15.| Hilang?

4.9K 483 23
                                    

Lalai? Mungkin. Riana hanya bisa tersenyum pedih sembari melihat mobil Arga yang menjauh pergi. Wanita itu sempat terlena semalam. Salahkan saja dia yang mau-maunya disentuh Arga. Lelaki yang menyakitinya dengan selaksa cara dan jelas-jelas akan meninggalkannya. Ah, tak apa. Riana akan mengaturnya hari ini. Mata wanita itu menyorot ke rumah yang sempat ia huni setahun lebih ini. Ia akan meninggalkan Arga sebelum lelaki itu meninggalkan. Ia cukup sadar, waktunya tak banyak.

Riana bergegas menenteng satu tas besar berisi pakaian pokoknya. Meski Arga sering menyakiti, lelaki itu masih memiliki sisi baik. Seperti memberikan wanita itu beberapa fasilitas kartu atm serta uang bulanan rutin.

"Terima kasih." Riana menutup foto Arga di pojok kamarnya.

Tak lupa, wanita itu juga menyisipkan satu surat yang beberapa hari ia tulis. Riana merasa tugasnya usai, ia menjinjing tak tersebut dan menutup pintu.

Riana akan menutup segala perlakuan Arga yang menyakitkan, luka yang ia dapatkan, serta mungkin semua kesakitan. Wanita itu menitipkan kunci rumah pada security kompleks. Tak berlama-lama, Riana pun menaiki ojol dan pergi ke suatu tempat.

Hari ini, selepas beberapa hari sikap Arga yang melunak, Riana telah memutuskan untuk pergi. Sejak kapan? Ia tak tahu pasti karena ... hatinya selalu menginginkan demikian.

Riana ingin bebas dengan belenggu menyakitkan. Entah tentang keluarga yang tak memiliki hati, suami yang menyakiti, dan terakhir pernikahan yang tidak bisa dilanjutkan? Riana cukup tegar dan sedikit waras untuk melewati semua tekanan. Selepas ia tahu, bahwa ia manusia biasa, Riana memutuskan untuk membahagiakan diri.

Arga memang mengalami perubahan selepas lelaki itu minta maaf. Tutur katanya yang melembut, perlakuan yang selayaknya suami, dan terakhir ... lelaki itu mau mengabulkan semua pinta Riana. Ngidam bakso, telur gulung, dan terakhir tahu sumedang, Arga rela menurutinya.

Namun, Riana terlanjur terjun dalam bayang-bayang perceraian. Maka ia mulai membekukan hati. Meski rasanya tak mungkin menghapuskan rasa cinta, tetapi Riana cukup sadar diri bahwa bahagianya tetap tidak akan bertahan lama.

Tak apa. Riana sungguh tak apa. Walaupun saat melewati jalan-jalan padat dan tiba di stasiun bus, pikiran wanita itu melayang pada sang suami. Riana kembali mengabaikan. Ia benar-benar meninggalkan Arga selepas lelaki itu meninggalkannya untuk Maida, madunya.

Tepat saat bus membelah jalanan padat menuju tol, Riana memejam mata. Tangisnya menjadi. Sekali lagi, ia terlalu lemah untuk kembali berjuang. Maka, ia akan pulang.

---HISNANAD---

"Di mana menantu mama, Ga?" Dayu di seberang tengah duduk di sofa panjangnya.

Wanita anggun tersebut menanyakan Riana karena ingin berkunjung. Dayu kadung rindu dengan wanita itu. Wanita yang ia pilih untuk mendepak bayang-bayang jalang di hidup Arga.

"Di rumah, Ma. Ini Arga habis beli martabak, Riana ngidam."

Terpaksa, Arga berbohong. Toh, ini juga kebaikan bersama. Mungkin lelaki itu lupa, jika berbohong akan menimbulkan kebohongan lain nantinya. Ah, Arga, memang terlalu naif dan serakah untuk memiliki dua wanita di sisinya.

"Mama akan ke sana. Jaga Riana, Ga."

Sambungan tertutup. Di belakang Arga, Maida menggeram pelan. Ia merangkul lengan sang suami mesra.

"Maaf, Sayang, aku harus pergi." Arga menarik lengannya dan mengecup dahi wanita itu kilat.

Selepas pintu tertutup, Maida melontarkan sumpah serapah di mulutnya. Ugh! Riana kau akan hancur! Begitu sumpah wanita itu.

Sebuah mobil hitam telah terparkir di halaman Arga. Lelaki itu terpaku karena mamanya berdiri di depan pintu dan hanya bersidekap.

"Kenapa tak masuk?" tanya Arga buru-buru menghampiri.

"Rumahmu dikunci. Riana ke mana?" Mamanya menatap Arga curiga.

Sebelum jawaban Arga terucap, sebuah suara membuat dua orang berhadapan tersebut menoleh. Lelaki berseragam security memberi kunci rumah pada Arga.

"Maaf, Pak Arga, Bu Riana tadi izin pergi sebentar. Dia menitip kunci rumah agar saya menyerahkan saat Pak Arga pulang."

"Pergi dengan siapa?" Arga mulai khawatir meski tanyanya terdengar tenang.

"Sendiri, Pak. Tadi juga bawa tas jinjing besar."

Dayu melihat sang anak berubah ekspresi. Buru-buru Arga membuka rumah dan berteriak memanggil nama Riana. Dayu mengekori sang anak dengan pikiran yang makin curiga.

"Tenang, Ga! Siapa tahu Riana cuman mau cari sesuatu. Coba lihat ponsel kamu!"

Usulan sang mama Arga laksanakan. Lelaki itu menbuka aplikasi hijau dengan tiga pesan yang belum terbaca dari Riana.

Assalamu'alaikum, Mas.
Jangan cari aku ya.

Maaf aku pergi. Lama.

Sekali lagi, jangan cari aku dan berbahagialah dengan Maida.

"Shit!"

"Kenapa, Ga?" Dayu bertanya menatap Arga.

"Riana pergi, Ma."

"Ke mana?" Dayu tak percaya dan tersulut emosi.

"Aku yang salah," lirih Arga menjambak rambut frustasi.

"Kamu apakan dia, Ga?"

"Aku menyakitinya berkali-kali, Ma. Aku salah."

Dayu menghela napas. Tak tahu bagaimana yang Arga lakukan tetapi hatinya tetap merasa kesakitan.

"Arga akan cari Riana, Ma!"

Lelaki itu pergi meninggalkan Dayu yang menggeleng pelan. Ia menelpon Alan dan menceritakan semua. Lelaki di seberang pun ikut terkejut. Meski Riana masih berstatus sebagai istri Arga tetapi Alan tetap memberi ruang lebih pada Riana.

"Kamu ke mana, Ann?" lirih lelaki itu ikut gusar.

Alan ingin sekali menghajar kakaknya yang benar-benar sialan itu. Namun, ia tak mau memperkeruh suasana. Nanti, jika ada waktu, Alan akan memberi Arga sedikit pelajaran.

Di sisi lain, bus yang Riana tumpangi tiba di tujuannya pukul sepuluh malam. Seorang gadis bergamis lebar memeluk erat tubuhnya ketika ia baru menginjakkan kaki di terminal.

"Mbak Ria, aku kangen," ujar Nabila.

"Kamu sudah gadis, Ning," lirih Maida mengelus puncak kepala itu.

"Ayo ke mobil. Dijemput sama Mas Lana!"

Riana manut saja. Ia menunduk hormat pada sang gus yang tadinya sempat bersitatap. Gus Lana menunduk dengan jantung berdegub kencang. Wajah Riana disiram lampu temaram seakan menyinarkan kecantikan bak rembulan. Gus Lana berzikir kembali ia menunduk dan langsung duduk di kursi kemudi. Ya Tuhan, kenapa bisa lelaki itu kembali terbayang-bayang masa lalu yang tak pantas diingat itu?

Setibanya di pesantren, Abah serta Bu Nyai menyambut Riana hangat. Keduanya melepas rindu setelah sekian lama tak bertemu. Di sudut lain, sang Abah menatap putranya lama.

"Le, dia masih bersuami," bisik sang Abah.

Gus Lana yang diberitahu demikian hanya membalas "inggih" dengan pelan. Wajahnya memerah karena ketahuan sang Abah melihat Riana yang memang sulit ditampik pesonanya.

Cepat-cepat lelaki itu pergi ke kamar sembari beristigfar. Ia pun meminta ampun karena terpesona dengan Riana. Wanita yang masih jelas statusnya. Seorang istri.

Pikiran Gus Lana kembali melayang ke arah seorang gadis yang mau menolongnya ketika jatuh dari sepeda. Perbedaan umur memang hanyalah angka. Buktinya, kini seorang gus cilik yang dulunya jatuh dari sepeda kembali ingin jatuh cinta pada wanita penolongnya.

Bersambung ....

Menyerah [TALAK AKU, MAS!] (18+) (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang