Part 10

122 25 0
                                    

Hai gais ^^
Maaf ya ditinggal lama, hehehe.
Disarankan kepada kalian untuk membaca ulang ceritanya (terserah mau dari awal atau part sebelumnya) karena dikhawatirkan lupa sama ceritanya dan jadi bingung sendiri. Soalnya, aku pun baca ulang dari awal karena lupa alur wkwkwk.

(Kalo dari awal cerita ternyata ada yang aneh, langsung komen ya, biar bisa aku perbaikin.)

Selamat membaca gais ^^

*****

    "Tunggu! Kita beneran makan tikus tanah itu?" Woozi menunjuk bangkai tikus tanah yang sedang Ren potong menggunakan pisau besar.

    "Emang siapa yang bilang kalo kita makan tikus ini?"

   "Tadi, wanita itu yang bilang kalo makan malam kita adalah tikus." Woozi menunjuk Somi. Somi terkejut, dia tidak terima disalahkan oleh Woozi. "Kapan aku bilang kalo kita makan tikus?"

   "Tadi." Woozi berucap yakin. "Tadi kamu bilang kalo tikus ini adalah untuk makan malam."

   "Ya, aku emang bilang kalo tikus tanah ini jadi bahan makan malam. Tapi, bukan buat kita." Somi menjelaskan.

   "Terus buat siapa?" tanya Vernon.

   "Buat para monster di balik batu itu." Nayoung menunjuk batu besar yang terlihat seperti pembatas kawasan.

   "Ada monster lain selain tikus tanah itu?" Seungcheol menatap Nayoung. Nayoung mengangguk. "Aku dan teman-teman timku belum pernah berhasil ngelewatin itu. Kami selalu gagal. Lalu, yang tersisa pun cuma aku dan Somi."

   "Yang lainnya?"

   "Mati dimakan moster," jawab Somi setelah meneguk air yang dia bawa di botol plastik. Semuanya terdiam, mereka memikirkan cara untuk selamat, apalagi setelah mendengar kenyataan bahwa mereka bisa mati termakan.

   "Hei, kamu! Nama kamu, somi, kan?" Vernon mendekat. "Minta minumnya, dong. Haus banget."

Somi menatap heran ke arah Vernon. Bisa-bisanya dengan mudah Vernon meminta minum kepadanya tanpa rasa malu.

   "Ini." Botol minum diserahkan kepada Vernon.

   "Kalian dapet minum darimana?" tanya Seungcheol.

   "Kami dapet botol plastiknya dari supermarket. Lalu saat airnya habis, kami mengisinya dengan air danau di dekat sini. Kebetulan airnya jernih," jawab Nayoung.

   "Hhhh..." Jun sedikit bergerak dan membuka matanya perlahan.

   "Nah, sadar juga anak itu." Woozi menatap Jun yang sudah mendudukan dirinya sambil menatap bingung pemandangan sekitar.

   "Kita dimana?" tanya Jun.

   "Markas kita," jawab Ren.

   "Mana monster-monster itu?" Jun menatap sekeliling.

   "Mereka udah pergi. Gak usah dicariin, nanti dateng lagi," ucap Vernon. Jun bergidik ngeri, membayangkan wujud monster tikus tanah tadi.

Kruyuk... kruyuk... kruyuk...

   Seungcheol memegang perutnya yang baru saja berbunyi. "Apa ada makanan?"

Nayoung tertawa pelan, kemudian menoleh ke arah Ren. "Ren, cepat selesaikan itu dan mulai bakar ikannya!"

   Ren mengangguk, "baiklah, Nayoung."

   Setelah selesai memotong bangkai tikus tanah, Ren pergi ke belakang pohon dan kembali dengan membawa tiga ekor ikan yang sudah tidak bernyawa.

   "Nayoung, kita cuman punya tiga ikan. Gimana dong?" Somi menatap Nayoung.

   "Mereka suruh makan daging tikus tanah aja," gurau Ren.

   "Heh! Gak mau lah," protes Woozi.

Ren terkekeh. "Aku hanya bercanda. Kalian bisa memakan satu ekor ikan untuk dua orang."

Somi mengangguk, "ide bagus."

Ren pun mulai mengurusi ikan-ikan tersebut. Nayoung membantu Ren dengan menjaga apinya agar tetap menyala. Kemudian mereka pun mulai membakar ikan-ikannya.

   Beberapa jam berlalu, mereka semua sedang asyik berbincang setelah makan malam, bertanya tentang banyak hal, termasuk tentang dunia yang kini sedang mereka masuki.

   "Lalu, gimana cara kita keluar dari sini?" tanya Vernon.

   "Menyelesaikan misi utamanya," jawab Somi, "membunuh raja dari para monster."

   "Dimana letak si raja itu?" Seungcheol ikut bertanya.

   "Kalau tau, udah sejak awal mereka lolos dari sini," ujar Ren.

   "Sebenernya kamu siapa sih?" Jun menatap tubuh besi Ren.

   "Aku robot yang di program game ini. Cuman aku udah gak dipakai lagi karena sistem udah menciptakan robot versi terbaru. Jadi, bisa dibilang kalau aku adalah robot yang udah gak berguna."

   "Baru kali ini aku menemukan robot yang punya banyak ekspresi," ucap Woozi.

   "Aku begini karena sistem kami emang menciptakan robot yang emosinya kayak manusia. Ditambah lagi karena programku yang udah gak bekerja di game ini, jadi aku bisa berbuat sesukaku."

   "Berarti dalam kata lain, kamu udah mati?"

   "Kalau maksudmu mati di dalam sistem, jawabannya, ya. Aku udah mati dan seharusnya ada di tumpukan besi-besi karatan. Tapi, wanita-wanita cantik ini yang menghidupkanku dan membuatku bisa bergerak lagi."

   "Kenapa kalian bisa menghidupkan dia?" tanya Seungcheol. Nayoung menggeleng, "Kita juga gak tau. Waktu itu aku gak sengaja menekan tombol merah yang ada dibadannya, terus tiba-tiba dia bergerak."

   "Sistemnya emang gak terhubung sama game ini, tapi setidaknya dia masih mengingat beberapa lokasi di dunia ini yang belum diubah oleh program." Somi tersenyum, "Sejauh ini, dia udah cukup membantu kami."

   "Emm, lalu, apa rencana kalian besok?" Woozi menatap Nayoung dan Somi bergantian.

   "Karena kebetulan ada kalian bersama kita, kayaknya rencana bakal berjalan lebih mudah," Nayoung tersenyum senang. "Besok kita bakal melewati kawasan monster-monster itu."

   "Tapi, kita gak punya senjata," ucap Jun.

   "Tenang, kita punya banyak, kok." Ren muncul dari balik pohon sambil membawa beberapa buah pistol yang sepertinya cukup untuk mereka semua.

   "Oh iya." Suara Nayoung menarik perhatian mereka. "Besok, kalian harus bisa nembak kalau masih mau hidup."







>>>>>>>>>> TBC

Sorry ya gaes, pendek banget huhuhu.
Kalian gak pergi kan? Apa masih ada orang di book ini?? Helooo...
Maaf ya aku bikin kalian nunggu sampe 2 tahun :)
Semoga kalian masih tertarik sama cerita ini. See you ^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Log In | SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang