10 : cerita kita

980 306 75
                                    

BRRAKK!

Ketiga pintu dari arah berlawanan terbuka secara bersamaan. Menciptakan keheningan ketika seluruh pasang mata menatap tak percaya apa yang dilihatnya.

"Kita..."

"YES! KITA KETEMU!"

Mereka sontak saling berlari menuju titik pusat dan saling berpelukan. Rasa takut dan khawatir pun perlahan menguar. Mereka percaya, jika suatu saat nanti bisa berkumpul kembali.

"Kok lo tambah kumel si Sun" celetuk Sanha setelah meneliti Sunwoo.

"Berisik bangsat"

Jaemin sedaritadi merasa janggal. Ia tak melihat sesosok sahabatnya yang belum menampakan diri. Perlahan ia mendekati Chani.

"Chan, Jeno gak ikut?" tanya Jaemin.

"Jeno katanya nyusul, ada urusan bentar. Mending kita kumpul dulu terus bahas ini" jawab Chani dan merangkul Jaemin.

Semuanya duduk melingkar di pusat ruangan. Mereka bahkan sudah saling mengenal dan terlihat langsung akrab. Namun, kebahagiaan mereka seketika sirna. Mengingat mereka tak banyak waktu disini.

"Jam berapa?" tanya Lucas dan menyenggol lengan Mark.

Mark menunjukan layar ponselnya. "Jam sembilan kurang sepuluh menit" jawabnya dan kembali mengantongkan benda pipih itu.

"Lama juga ya kita keliling gak jelas dirumah yang gak jelas pula" celetuk Hendery.

"Kalian coba cek, ada tanda titik bentuk segitiga dileher kalian ga? Barangkali ada, sini gua suntik" ujar Dino yang sudah siap dengan suntikannya.

"Tadi sempet ada si, cuma pas gua usap-usap malah ilang sendiri" Soobin menjawab.

"Mirip kayak tukang sapu disekolah ga si? Tadi gua sempet liat punya si Eric" tunjuk Sanha.

Dino menatap Eric. "Masih sakit kaga?"

Dijawab gelengan. "Kaga, bang. Udah ilang malah"

"Sekarang, kita harus apalagi?" tanya Changbin membuat seluruh manusia tampan itu terdiam.

Bagaimana caranya mereka bisa keluar? Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Dan bagaimanakah masing-masing kita bisa disini? Lalu, untuk apa kita disini?

Pertanyaan itu terus mendesak seolah ingin dijawab segera. Bahkan, sebagian dari mereka memijit pelipis masing-masing. Pusing mulai berdatangan hingga rasanya ingin meledak.

"Cape batin anjeng"

"Iya, apalagi kita dipaksa mikir gajelas gini"

BRAK!

"WOY! TOLONGIN!"

Semuanya menatap dua pemuda yang tengah membawa masing-masing satu pemuda. Ya, mereka mengenal keempatnya.

"Yeonjun—"

"ANJENG CEPET BANTU GUA! BERAT INI SIALAN"

"Ngegas mulu si congek"

"INI HAECHAN SAMA FELIX KAN???!" jerit Han dan menghampiri Jeno yang membawa Felix digendongannya.

Jeno mengangguk. Lantas merebahkan Felix ditengah mereka, disusul Yeonjun yang menggendong Haechan—ikut merebahkan pemuda eksotis itu.

"Kalian nemuin ini dimana?" tanya Hyunjin.

"Diatas, tempat si dalang disana" jawab Jeno. "Tapi dalangnya udah mati karena dapet tanda segitiga itu pokoknya"

"Terus gua ketemu Jeno yang lagi gendong si Felix juga nyeret Haechan. Katanya mah, Jeno ga sanggup gendong Haechan karena berat" tambah Yeonjun.

"Ya lo pikir sendiri, bobot si Haechan sama Jeno aja selisih lima kilo kalo gasalah"

"Ada yang nemu kotak gak?" tanya Jeno kemudian.

"Gua nemu," ucap Han. "Isinya cuma bunga mawar, sama dua botol cairan beda warna"

"Gua juga nemu, suntikan sama cairan bening" tambah Dino.

"Gua nemu kunci," ucap Seungmin.

"YAKAN EMANG DIBAWA LO BAHLUL" respon Renjun. Ingin membotaki sahabatnya itu.

"Kotak yang lain ada?" Yeonjun kembali bertanya.

"Ada di gua," Eric angkat tangan. "Tapi gak bisa dibuka" lanjutnya.

Jeno mengangguk paham.

"Tolong, campurin cairan biru itu sama yang hijau. Perbandingannya satu banding satu. Terus dicampur cairan bening dua tetes, baru dimasukin ke suntikan" instruksi Jeno.

"Waktu kita cuma enam menit" tambah Yeonjun.

"Dan lo seungmin, buka kotak yang Eric bawa pake kunci lo itu. Ambil isinya dan pokoknya pasangin aja ke novel yang Chani bawa"

"SIAP!"

Semuanya tampak bekerja. Sebagian dari mereka meracik cairan yang akan disuntikan ke Haechan dan Felix. Dan Seungmin pun sibuk membuka gembok kotak.

"Lho? Kok kaya sobekan kertas?" tanya Seungmin setelah berhasil membuka kotak tersebut.

Chani mengambil alih kertas. Membacanya sesaat, kemudian menempelkannya pada akhir halaman novel yang dia bawa.

"Isinya apa, Chan?" tanya Jaemin.

"Bahasa Belanda, isinya..."

Jeno menyuntikan cairan itu ke lengan kiri Haechan. Kemudian menyuntikannya lagi di lengan kiri Felix. Menunggu beberapa saat, tak ada reaksi.

Deguban jantung pun terdengar. Mark menatap ponselnya yang menghitung beberapa detik lagi menuju pukul sembilan malam.

"Gimana kalo ga berhasil?"

"Percaya, lo cuma butuh percaya sama takdir."

Chani menempelkan sobekan kertas itu diakhir halaman novel. "Gefeliciteerd, je bent aan het einde van het verhaal. voor je lange verhaal, levend in louter illusie.  word wakker en geniet van je leven."

"Artinya?"

"Selamat, kalian berada diakhir cerita. untuk cerita panjang kalian, hidup dalam ilusi semata. bangun dan nikmati hidupmu."

Tep!

Tepat pukul sembilan, semuanya menggelap.

end.

[2/2] tweede huis, 99-00 linersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang