Permintaan izin Devaro

28 6 2
                                    

Izinkan aku membalas rasamu...
-Devaro

_He is My Teacher_

Anindira langsung merebahkan tubuhnya setelah perjalanan panjangnya dari kota sebelah. Ia tiba dirumahnya sekitar pukul 6 pagi hari ini.

Matanya seperti diberi lem sangat lengket, Ia memilih tidur sepanjang hari dan kini sudah pukul 7 malam, ketukan pintu kamarnya sendari tadi ia abaikan

"Anindira, sayang ayo makan malam. Jangan tidur mulu" Amira-Mama Anindira berteriak teriak dari luar kamar.

Dengan lesu Anindira berjalan membuka kamarnya, "Apa sih ma? Dira ngantuk" Penanpilan Anindira sudah tak karu karuan, tapi mamanya malah menarik anak gadisnya itu turun menuju meja makan

"Ma, main tarik tarik aja. Dira masih ngantuk berat ini" Ucap Anindira yang sudah duduk dimeja makan.

"Dira cepat makan" kini Ayahnya yang bersuara membuatnya tak dapat menolak.

Keluarga kecil Anindira menikmati makan malam mereka dalam diam, sunyi hanya sura sendok dan piring yang saling beradu.

"Papa dengar dari Gilang, kamu pernah memeluknya ? Apa benar?" Amar-Papa Anindira kembali bersuara setelah makan malam mereka selesai.

Anindira mengangguk masih lemas dan mengantuk. Melihat kelakuan putrinya Amira geleng geleng

"Kamu ini perempuan Dira! Jangan main nyosor aja!" Amira heran dengan sifat putrinya yang tidak tahu diri kalau seorang perempuan ditakdirkan untuk dikejar bukan mengejar

"Nyosor dari mananya sih ma? Yang ada tu Guru Gil* yang main cium kening Dira begitu aja" Kedua orang tua Anindira saling menatap heran pada kisah asmara putrinya

"Jangan ngada ngada kamu Dira" Amar tak percaya dengan ucapan Anindira, karena Gilang tak memberi tahunya soal hal itu

"Dan berhentilah memanggilnya Guru gil*. Nggak sopan" Amira ikut menimpali

"Terserah kalian lah Dira masih capek" Anindira meletakkan kepalanya diatas meja makan

"Dengerin papa sayang, Kalau kamu suka sama Gilang bilang. Papa setuju kok kalau kamu nikah sama dia. Jangan main peluk aja, setatusnya saat ini dia tetaplah gurumu, bukan pacarmu atau suamimu" Amar menuturi putrinya

"Dira nggak mau nikah sama guru gil* itu" sahut Anindira yang masih menutup matanya

"Kedekatan kalian sudah menjadi rahasia umum warga sekolah, kamu masih mengelaknya?" Amira heran dengan putrinya yang selalu berpura pura tidak suka pada Gilang di depan kedua orang tuanya

Jelas jelas putrinya itu sangat dekat dengan Gilang menurut informasi dari sekolahnya

"Itu semua pencitraan, Mamakan pernah bilang pada Dira untuk baik pada guru. Dan yang paling penting Gilang itu seperti abang Dira sendiri" Tutur Dira

"Kalau memang seperti itu, kenapa kamu memberi harapan pada Gilang sayang?" Amar bertanya lagi

"Harapan apa sih Pa? Dira nggak ngerti" Anindira menimpali

"Apa kalian sudah melakukan lebih dari sekedar pelukan dan cium kening?" entah apa yang dipikirkan Amar, ia sangat takut putri satu satunya akan melakukan hal yang salah

"Iya" Jawab Anindira ngawur

"Apa? Kamu ngapain sayang?" Amira terkejut mendengar jawaban putrinya

"Aku memukulinya dengan bantal" lanjut Anindira

Amira dan Amar bernapas lega, kepolosan putrinya kadang membuat mereka sangat khawatir.

Deringan ponsel Anindira membuatnya menganggak kepalanya yang semula ia letakkan di meja. Seketika wajahnya berubah 180°

He is My TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang