08 : sebuah tanda

897 302 105
                                    

"BUSET! BAU OM OM"

Pletak!

"Matamu"

Setelah membuka kotak tersebut, mereka mendapati sebuah botol parfum juga sebuah suntikan. Hyunsuk mengamati botol berisi cairan bening itu, sedangkan Dino mengamati suntikan jarum.

"Maksudnya apaan si?" tanya Serim. Ia masih tak paham dengan keadaan.

"Cairan ini bau bunga mawar. Kaya, baunya ga asing" ungkap Hyunsuk setelah mengendus botol cairan tersebut.

"Jangan jangan bau lonte"

"Pelermu lonte"

"Ini juga suntikan buat apa dah?" tanya Dejun kemudian.

"Mungkin aja cairan ini sama suntikan ada hubungannya" argumen Dino.

"Hubungan apa?"

"Gatau juga si, soalnya gua ngasal"

"Kalo dugaan gua bener, kita hidup dalam imajinasi"

🌹

"LO HAECHAN?!"

"Saya satpol"

"LUCAS ANYING!"

Renjun bersama Jaemin menepuk-nepuk bahu orang ya diduga Haechan itu. Seraya terus memanggil-manggil namanya. "Ngomong dong, Chan. Lo gak mungkin ngilang terus bisu kan?" ucap Jaemin.

"Kalo ini bukan Haechan, terus saha dong njir?" tanya Soobin yang masih berdiri dibelakang.

"Kali aja jelmaan pudu"

Pemuda jubah hitam itu masih terdiam. Ia merasa tenang—tak terusik sedikit pun walaupun disekitarnya berisik. Terlebih lagi Lucas bersama Hendery terus bercanda.

"Kaya bukan Haechan dah" argumen Seungmin. "Haechan kan sebelas dua belas sama bang Lucas"

"Iya, berisik mulu kaya ronggeng"

Tangan pemuda jubah hitam itu terangkat keatas. Mengisyaratkan delapan pemuda itu untuk mundur sedikit. Setelahnya ia berucap.

"Kalian disini ngapain?" tanyanya.

"Nolongin lo sama Felix bego, kalo kita udah kumpul mah gak bakal ruwet kaya gini" jawab Jaemin ketus.

"Berapa lama kalian disini?"

"Seminggu? Kayaknya si"

Ia lantas tersenyum miring. "Ternyata kalian itu, jiwa yang gak sengaja masuk kesini ya?"

"Jadi sulit buat keluar."

🌹

"Kita abis ini mau kemana?" tanya Dino sembari terus mengikuti teman-temannya dibelakang.

"Sebelum nemuin si dalang, mending kita cari temen sekaligus bocah sma yang kejebak. Kan enak nanti bisa keluar bareng" usul Changbin.

Ketiganya mengangguk patuh. Kemudian mereka pun terus membuka pintu ruang yang kemungkinan berisi orang-orang yang disandera.

Lelah, lapar juga frustasi mereka rasakan. Bagaimana tidak? Hampir seharian ini mereka dibuat gila dengan clue-clue yang bahkan membuat mereka tak yakin jika itu benar.

Pasalnya, semakin mereka mengikuti clue, semakin jauh pula mereka dari rencana awal. Harusnya, dari awal mereka tak membagi menjadi dua kelompok dan berpisah seperti.

Rasa penyesalan pun datang perlahan, namun mereka sendiri tak mau termakan ego juga tak mau menyerah seperti ini. Dan berakhir mengenaskan.

Tok tok!

Mereka berempat menoleh ke sumber suara. Suara ketokan pintu pun semakin keras dan berat. Memaksanya untuk segera membuka pintu.

Changbin mendekat—memegang knop pintu.

Ceklek!

Terbuka, namun kosong.

Tok tok!

"Tolong!"

Suara itu lagi, namun terdapat suara meminta tolong.

Kali ini Hyunsuk yang mendekat. Berusaha yakin, jika instingnya untuk membuka pintu ini tak salah. Ia memegang knop pintu—bersiap untuk membukanya.

Ceklek!

"Ka-kalian kenapa?" Hyunsuk terbata. Ketika melihat tiga bocah sma tengah memegang lehernya.

"Leher kita sakit, bang. Kaya ada yang nyuntik" ucap salah satunya, Hyunjin.

"Kok bisa?" tanya Dejun dan menghampiri ketigannya guna mengecek keadaan.

"Iya, rasanya kaya nyata"

Dejun mengangguk. Netra gelapnya melihat area leher Hyunjin yang terus meronta—karena sakit, panas, juga pegal secara bersamaan.

"Ini kenapa bentuknya segitiga? Aneh" ungkap Dejun setelah mengecek leher Hyunjin.

Sontak Hyunjin melotot. "Anjeng! Masa sih bang?" tanyanya terdengar kaget.

"Ini juga, sebuah titik tapi membentuk segitiga" Dino menunjukan leher Baejin ke Hyunjin.

Hyunjin menatap Baejin dan Bomin, dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Sebentar lagi, ya? Waktu kita gak banyak"

🌹

"Jeno,"

"Apa?"

"Ini yang mainin kita gak sih? Cewe yang pernah dateng ke uks?" tanya Chani dan menunjuk seorang wanita yang tergeletak mengenaskan dilantai.

"Iya, cewe yang ngasih cangkir itu" imbuh Sunwoo.

Jeno mengikuti arah tunjuk Chani—sembari mengamati wanita tersebut. Netranya menangkap sebuah tanda dilehernya.

"Loh? Ini kaya bekas suntikan tukang sapu pas disekolah kan?" Sunwoo menunjuk leher sang wanita.

Jeno mengangguk. "Iya, gua inget. Tapi kenapa bisa gini ya? Padahal gua berniat bacok dia"

"Serem anjg"

"Gaes"

Jeno bersama Sunwoo menatap Chani. "Apa?"

"Ada surat"

"Coba baca"

Dalam dunia ini, kalian berbeda
ilusi tak mampu membawa harapan terjadi.
jika ingin segera keluar,
bawalah temanmu dan jangan sampai memiliki tanda segitiga ini. sebelum semuanya terjebak dalam
keabadian.

tbc.


hallo!
mungkin di 2nd book ini, chapnya lbh pndek dri book awal ya, soalnya klo chapnya sma nnti mlah ga nymbung wkwk. alurnya sdikit aku cpetin jg biar ga bosen :D

hope u like it!

[2/2] tweede huis, 99-00 linersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang