"Eyyo listen up!"
"No matter what they do"
"No matter what they say"
"Kebalik bego!" respon Dejun dan menggeplak kepala Serim.
Dijawab dengusan sang pemilik kepala. "Santai bodoh. Gini gini kepala gua masih berfungsi" elak Serim.
"Fungsi apaan, isinya reproduksi doang"
"Ihh kamu solimi banget"
"Udeh udeh, ribut lagi gua loakin nanti" sahut Hyunsuk bermaksud melerai keduanya.
"Kalian ngerasa kagak, curiga sama kotak tadi?" tanya Changbin dan menatap keempat temannya.
"Yang kita temui tadi?"
Changbin mengangguk. "Iya, gua ngerasa aneh aja"
"Pas kita buka kotak tadi, kita dapet surat yang isinya harus nolong seseorang kan? Mungkin aja anak-anak yang masih kejebak disini" opini Dino sembari masih berpikir.
"Inget lagi dah, kotak tadi itu sebenernya ada dua lapisan. Cuma kita buka satunya doang buat ngambil surat tadi. Kalo lapisan kedua kita buka, mungkin ada petunjuk lain" sambung Dino menyelesaikan opininya.
Mereka berempat terdiam. Kenapa baru terpikir sekarang? Kenapa tadi mereka tak membukanya saja? Jika sudah seperti ini, mungkinkah ada peluang?
Hyunsuk, orang pertama yang menghela nafas kasar. Setelahnya dia menepuk bahu Changbin dan Dino. "Lanjut jalan dulu, masalah kotak, itu nanti"
"Bukan itu masalah utamanya," ucap Dino seraya memijit pelipis kananya.
Kembali menatap keempat temannya, dengan tatapan serius. "Cari kunci gembok, baru bisa buka lapisan kedua kotak. Gua rasa, itu tujuan kita"
🥀
"Kita dimana ini?" tanya Lucas panik. Ia merasa asing dengan konsep rumah yang terbilang sangat luas.
"Nggak tau, mana si Yeonjun ilang. Prustasi gua" jawab Hangyul dan mengusap wajahnya kasar.
"Duduk dulu njing. Daritadi lari-lari kaya dikejar rentenir" perintah Hendery dan duduk sembarang dilantai.
Keempat pemuda tampan itu duduk sembarang dilantai sembari menetralkan pernafasan masing-masing. Sudah sekitar sepuluh menit mereka berlarian tak jelas. Bahkan terbilang seperti berkeliling disatu tempat.
Mark mengambil ponselnya, ia memencet tombol power guna melihat pukul berapa saat ini.
06.45 PM
Ia menghela nafas berat. "Sampai kapan gini terus? Gua pengen balik" tutur Mark dan menaruh ponselnya disaku celana.
"Ya lo kira, lo doang yang pengen balik? Gua juga kali" sahut Hendery. Ia sungguh tak suka jika Mark cepat putus asa.
"Kita bakal balik kok, tapi bukan sekarang. Tujuan kita disini ya, menolong anak-anak disini" ujar Hangyul menengahi.
"Curiga kita dijebak"
Semua pasang mata langsung menatap Lucas. Seperti tatapan meminta penjelasan. "Maksud lo?"
Lucas menghela nafasnya. Ia menyenderkan bahu kokohnya didasar tembok. Iris matanya, menatap lampu redup dengan tatapan menerawang.
"Sadar kagak? Daritadi kita muter-muter disini?" pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Lucas.
Ia menunjuk sesuatu. "Lihat, gucci hijau itu. Udah tiga kali kita ngelewatin ini" lanjutnya.
Beralih, menunjuk tangga didekat gucci. "Disitu ada jejak sepatu, masih baru gua rasa. Kaya abis nginjek tai ayam"
Ketiganya terdiam. Sama-sama memikirkan ucapan yang baru saja Lucas lontarkan. Sedikit aneh namun masuk akal.
"Jadi, daritadi lo merhatiin, Cas?" tanya Mark.
"Tch," ia berdecih. "Gua kagak segoblok itu ya bule. Walaupun ip lo lebih tinggi 0,1 daripada gua" jawab Lucas kesal.
"Suedan"
Hangyul berdiri dari duduknya. Ia berjalan menghampiri sebuah gucci berwarna hijau metalik. Sembari meraba, ia juga menelitinya.
Hangyul mengambil ponselnya, menyalakan senter guna meneliti didalam gucci.
"Surat?" gumam Hangyul. Dengan cepat, ia mengambilnya.
"Oitt, apaan tuh?" tanya Hendery ketika melihat Hangyul tengah membaca sebuah surat.
"Surat. Gua kagak paham maksudnya anjeng" keluhnya dan menyerahkan surat tersebut ke Hendery.
"Coba sini"
Mungkin hilang,
namun sebenarnya tidak.
Bersembunyi di balik
layar, seperti seorang
dalang wayang.
Hingga fajar terbit,
saat itu juga kau gagal."Gua juga noob hal ginian anjrot" serah Hendery dan menggelengkan kepalanya.
"Tolong yang punya otak bisa bantu jawab"
"Bego!"
Lucas langsung melotot kaget. "Hah?! Open BO?!"
"BEGO ANYING BEGO!!"
"Allahuma, Lucas minta disholatin"
"IHHH GAMAUUUU"
"GASUKAAA"
"GELAYYY"
Mark menatap ketiga temannya datar. "Stress bangsat" sungutnya dan berjalan mendahului meninggalkan ketiga temannya.
"Mork! Tunggu pangeraan~"
"NAJIS"
🥀
"What do you think, sir? Isn't it really cool?"
"That's cool. Tapi, mereka nggak sebodoh yang kita kira" ungkapnya sembari melihat layar monitor.
Wanita itu tersenyum miring. "Sir, kita tahu mereka kalangan pintar. Tapi dalam hal ini, mungkin mereka bodoh" tuturnya santai.
"Jangan bersantai dulu. Tahun kemaren mereka bakal berhasil kalo kita nggak segera menggeser ruanganya"
"Hehe, maaf, saya lupa" cengirnya berubah menjadi senyuman ala psikopat. "Tunggu saja, bakal saya buat sengsara"
Selanjutnya, jari lentik dengan kuku panjang berwarna merah darah tersebut, mengetik beberapa kode diatas keypad.
Setelah dirasa benar, ia menekan tombol enter pada layar. Tersenyum miring ketika ruanganya berhasil terganti. Iris hitamnya, menatap keempat pemuda yang tengah dilanda kebingungan.
"Kalian pintar, hanya saja mudah dibodohi."
TWEEDE HUIS
99—00 LINERS
TBC
Hallo!
Lama gak berjumpa hshshs
udh skitar stu blan ak gk pnya ide lanjut cerita ini :( mkanya maaf bnget telat update :(
nnti aku bkal usahain secepatnya buat ending.
mungkin ini chap-nya gak sebanyak disebelah, jdi rada cepet hehe
see u!
KAMU SEDANG MEMBACA
[2/2] tweede huis, 99-00 liners
FanficSERIES 2 "Lu kalau mau keluar, lewat sini. Jangan ke sana, bahaya." @2O21N.