Mama Arga rutin datang untuk menjenguk sang anak selama kurang lebih tiga bulan belakangan. Selain melihat keadaan sang anak, ia juga menasihati sang menantu. Peraturan rumah ini pun ia ubah demi kebaikan calon cucunya.
"Sudah mama bilang kalau jangan capek-capek, Ri," jelas wanita paruh baya itu setiap baru datang bertandang.
Senyum malu pun Riana tampakkan. Masalahnya, jika ia terus berdiam diri dan tak melakukan pekerjaan apa-apa, bisa dipastikan mual akan datang melanda. Penjelasannya pada sang mertua tampaknya tidak membuat jera. Mertuanya justru tetap memaksa agar dirinya tak melakukan apa-apa.
Tentu sikap tersebut menyentuh relung hati Riana yang terdalam. Wanita itu kembali merasakan memiliki ibu.
Riana menghela napas ketika sebuah suara menggema. Magrib telah datang. Beberapa menit yang lalu, sang mertua juga sudah pulang. Mbak Silla, pembantunya, tengah kembali ke kampung halaman kemarin. Hal itu juga yang membuat Riana tak nyaman berada di rumah ini. Apalagi dengan tatapan Arga yang sudah jauh berbeda dari biasanya.
"Ada yang bisa kubantu?" tanya Riana dengan nada datar.
Di gendongannya, Alfa tengah terlelap. Sebisa mungkin Riana mengabaikan rasa pegal yang menjalar.
"Bisa kita salat berjamaah berdua?"
Ingin Riana menolak. Akan tetapi, tak ada alasan yang bisa ia gunakan. Berakhir, anggukan pelan ia lakukan.
Sore tadi, gips Arga telah dibuka. Tentu, lelaki itu sudah bisa berdiri tanpa kruk lagi. Riana senang, tetapi senangnya tak ingin ia tampakkan.
Selepas menaruh Alfa di boks bayi, Riana kembali ke kamar Arga. Di sana lelaki itu telah memakai peci yang menambah tingkat ketampanannya.
Persiapan usai selepas lima menit Arga berdiri. Lelaki itu mulai melaksanakan takbir diiringi Riana. Sekejap, suasana hening melanda. Dalam sujud serta doanya, Riana merasai getar dalam dada. Ia merasakan sesuatu untuk pertama kalinya. Dulu, ia hanya bisa mengira-ngira bagaimana rasanya diimami pujaan hati. Malam ini, keinginannya terkabul juga. Namun, Riana masih mengingat niatnya untuk mulai menjauhi Arga.
Keinginan Riana untuk berdiri selepas salam, dihentikan cekalan lelaki itu yang tidak mengendur. Riana mengernyitkan dahi kebingungan.
"Ada yang belum kita lakukan," ujar Arga singkat.
Tubuh Riana masih mematung. Otaknya ikut bekerja menerka apa yang belum dilakukan. Sampai-sampai, Riana tidak menyadari pergerakan cepat Arga hingga sebuah kecupan mampir di dahi.
"Terima kasih," lirih Arga meninggalkan senyap.
Masih, Riana masih terpaku di atas karpet. Jantungnya tak henti meledak-ledak karena perlakukan manis beberapa menit tadi. Ingin ia menyumpahi Arga. Akan tetapi, ia juga ingin menikmati ini. Riana memejam dan kembali dalam kebimbangan.
Sekali saja, aku ingin menikmati semua. Wanita itu berujar sembari menutup wajah dengan dua telapak tangannya.
---HISNANAD---
Suara ketukan pintu terdengar bersamaan dengan azan isya. Riana membuka pintunya dan sedikit terkejut ketika mendapati Arga.
"Ya?" tanya Riana membuka suara.
"Salatlah bersamaku."
Senyum tipis Arga kembali menjadi penutup percakapan mereka. Riana mengekori lelaki itu tanpa niatan menolak. Ia menikmati tiap detik ibadah pada Maha Pencipta. Tidak dimungkiri, Riana terkesima dalam hati. Ia baru mendengar lantunan ayat suci dari mulut Arga sendiri. Jika boleh jujur, suaminya itu memiliki kemampuan bacaan yang fasih. Di saat salam, Riana kembali mengucap syukur dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyerah [TALAK AKU, MAS!] (18+) (Completed)
ChickLitRiana tidak suka bercanda. Namun, takdir suka bercanda dengannya. Mulai dari jatuh cinta pada sepupu, diminta menjadi ibu sambung, menjelma istri seorang lelaki es, dan berakhir menjadi istri kedua. Ia hanya bisa pasrah ketika takdir begitu kejam me...