"𝙈𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞 𝙥𝙚𝙡𝙖𝙟𝙖𝙧 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙗𝙚𝙡𝙖𝙟𝙖𝙧 𝙢𝙚𝙢𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙪𝙡𝙞𝙩.
𝙏𝙖𝙥𝙞 𝙢𝙚𝙣𝙚𝙧𝙞𝙢𝙖 𝙠𝙚𝙗𝙤𝙙𝙤𝙝𝙖𝙣––
𝙖𝙙𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙗𝙖𝙜𝙞𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙪𝙖𝙩𝙪 𝙨𝙖𝙖𝙩 𝙣𝙖𝙣𝙩𝙞, 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙨𝙚𝙨𝙖𝙡𝙞."●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥
Violet menggigit ujung kukunya, pertanda dia sedang dihadapkan pada impase. Dia memegang kepalanya, yang terasa berdenyut, nyeri, sampai ke ubun.
Sudah setengah jam berjalan. Namun Violet belum juga menemukan jawaban dari soal tentang; 'Kedudukan Titik dan Garis Lurus Terhadap Lingkaran'. Padahal setengah jam yang lalu, Violet lancar saja menjawab pertanyaan yang lain.
"Ah! Ini salah ini pilihan gandanya semua. Gue udah hitung, tapi enggak juga ketemu jawaban," keluh Violet, menggaruk rambut belakangnya dengan pensil.
"Butuh bantuan?"
Violet terkejut, ketika dia menoleh belakang, menemui seorang pria sedang menyender pada bagian rak buku, dengan pose tenangnya.
"L-Leo? Kok bisa di sini?"
Bukannya menjawab. Leo malah menertawainya.
"Pertanyaan lo enggak ada bedanya, sejak kita pertama kali ketemu––"
Leo berjalan, menghampiri Violet dan mengambil tempat duduk di samping gadis itu.
"Ah, maksudnya, pertama kali kita bicara."
Violet mengangguk-angguk. Dia menggeser buku paket Matematika ke arah Leo.
Saat ini, mereka sedang berada di perpustakaan umum, daerah Bandung Selatan. Violet memang memutuskan untuk berkunjung, setelah pulang sekolah. Dia sudah mengajak tiga temannya, tapi karena terlalu banyak alasan. Alhasil, Violet datang sendiri––tidak, sebenarnya, tadi Zalfa ikut bersamanya. Tapi karena gadis itu tiba-tiba ditelepon oleh mamanya untuk lekas pulang. Jadilah, saat ini Violet harus bersama dengan Leo, berdua. Tandai! Berdua saja!
"Sama siapa, Le, ke sini?" tanya Violet basa-basi, saat Leo sedang menggoreskan tinta di kertas, mencari jawaban dari soal Matematika yang ajukan oleh Violet.
"Sendiri."
"Ooh," balas Violet, sederhana.
"Gue emang sering ke sini." Leo menjawab pertanyaan awal Violet, yang sempat tidak dibalas.
Violet hanya mengangguk, sementara Leo sibuk menghitung.
Tiba-tiba saja, Violet teringat oleh kata-kata Arsen, saat istirahat kedua. Dia melamun memikirkan sesuatu yang bagi orang tidak terlalu penting, namun telah berhasil membuatnya bimbang.
Violet memandang lagi wajah Leo, yang berjarak 30 cm darinya. Apa gue harus jujur aja? tanya Violet di dalam hati.
"Gue jelasin bentar, ya." Violet mengangguk, dia memasang telinga untuk mendengarkan tambahan pelajaran gratis dari si cucu Albert Einstein itu.
"Paham di sini?" tanya Leo, memastikan kalau-kalau otak Violet memiliki jalan berpikir yang lambat, untuk menyaring materi.
"Lumayan." Jawaban dari Violet, membuat Leo menarik napas lega. Akhirnya dia tidak jadi menjelaskan ulang.
"Mau ke mana?" Violet mendongak, saat Leo berdiri dari kursi.
"Cari bahan latihan soal buat lo."
Sebelum Leo hendak berjalan, mengitari sejumlah rak buku. Violet lebih dulu menyentuh lengan kemeja seragam sekolah milik Leo.
"Gue udah punya banyak buku. Beneran, deh!"
Leo tersenyum membalas pengakuan Violet.
"Banyak belum tentu berguna. Gue cariin buku yang paling bagus, buat lo persiapan Ujian Akhir Semester."
Finally, Violet tidak bisa berbuat apa-apa, saat melihat tubuh Leo lama-kelamaan menjauh dari pandangannya.
Oke, tidak apa-apa.
Oke, tidak masalah.
Belajar untuk pintar!
"Ah, kenapa semua cowok selalu nyuruh gue belajar dan belajar, sih!" keluh Violet, dengan suara sedikit berbisik.
Kecuali, dia.
●♡。♥●♡。♥●♡[-_-]╠♥
'Thank's for reading! See you in the next chapter, guys!'
And, don't forget to leave a vote and comment.
Warm Hug,ELEANOR JEUNE
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranghae, Cogan!
Ficção AdolescenteSaranghae, Cogan! "Kamu adalah alasan hatiku berdetak." *** Violetta Marissa--layaknya gadis normal sebayanya, Violet akan berteriak histeris saat melihat laki-laki tampan yang mendekati paras sempurna. Violet yang memiliki karakter bak seorang '...