Kemah Rohis(2)

100 50 5
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ✨
.
.
.
.
.
.
.
.

Sore itu, para anggota rohis SMA Bulan sudah berkumpul di sekolahnya. Anggota osis yang ikut dalam kegiatan itu, kini sedang memberikan id card pada para anggota.

"Dimas!" panggil Radika.

"Lo manggil gue?" tanya Dimas yang memakai seragam putih dan celana warna hitam dengan tas ransel di punggungnya.

"Iyalah, siapa lagi nama Dimas di sini? Eh, gue lupa. Nama panggilan lo 'kan Imas," ujar Radika dengan senyum mengejek.

"Lo ngeledek gue?" tuduhnya dengan tatapan tajam.

"Santai kali, tuh mata udah mau keluar aja. Apa perlu gue kasih tusuk sate?" kekehnya.

"Bac*t lo," cibirnya.

"Sahabat lo kenapa belum dateng?"

"Masih di jalan kali." Mendapat jawaban dari Dimas, Radika hanya ber oh ria. Kemudian, dia
menghampiri Arfan yang sedang berbincang-bincang dengan Al.

"Pak Ketu!" panggilnya.

"Kenapa?"

"Semua anggota udah pada dateng, kecuali si Apel."

"Apel?"

"Itu, Marvel."

"Apa dia gak jadi ikut?" tanya Al.

"Gak mungkinlah, dia pasti ikut. Tuh orang 'kan gak bisa hidup tanpa fasilitas dari orang tuanya," balas Radika.

Perkataan Radika terbukti, karena Marvel baru saja sampai. Tetapi, pakaian Marvel terlihat berbeda dari yang lain. Laki-laki itu memakai jaket bomber dengan logo planet Jupiter yang terletak di tangan kanannya, celana sobek-sobek, dan sepatu sneakers. Semua mata tertuju padanya. Kemudian, Arfan pun menghampiri Marvel yang baru saja turun dari motor.

"Mr. Marvel Alvaro, kenapa Anda memakai pakaian seperti ini?" tanya Arfan.

"Emang kenapa?" Bukannya menjawab, Marvel malah bertanya balik.

"Bukannya kemarin sama tadi pagi udah dikasih tahu, kalau pas berangkat itu pakai baju putih sama celana hitam," jawabnya.

"Cuman masalah baju doang, pake diatur-atur. Lagian, kita tuh mau kemah. Bukan mau ngelamar nikah," ujar Marvel memutar bola matanya malas.

Arfan pun membuang napasnya kasar,"tapi ini sudah peraturannya, Marvel. Jadi Anda gak bisa seenaknya! Lagian, kita mau kemah Rohis. Bukan mau balapan motor."

Marvel kembali memutar bola matanya malas, dan dia memilih meninggalkan Arfan. Marvel berjalan dengan gaya so cool menghampiri Dimas.


"Apel! Lo mau kemah rohis atau mau balapan?" tanya Dimas sambil memperhatikan penampilan sahabatnya ini.

"Diem, lo Imas! Lo sama aja kayak si Kain Kafan, lagian penampilan kayak gini tuh bukan buat balapan. Pada gak ngerti style ya," cibirnya.

"Kain Kafan, siapa? Ya, gue tahu. Tapi penampilan kayak gini kayak mau main, kita 'kan mau kemah rohis."

Marvel hanya bisa memutar bola matanya malas, sahabatnya ini sudah ketularan sifat Arfan yang so ngatur. Tak lama dari itu, Arfan meminta semua anggota berkumpul. Mereka semua membentuk barisan, ketika mendengarkan apa yang disampaikan Pak Rafly. Guru yang membimbing mereka adalah Pak Rafly dan Bu Emma, dan dua guru lainnya. Sementara, kepala sekolahnya tidak bisa ikut karena ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan.

Man Jadda Wajada(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang