Rencana

138 62 21
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ✨
.
.
.
.
.
.
.
.

Mentari pagi telah bersinar lagi, seorang laki-laki berseragam putih abu baru saja keluar dengan tas di sebelah pundaknya. Terlihat di meja makan sudah ada kedua orang tuanya yang sedang sarapan.

"Al, ayo makan!" pinta Fitriyani---Ibu Al.

"Iya, Mah." Al pun bergegas menuju meja makan.

"Abis sekolah langsung pulang! Gak boleh keluyuran!" pinta papahnya yang sedang menyiduk nasi gorengan dengan sendok dari piring, kemudian di masukan ke dalam mulutnya.

"Iya, Pah."

Sekarang mereka sarapan bersama,  hanya dentingan sendok dan garpu yang saling beradu yang kini menemani mereka.

Ingin berkenalan dengan Papah Al? Oke, kita kenalan. Papah Al bernama Azam Al-Ghifari, dia dahulunya bercita-cita menjadi seorang astronot namun ayahnya melarang hal itu karena ayahnya menyuruh dia untuk mengurus perusahannya.

Mungkin itu sebabnya, Al diminta untuk menjadi astronot. Namun, Al memang tidak mau karena Al mempunyai alasan yang tidak mungkin ia ungkapkan.

Tak terasa, makanan Al sudah habis dan dia memutuskan untuk berangkat ke sekolah.

"Pah, Mah! Al berangkat dulu!" pamitnya.

"Iya, kamu hati-hati!" pinta mamahnya saat Al mengecup tangannya. Sekarang Al ingin mengecup tangan papahnya, namun tidak digubris oleh Azam. Dia memilih meninggalkan meja makan.

Al pun hanya bisa tersenyum tipis, mungkin papahnya masih marah karena waktu itu Al pulang malam dengan masih memakai seragam. Walaupun Al pergi ke pesantren, bukan keluyuran di jalanan. Tetap saja papahnya marah, apalagi saat mengetahui Al bertemu Ustadz Azka.

Dari dulu hingga sekarang Azam tidak suka pada Azka, mungkin karena dahulu Azam sempat saingan dengan Azka ketika mereka mencintai Fitriyani, ya Ibu Al saat ini. Padahal Azka sekarang sudah memiliki isteri, jadi tak mungkin dia merebut Fitri darinya. Dan Azam berpikir, bahwa Azka lah penyebab Al tidak menuruti  kemauannya.

"Kalau gitu, aku pamit! Assallamu'alaikum," ucap Al pada mamahnya.

"Wa'alaikumussalam," balas Fitri.

Al pun melangkah keluar rumah dan pergi ke sekolah dengan mengendarai motor trailnya. Motor trail ini bukan pemberian orang tuanya, Al membeli motor ini dengan uangnya
sendiri saat ia menjurai berbagai perlombaan dan uangnya ia tabung untuk membeli motor itu.

🌎🌎🌎

Di tempat lain, seorang laki-laki sedang terduduk di ruang Osis sambil mengetuk-ngetuk jarinya ke atas meja. Dia sepertinya sedang menunggu seseorang, sesekali dia mengecek jam tangannya, dan melirik-lirik ke arah pintu.

Tok ... tok ... tok ....

"Masuk!" suruhnya.

"Assallamu'alaikum, maaf lama nunggu," ucapnya.

"Wa'alaikumussalam, it's okey, no problem! Silahkan duduk!" Laki-laki yang baru saja masuk pun hanya menganggukan kepala, kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan orang itu.

"Kenapa kamu panggil saya ke sini?" tanyanya.

"Hmm ... gue cuman mau bahas, apa rencana lo buat  kegiatan sekolah ini?" tanyanya balik.

Man Jadda Wajada(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang