Pernikahan yang Mengharukan

31 2 2
                                    

Melihat pemandangan sakral di hadapan mereka semua menangis terharu, begitu juga Anindira yang sangat mengenal wajah tampan yang sedang menjabat tangan pamannya.

Devaro, kekasihnya yang beberapa hari ini menghilang. Yang ia kira sedang ditugaskan untuk sesuatu yang mendesak. Namun nyatanya ia ditugaskan untuk menikahi sepupunya.

Kaki Anindira sudah sangat lemas, rasanya sudah tak memijak tanah lagi. Gadis itu hanya menunduk menangis sesenggukan.

Ia juga tak mungkin menghentikan pernikahan sepupunya sendiri, ia juga tak mungkin mengatakan pada keluarganya bahwa pria yang kini menikah dengan sepupunya adalah kekasih Anindira.

Anindira berdiri dari tempat duduknya setelah semua orang mengatakan sah. Pertanda semua kisahnya telah berakhir saat ini.

"Anindira kamu mau kemena?" Mama Dira meraih tangan anaknya yang hendak berjalan menghampiri membelai. Namun Anindira terus berjalan hingga menyita semua perhatian orang di acara itu.

Anindira tersenyum setelah sampai dihadapan sepupunya. Walaupun matanya penuh air mata, ia berusaha untuk terlihat baik baik saja. Gadis itu memeluk mebelai wanita dan melirik tajam kekasihnya yang kini menatapnya dengan penuh kebingungan.

"Terimakasih Dira" ucap Tari mengusap air mata Dira, dan disahuti anggukan oleh gadis itu.

Kini tangan Dira terulur kearah Devaro. Senyum itu tak lepas dari wajahnya. Ia ingin sekuat wanita dikuar sana namun nyatanya ia hanya gadis sma biasa yang rapuh akan cinta.

Belum sempat Devaro menyambut uluran tangan Anindira, gadis itu terlebih dahulu pingsan membuat semua orang terkejut dengan apa yang terjadi.

"Anindira" Devaro berteriak khawatir. Untung tangannya cekatan meraih tubuh Dira sehingga tubuh mungil itu tak jatuh ketanah.

****
Flashback on

Deringan ponsel yang Devaro letakkan diatas nakas membuyarkan lamunan indahnya bersama Anindira.

Tangannya terulur meraih ponselnya namun badanya seakan tak ingin berpindah posisi sama sekali, matanya pun masih terpejam.

Jarinya mengusap layar menjawab panggilan masuk. bebeapa detik setelah mendengar suara dari orang di sebrang telephone matanya membulat sempurna. Ia segera merubah posisinya menjadi duduk.

"Apa kamu sudah memikirkan tentang perjodohan yang papa bicarakan?"

"Udah Deva bilang, Deva ga mau pa."

"Kamu mau perusahaan keluarga kita bangkrut? Papa udah beri kamu banyak waktu ya buat siapin diri, tapi apa? Kamu malah pacaran sama muridmu sendiri? Ngga malu? Papa ngga mau tau lagi ya,  1 bulan lagi kamu akan menikahi Tari putri rekan kerja papa."

Papa Devaro mematikan panggilan mereka sepihak, pria itu melempar ponselnya hingga menyelinap dibalik selimut setelah panggilan diakhiri. Dirinya tidak habis pikir dengan kelakuan papanya yang tak masuk akal.

Dijaman modern ini masih ada perjodohan demi sebuah bisnis keluarga.

Flashback off

****

Sayup sayup Dira mulai membuka mata. Ia berada dikamar lamanya dulu saat ia masih sering main kerumah pamannya. Telinganya mendengar suara laki laki yang sedang menangis. Matanya mulai melirik sisi kiri ranjang menangkap sosok Devaro yang sedang meringkuk menangis sesenggukan.

Anindira tidak berniat memanggil laki laki itu. Memikirkan bahwa Devaro milik orang lain saja sudah membuat hatinya sesak. Ia tak mampu menatap wajah pria itu lagi.

Mata Anindira kembali terpejam bulir bulir air mata kembali membasahi pipinya. Segera ia menarik selimut yang dikenakannya hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Tanpa disadari pergerakan Anindira menyadarkan Devaro. Pria itu mengusap air matanya dan bangkit mendekati kekasihnya.

"Anindira kamu sudah sadar?" Tanya Devaro yang tidak mendapat jawaban apapun dari Anindira, hanya saja selimut itu bergerak gerak menandakan manusia di dalam nya sedang menangis.

"Anindira mari kita bicara." Devaro menepuk lembut kepala Anindira yang masih tidak memberikan respon apapun.

"Anindira jangan kekanak kanakan seperti ini." Ucap Devaro sedikit membentak

Kalimat yang lucu bukan. Sebenarnya siapa yang kekanak kanakan disini?

"Anindira!" Kini suara Devaro melengking membuat sapa saja yang mendengarnya pasti bergetar ketakutan.

Pria itu menarik selimut yang menutupi wajah Anindira. Tangisan gadis itu pecah. Ia menutupinya dengan kedua telapak tangganya.

"Dira maaf, aku tidak bermaksud membentakmu" Devaro mengelus pucuk kepala Anindira

Gadis itu mengusap air matanya lalu meninggalkan tempat tidur untuk mencari ponselnya yang tergeletal di meja sudut ruangan.

"Anindira aku ingin bicara." Devaro terus berusaha membujuk gadis itu agar mau berbicara dengannya.

Anindira menekan nomor seseorang dan menempelkan benda pipih itu ketelinganya. Namun tangan kekar Devaro berhasil merebut ponsel itu dari Dira.

"Balikin" ditengah sesenggukannya Anindira berusaha meraih kembali ponselnya, ia tak mau kalah dan terus berusaha merebut ponselnya namun tak sengaja Devaro malah melemparkannya ke lantai hingga ponsel itu terpecah menjadi beberapa bagian.

"Aku bilang aku ingin bicara!" Teriak Devaro

Anindira menatap ponselnya nanar. Ia menjadi sangat marah tangannya pun melayang menampar pria dihadapannya. Tak sampai situ ia memberi pukulan di dada bidang Devaro.

Dengan cepat Devaro meringkus kedua tangan Anindira dan membawa gadis itu kepelukannya. Tanpa daya Anindira hanya bisa pasrah menangis dalam dekapan kekasihnya.

Setelah keadaan Anindira sedikit lebih tenang Devaro melepaskan pelukan mereka dan menangkup sisi wajah gadisnya dengan tangganya.

"Dira" kini Devaro yang kehabisan kata. Ia tak mampu mengatakan apapun lagi.

Berlahan kepala Anindira terangkat berusaha menatap mata Devaro

"Apa kabar baby?" Mendengar panggilan itu dari Anindira membuat dada Devaro sesak seketika

"I miss you. Long time no see. Terakhir kamu pamitnya ada kerjaan. Aku bertanya tanya lo. Pekerjaan apa yang membuat pacarku bahkan tidak membaca pesan dari ku? and today I got the answer." Ucap dira tersenyum getir.

"I am sorry" Devaro meraih lengan Anindira yang segera di tepis oleh gadis itu.

"Seandainya bukan sepupuku yang kamu nikahi, kapan kamu akan memutuskanku? Dihari pernikahanmu? Kurasa tidak."

"Dira" Devaro mencoba menghentikan ucapan Anindira yang terdengar semakin menyakitkan

"Apa aku akan menjadi simpanan? Wanita seperti apa aku dimatamu?"Anindira menghujani Devaro dengan ribuan pertanyaan

"Aku terpaksa Dira." Devaro mencoba memberi penjelasan.

"Bahkan aku berharap kamu mengatakan bahwa kamu sangat mencintai kak Tari hingga rela meninggalkanku begitu saja."

"Ini tidak seperti yang kau pikirkan" sahut Devaro

"Jaga kak Tari, jangan membuatnya menangis seperti yang kamu lakukan padaku." Ucap Anindira masih dengan senyum manisnya, ia menepuk pundak Devaro sebelum pergi.

TAMAT

Thanks readers😊
Buat sahabatku Anindira
Keep strong girl
Pasti kamu akan menemukan pria yang jauh lebih baik drpd Pak Deva
We love you Anindira😊

He is My TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang