9.| Je Vais Bien

7.6K 653 34
                                    

Dering telepon memecah hening. Arga bergerak cepat merogoh ponsel dan menekan tombol hijau. Dari ekspresinya terpancar sebuah kekhawatiran besar. Di sampingnya, Riana menatap sang suami lekat.

"Kita harus ke rumah sakit sekarang. Alfa masuk UGD."

Hati Riana yang semula dirundung pilu berubah haluan. Bagaimana pun juga meski Maida, ibu Alfa menyakiti hatinya, Riana merasa khawatir dengan balita tersebut. Kebersamaan selama sembilan bulan terakhir benar-benar melumuri hatinya dengan kasih sayang untuk Alfa.

Mobil membelah jalanan. Tanya Riana ditelan kekhawatiran. Sempat terlintas tanya Riana di kepala Arga tadi, tetapi kini lelaki itu bersyukur tanya perceraian tidak ada jawaban.

Di seberang, Maida tersenyum sinis. Pagi selepas Arga meninggalkannya di kamar sendiri membuat sakit kembali menjangkiti. Berkali-kali ia mengirim pesan pada Arga. Jawaban lelaki itu mengejutkan untuk ia terima.

Maaf, Mai. Aku pulang dulu. Satu hari ini aku akan menemani Riana. Dia sakit.

Oke! Maida memutar otaknya yang licik. Ketika satu ide terlintas, sesegera mungkin ia mengambil sang anak dari boks bayi.

Maida membawa Alfa yang merengek karena tidurnya terganggu. Di kamar mandi, wanita itu mengguyur sang anak dengan air dingin. Tangis raungan bercampur jadi satu. Tidak sampai itu, selepas mengguyur Alfa dengan kejam, Maida mendinginkan ruangan hingga tangis anaknya menjadi.

Bayangkan saja suhu air di pagi hari yang dingin ditambah suhu rendah dari AC. Beberapa jam berlalu, Maida berhasil mewujudkan keinginannya. Alfa merengek dengan bibir membiru. Suhu tubuh balita tersebut panas. Maida pun membawa Alfa ke rumah sakit. Walhasil, dokter menyarankan Alfa harus dirawat inapkan.

"Mas!"

Sampai di UGD dengan wajah khawatir, Arga disambut tangis Maida. Wanita itu mengeratkan pelukannya pada sang suami. Sempat ia lihat, si madu tengah menatap kemesraan mereka. Dengan sengaja, Maida mendramatisir keadaan.

"A—alfa, Mas!" Cengkeraman kuat di pundak membuat Arga mendekap Maida.

Mungkin, tidak salah seorang suami istri berpelukan. Akan tetapi, kenapa hal itu dilakukan di depan mata sang madu. Ini bukan mau Riana, sungguh. Ia juga tidak ingin berada di situasi pelik di mana ia menjadi yang terluka. Ya, Arga dan Maida jua terluka. Namun, mereka tidak merasa separah lukanya, 'kan?

Mata Maida melirik sekilas ke Riana. Dalam hati tawanya menggema dengan selaksa rencana licik lainnya.

Pelukan itu berhenti kala mereka mendengar penuturan dokter tentan izin menjenguk Alfa. Dengan catatan, jangan ada kegaduhan. Saat Maida dan Arga masuk, tangis Alfa menggema. Satu kata yang balita itu lafazkan dan tidak asing didengar di telinga Arga.

"Mammammaaa!"

Entah feeling Arga terlalu kuat atau karena hatinya berkata demikian, lelaki itu mencekal tangan Maida dan keluar dari ruangan. Di sana, Riana tengah duduk termenung.

"Ri? Bisa temui Alfa?"

Pandangan tidak terima tersirat di mata Maida. Tidak seperti biasanya, hatinya mengatakan untuk memahami Arga. Dia tidak mungkin secara terang-terangan menampakkan kebencian pada sang madu. Maida mensugesti diri agar ia bermain cantik. Nanti.

"Baik."

Seperti keajaiban, tangis Alfa terdiam seketika saat Riana berada di sampingnya. Tangan balita tersebut bergerak-gerak seakan menginginkan gendongan. Riana pun mengangkat tubuh kurus tersebut dan menciuminya berkali-kali.

Di ambang pintu, Arga tersenyum tipis. Melihat kelakukan suaminya secara diam-diam, Maida mengumpat kesal. Dia tidak bisa apa-apa, tetapi percayalah nanti ia akan memisahkan dua orang tersebut. Sudah ditegaskan di awal, Arga hanyalah miliknya.

Menyerah [TALAK AKU, MAS!] (18+) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang