Hal ini lah yang Anindira suka dan sekalikus benci. Suka karena nggak ikut pelajaran namun juga benci karena ia akan tertinggal materi dan harus mengulangnya sendiri karena harus mengikuti bimbingan olimpiade.
Diruang kelas yang hanya terisi 4 orang itu terasa sunyi sebab semua terfokus pada lembar soal yg terletak dimeja masing masing. Hingga terdengar suara bel pulang sekolah membuat mereka merasa lega.
Begitu juga Anindira yang segera membereskan barang barangnya namun terhenti saat guru pembimbing mereka a.k.a Gilang berkata, "Hari ini kita akan pulang sedikit terlambat"
"Kenapa?" Anindira yang sudah memiliki janji dengan Reihan merasa keberatan
"Olimpiade kita sebentar lagi sedangkan materi yg harus kalian kuasai masih cukup banyak" jelas Gilang membuat semuanya mengeluarkan kembali alat tulis mereka
Namun berbeda dengan Anindira, ia segera bangkit dan berpamitan. Ia tidak ingin membuat Reihan menunggunya terlalu lama.
"Anindira duduk kembali" Gilang menolak Anindira yang ingin pergi
"Tapi saya punya janji pak, please!" Anindira memohon namun Gilang menggeleng mantep
"Lagian bapak nggak mau saya menang kali ini kan?" Ucapnya, "maaf pak tapi saya harus pergi" lanjut Anindira dan langsung lari keluar
Walaupun tau Gilang tidak akan mengejarnya namun Anindira tetap lari agar sampai pada Raihan dengan segera, karena cowo itu tidak akan menunggunya jika terlalu lama.
Brakk
"Maaf maaf pak Dira nggk sengaja" Anindira mengambil ponselnya yang jatuh setelah menabrak Devaro tanpa sengaja dan segera berlari pada Reihan yang sudah bersiap siap meninggalkannya.
"Anindira punyamu!" panggil Devaro namun sepertinya Anindira tidak mendngarnya
"Gelang ini?" Devaro memperhatikan gelang yang jatuh dari tas Anindira lalu memutuskan untuk memasukkannya kedalam saku celana.
"Lo gila ya? Gue nunggu uda lama kali" Reihan menggerutu saat Anindira sampai dengan nafas yang masih tak teratur.
"salahin Gilang tu" Alibi Dira yang tak mau disalahkan
"Lah kenapa jadi pak Gilang?"
"Gue baru aja bimbingan dan sekarang gue bolos cuma karna lo" Anindira menaiki motor besar Reihan
"Cieelah jan buat gue salting napa Dir, lagian lu panggil Gilang pakek Pak napa dah, nggak sopan banget" Reihan menuturi Sahabatnya itu namun malah mendapat jitakan di kepalanya.
"Woyy sakit Dir" eluh Reihan
"Makanya cepet jalan" Tak mau mendapat jitakan lagi Reihan segera menjalankan motornya menyusuri jalan raya menuju rumah Dira karena janji yang telah ia buat untuk mengantar jemput sahabat cantiknya selama sebulan.
"Lo tau nggak, Gilang mau nikah?" tanya Dira saat mereka sudah sampai dirumah Dira
"Lahh" Reihan menyatukan alisnya terkejut, "kan lo masih sekolah?" lanjutnya
"Lahh apa hubungannya sama sekolah gue?"
"Kan bilangnya nungguin lu lulus dulu?" Tanya Reihan mengingat curhatan Dira
"Lah ngapain nungguin gue?" Dira langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur saat mereka sudah berada di kamar Dira
"Gimana si Dir? lu bener mau nikah? Ngga nunggu lulus dulu? Terus sekolah lu gimana?" Reihan terus mengajukan pertanyaan karena kebiasaan sahabatnya ini memang agak menjengkelkan, perkataannya selalu setengah setengah tidak langsung to the point.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is My Teacher
RandomAku menemukanmu sebagai seorang pria yang menarik hatiku, dan kamu memperbolehkan aku mencintaimu. Namun pada akhirnya kamu adalah guruku, apa kamu masih mengizinkanku mencintaimu? . . . . . Cerita hasil imajinasiku sendiri Bila terdapat kesamaan na...