Apa yang membuat Aruna sangat bahagia ditengah ketakutannya untuk saat ini? Tidak ada, namun ada yang membuatnya tertawa dan tersenyum meskipun luntur dalam waktu sekejap. Ia hanya merasa hampa dan kesepian, walaupun banyak orang disekitarnya, sangat banyak, namun tak ada yang menghampiri untuk mengajaknya bahagia.
Aruna takut berbaur, takut omongan, takut diri sendiri. Ia takut pada hatinya yang terus mengarah untuk mempercayai apa kata orang lain. Ia selalu mengiyakan, membenarkan apa kata mereka, kesal dan sadar selalu berkecamuk dalam hati, seakan semuanya mengamuk membuatnya panik dan bingung.
Untuk saat ini ia butuh sandaran, meskipun ada orang yang membuatnya tertawa, belum tentu juga kan mereka sanggup mendengar dan menopang meskipun hanya untuk beristirahat. Terkadang dengan kehadiran Kartika dan Januar membuatnya tidak enak, seringkali Aruna menolak untuk bercerita hanya karena takut mereka akan pergi dan akhirnya Aruna tidak biasa untuk memendam.
Ia lebih memilih membiasakan diri daripada bingung saat nanti menerima kepergian.
Kini, Aruna tengah melamun dengan mata mengarah keluar jendela, menatap jalanan yang cukup ramai. Banyak orang tergesa-gesa berjalan ditrotoar, motor yang menyalip dengan nekat, dan pengemudi mobil gak sabaran terus menekan klaksonnya.
Disamping Aruna ada Aksara yang sedang fokus mengendarai mobilnya, terlihat sangat santai dan menikmati perjalanan, lain lagi dengan Aruna yang sudah malas mendengar kebisingan sekitar, meskipun wajahnya terlihat biasa saja, namun dihati ia misuh-misuh.
Waktu terasa cepat, terakhir kali berbincang sangat lama dengan Aksara dimalam hari bulan Juli 2017.
Di esok harinya, tepat pada jam istirahat Aruna melihat handphonenya, banyak pesan terkirim dari Aksara belum Aruna balas. Aruna langsung terkejut saat mendapati pesan tersebut sebab isinya bertuliskan,
Aruna, Aa udah di Jogja.. Heheehehe
Aruna merasa dibohongi, awalnya Aksara bilang akan melanjutkan pendidikannya di universitas terdekat. Namun tanpa sepengetahuan Aruna, Aksara mendaftarkan diri di UGM. Moodnya langsung hancur, ingin menangis namun malu dan langsung berpikir, 'buat apa nangisin orang kayak Aa'
Terhalang gengsi, mereka berdua sebenarnya saling sayang, namun jarang diungkapkan, yang diperlihatkan hanya tingkah saling benci.
"Dek,"
"Hm"
Sebenarnya Aruna sangat rindu pada sang kakak, jarang bertemu, sekalinya Aksara pulang kerumah hanya sehari dan Aruna pun hanya bisa bertemu sebentar, sebab ia harus sekolah, yang pulangnya saja sore.
Bisa dihitung, selama tiga tahun, mereka bertemu baru dua kali, tak banyak bicara, hanya saling sapa kemudian kembali ke kesibukan masing-masing. Seperti orang asing, namun dekat.
"Maaf ya"ucap Aksara dengan mata masih fokus ke depan.
"Maaf?"gumam Aruna, "maaf buat apa?"
"Mohon maaf lahir dan batin"
Aruna mendengkus. Heran, mengapa ia disekelilingi orang yang sering bercanda, tapi ia suka. "Sinting"
"Gak sopan!"Aksara menarik rambut adiknya, meskipun pelan Aruna memekik kesakitan, "Pasti disekolah maneh culangung nya ka Guru?"
"Fitnah"bantah Aruna, "jangan sotoy kalau gak tau"
"Da keliatan sih yang baik ama nakal mah"kata Aksara menarik fokus Aruna.
"Jadi Aruna keliatan nakal gitu?"
"Iya"
Aruna menatap malas kakaknya itu, tak peduli, ia melanjutkan sesi melihati jalan dan menelisik satu persatu masyarakat yang melintas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eventide
Roman pour AdolescentsKisah tentang hati dan lisan yang berusaha membunuh, serta tetap diam dikala sekitar penuh canda tawa. Ini semua perihal datang, bertahan, dan kecewa. Terasa singkat, namun belenggu sakit hati mencoba Sang Senja agar berhenti, begitu dirasakan, wakt...