7.| Maida

7.9K 686 28
                                    

Mobil putih telah sampai di hadapan Maida. Wanita itu tersenyum kesetanan dalam hati. Ia merasa menang karena Arga mau menuruti permintaannya.

"Sayang—"

"Kenapa kamu ke sini?" Maida pura-pura merajuk.

Oke! Arga mengembuskan napas pelan dan tersenyum lebar. Ia menyejajarkan tinggi dan menatap wajah cantik sang istri.

"Aku sayang kamu, Mai."

Wajah memerah Maida terasa berbeda. Entah mengapa justru bayangan Riana kembali hadir dalam kepala Arga. Lelaki itu mengontrol diri dan berusaha sepenuh hati menyelami wajah yang ia rindukan sembilan purnama lamanya.

"Pulang, 'kan?" Maida bertanya malu-malu.

Anggukan Arga mengiringi langkah keduanya. Maida dengan senang dalam hati. Arga dengan perasaan asing yang mengendap dalam diam.

Di satu sisi, Riana menikmati sepi yang menikam. Dia tengah berada di loteng ketika awan kelabu mulai berarak perlahan. Di ufuk barat, senja tidak memerah. Hanya ada kelabu.

Bau petrikor menyusup ke indra penciuman Riana. Ia memejam lantas hujan turun deras. Tangisnya melebur dalam air langit.

"You broke me first," lirih Riana memejam dan berusaha melupakan.

Argaseta Bayanaka bukan miliknya. Riana tahu diri, tetapi entah mengapa sulit untuk melepas. Apa mungkin dia belum terbiasa? Ah, bisa saja.

Riana baru masuk ke rumah ketika dingin menusuk tulang. Gemeletuk suara gigi beradu menjadi pengisi sunyi. Bel berbunyi nyaring. Riana sadar dan berlari riang. Namun, rasa senangnya mendadak hilang. Ia terdiam, tatkala seorang manusia tengah bersidekap berdiri dan menatapnya. Arlan Atmajaya.

"Belum puas buat aku sport jantung, An?" Arlan membuka suara ketika secangkir teh terhidang di hadapan.

"Apaan, Lan?" Tawa Riana mengalun menutupi debar ketakutan.

Ya. Riana takut rahasia Arga pada akhirnya akan terbuka. Apalagi kini lelaki itu tidak ada di rumah. Duh, Riana kalut memikirkan semuanya. Sungguh kebohongan ini membuat semua jadi runyam.

"Di mana Kak Arga?"

"Emmm—"

"Pergi? Atau dia lupa sudah punya istri?"

Hening. Riana tersenyum tulus dan menggeleng. Angin menyapu pelan tubuhnya. Ia kemudian duduk di hadapan Arlan, di teras rumah dengan lampu terang.

"Dia hanya jalan-jalan dengan Alfa."

"Di mana baby sitternya?"

"Pulang. Ini sudah malam dan tidak ada pekerjaan—"

"Cih! Enggak usah drama, Ri." Arlan menatap kakak iparnya.

Senyum masih bertahan di bibir Riana. Ia tahu, Arlan mengenalnya dengan baik. Sebaik teman, sahabat, kakak, dan saudara. Percuma dia berbohong, tetapi untuk apa juga dia jujur.

"Jujur, An!" titah Arlan seakan mengetahui yang Riana pikirkan.

"Hanya masalah kecil. Aku tidak apa, Lan."

Diam kembali menguasai. Sepi melanda dengan sayup-sayup suara jangkrik. Selepas hujan, udara semakin dingin di daerah ini. Namun, Arlan justru merasa panas. Dadanya seakan terbakar melihat terkaannya benar. Riana, kakak iparnya, tengah terluka dibuat Arga.

"Aku ke sini karena mau nengok kamu sekaligus ngurus beberapa berkas sama Kak Arga."

"Nanti kusampaikan, Lan."

Menyerah [TALAK AKU, MAS!] (18+) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang