3.Karet Nasi Padang

59 12 4
                                    

***

"Diem napa dah!"

"Apasih koplok, riweuh olangan sia mah"kata Asep yang sedang memainkan rambut milik Nita dengan mengepangnya membuat sang empu merasa risih.

"Ya jangan ditarik kenceng banget juga anying"Nita pun memukul tangan Asep yang berada disampingnya.

"Suuttt! Selow napa selow, sewot aje terus idupnya"

Nita langsung mengusap wajahnya heboh sebab air liur milik Asep bercipratan kemana-mana. "Jijik, bangsat!"

"Aowkwkwkwk"Asep pun langsung kabur meninggalkan Nita dibangkunya dan tertawa sangat puas.

Nita menggeleng-gelengkan kepala saat melihat tingkah salah satu temannya itu seperti orang sinting, "gak elit banget ketawanya kayak kudanil"gumam dirinya sambil mengikat rambut badai (kalau kata Asep mah) itu menggunakan karet merah bekas nasi padang, "aduh anjir ini mah pasti pereus namun mau dicopot teh"

Setelah berhasil mengikat rambutnya tersebut, Nita langsung membuka handphonenya dan menekan ikon berwarna hijau.

Ting!

Suara dari notifikasi pesan membuyarkan fokus Nita yang sedang menjelajahi status WhatsApp pedagang online yang mempromosikan barang dagangannya mengalahi instastory Awkarin.

Ia menghembuskan napasnya dengan kasar sesudah membaca pesan dari seseorang yang kontaknya tak disave oleh Nita.

Dirasa pesan tadi tidak perlu dibalas, Nita pun mematikan handphonenya lalu menyimpannya di atas meja.

"Ekhem"Aruna yang baru saja datang, berdehem lalu mendudukan diri dibangkunya yang berada disamping Nita.

Nita menoleh, kemudian bertanya "udah dari mana aja, Na? Dari istirahat gak ada dikelas"

"Tadi disuruh Bu Ratna ke koperasi"jawab Aruna sambil mengeluarkan tempat pensil dari tas birunya yang sudah setia menemani selama tiga tahun.

Nita ber oh ria. "Tumben amat jaketan"katanya yang baru saja menyadari penampilan Aruna tampak berbeda.

"E-eh, sekali-kali hehe"Aruna menjawab dengan gugup dan membenarkan lengan jaket yang di ikat dilehernya.

"Gak papa dah, keren. Swaggy jametie gitu"kata Nita mengigit bibir bawahnya dan menyipitkan matanya ala-ala jamet bule tanpa ada kecurigaan.

Aruna terkekeh kecil lalu melanjutkan kegiatannya mengeluarkan pensil dan menyiapkan satu lembar kertas putih yang kosong. Ia pun mendaratkan ujung pensilnya menyentuh kertas, kemudian melanjutkannya menggambar mengikuti arahan hati.

Jika harinya dilanda kekacauan yang membuatnya frustasi, Aruna akan menggambar apa saja sebagai pelampiasan emosi, itu pun saran dari Tika agar Aruna tak lagi menyakiti diri.

Tangannya dengan lihai menggambar seseorang yang sedang duduk di atas rooftop memandang langit. Tanpa polesan warna dan terkesan sedikit berantakan Aruna terus melanjutkannya, dengan sengaja coretan tersebut dibuat tebal karena Aruna menekannya penuh emosi.

Sampai akhirnya garis panjang ia buat tepat ditengah-tengah gambar menyeramkannya, menyebabkan kertas itu robek dan pensilnya patah.

Ia tersenyum tipis, hampir tidak terlihat. Ada perasaan lega dan senang setelah membuat robekan itu.

"Weits, santui napa bos gambarnya"kata Nita mengambil kertas itu kehadapannya.

Aruna baru sadar, disampingnya masih ada Nita yang diam-diam melihatinya menggambar.

EventideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang