"Kamu hamil?" tebakku saat ia tak kunjung menjawabnya.
Anindira semakin kuat meremas perutnya tangan satunya lagi kini sudah meraih lenganku untuk menompang tubuhnya yang membungkuk.
"Mendingan bapak bantu saya" Anindira melirik kepadaku sekilas lalu berjongkok masih dengan posisi meremas perutnya.
"buruan pak! Keburu keguguran saya" lanjutnya
Aku bingung dengan situasi ini. Beneran dia hamil? Padahal aku hanya asal tebak? Jika benar, siapa yang menghamilinya? Kupikir dia bukan tipe wanita seperti itu. Namun nyatanya...
"S-saya harus apa?" Aku benar benar bingung harus berbuat apa pada gadis ini.
"Bapak ikut jongkok sama saya" perintahnya terdengar absurd tapi entah dorongan dari mana aku ikuti saja perkataannya.
Di menepuk jidatnya melihatku berjongkok disebelahnya. Selama beberapa detik keheningan menyelimuti kami, Anindira terdiam membuatku semakin bingung harus bagaimana.
"K-kamu beneran hamil?" tanyaku masih penasaran
Anindira menatapku dengan raut mukanya yang kesal. "Bapak gila? Yang bener aja gue hamil" dia memijat pelipisnya, "Bodoh banget sih." lanjutnya lirih
"Apa kamu sedang memaki saya?"
"perut gue kram" lirih Anindira, tangannya mencoba kembali menggapai pundakku namun belum sempat ia meraihnya tubuhnya terlebih dahulu ambruk kearahku.
"Anindira?" Cepat kuangkat tubuhnya menuju ke UKS. Banyak pasang mata menatapku menggendong Anindira dengan sedikit berlari, namun aku tak peduli. Bodohnya diriku kenapa tak segera ku bawa dia ke UKS tadi. Malah aku sibuk menuduhnya hamil.
Saat ku letakkan tubuhnya di ranjang UKS sekilas aku melihatnya tersenyum dengan mata menyipit. Apa dia mengerjaiku? Demi apa? Tapi wajah pucatnya sangat meyakinkan. Andai benar dia mengerjaiku akan ku nikahi saja sekarang.
****
Aku tidak benar benar sekolah hari ini. Dari pagi sampai sekarang pukul 14.00 aku masih setia berbaring di ranjang UKS, hanya menatap langit langit ruangan sendari tadi sungguh membosankan.
Mens hari pertama membuatku gila karena kram diperutku. Tapi hari ini aku senang melihat wajah Devaro yang cemas saat aku tiba tiba tumbang dihadapannya. Setidaknya pria itu masih peduli terhadapku. Sekeras apapun sikapnya, dan setegas apapun dia menyuruhku melupakannya namun dia masih peduli padaku.
Aku juga masih merasa bersalah tentang lehernya yang aku gigit tadi pagi. Ditambah tadi aku sempat mengumpatinya sebelum pingsan. Ku harap dia tidak berubah membenciku karena menganggapku tak memiliki sopan santun.
Aku jadi penasaran, apa hubungannya dengan Gilang baik baik saja? Aku takut mereka berseteru hanya gegara aku. Ngomong ngomong tentang Gilang, aku masih belum tau alasannya kerumahku sepagi itu.
Mataku menyipit melirik pada pintu masuk ruang UKS. Sosok Gilang sudah berdiri disana dengan kedua tangannya yang ia lipat di depan dada, tubuhnya menyender pada tembok.
"Bukannya tadi pagi baik baik aja?" suara baritonnya sampai ketelingaku membuat merinding ditambah dengan tatapannya yang tajam.
"Ya gara gara bapak saya jadi pusing" celetukku sembari mendudukkan diri
"Maaf" katanya mengehampiri aku
"Nggak ngajar?" Tanyaku
Gilang menggeleng menyentuh dahiku lalu pipiku dan dia akhiri dengan mengacak rambut dipucuk kepalaku. Kebiasaannya tak berubah, ia suka membuatku marah dengan mengacak rambutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is My Teacher
RandomAku menemukanmu sebagai seorang pria yang menarik hatiku, dan kamu memperbolehkan aku mencintaimu. Namun pada akhirnya kamu adalah guruku, apa kamu masih mengizinkanku mencintaimu? . . . . . Cerita hasil imajinasiku sendiri Bila terdapat kesamaan na...