukup berisi itu menghembuskan napasnya dengan kasar, kemudian mengalihkan pandangannya ke jalanan sudah kosong tak ada yang melintas.
Aruna pun duduk dipinggiran trotoar selagi menunggu angkutan umum, meskipun ada rasa takut sendirian ditepi jalan.
Rambut hitam legamnya tertiup angin sore yang tak sedingin kemarin, luka dipunggungnya mengering menyatu dengan kemeja yang ia pakai. Tak peduli rasa perih, ia tetap menjalankan hari seperti biasa.
Ting!
Suara notifikasi membuyarkan lamunan Aruna, ia pun langsung merogoh sakunya untuk membawa ponsel pintarnya tersebut.
+62 896-XXXX-XXXX
|piw
|uda nyampe rmh belommm?lah ini sapee|
|bidadarimu
astagfirullah|
|aq ganeeta cantip
ooh, ok|
|ngoghey, dah dirmh blom kmuh
udah, baru aja nyampe|
|alhamdulillah, okay
y|
Aruna pun kembali memasukan handphonenya itu kedalam saku. Ia langsung bingung, langit semakin gelap, tak ada satu pun angkutan umum yang lewat. Ingin meminta Sang Ayah untuk menjemputnya namun ia urungkan niatnya karena berpikir Ayahnya itu masih bekerja.
Setelah berpikir-pikir sekitar tujuh menitan, Aruna akhirnya memutuskan untuk berjalan kaki saja sampai ke rumah, jaraknya hanya sekitar 1,3Km. Hal yang biasa dan sering dilakukan Aruna ketika tak ada sama sekali kendaraan yang bisa mengantarnya pulang.
Bego banget, kenapa gak dari tadi aja jalan pasti sekarang udah dirumah. Batinnya memaki diri sendiri.
Dan Aruna bangkit dari duduknya, lalu menggerakkan tungkainya itu untuk melangkah menuju rumah yang dirasa bukan tempat berlindung dari kejamnya dunia. Begitu juga luka baru akan tertoreh oleh pernyataan mereka penghuni didalam rumah yang 'katanya' aman.
Desir angin terus menyapu rambut panjang nan legam milik Aruna. Jaket milik Tegar masih ia pakai sebagai penutup luka agar tak terlihat. Ia menggulungkan lengan kemejanya sampai sikut supaya udara dinginnya malam terasa ditubuhnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eventide
Teen FictionKisah tentang hati dan lisan yang berusaha membunuh, serta tetap diam dikala sekitar penuh canda tawa. Ini semua perihal datang, bertahan, dan kecewa. Terasa singkat, namun belenggu sakit hati mencoba Sang Senja agar berhenti, begitu dirasakan, wakt...