d u a

287 78 284
                                    

Dia juga merasakannya? batin Eliza.

Sein menatap lurus ke arah Selatan, seolah yakin ada sesuatu di sana. Eliza mengikuti arah pandang pemuda berkulit putih itu. Setahunya tidak ada apa pun di sana, kecuali satu. Argolen, hutan tempat para penyihir gelap bersemayam.

Argolen sudah tidak menjadi bagian kerajaan Shotenive lagi sejak sepuluh tahun yang lalu. Saat itu terjadi peperangan antara kerajaan dengan Myhr -para penyihir gelap- karena mereka berkhianat.
Dibantu Navriel atau penyihir putih, kerajaan Shotenive berhasil memenangkan pertempuran.

Myhr diusir dari wilayah kerajaan. Untuk mengantisipasi adanya pemberontakan, mereka diperbolehkan tinggal di hutan bagian Selatan kerajaan, Argolen. Setelahnya, Argolen resmi dinyatakan bukan bagian dari Shotenive dan bebas menjadi wilayah kekuasaan para Myhr.

Eliza semakin sesak saat atmosfer aneh terasa semakin kuat. Gadis beriris biru safir itu merasakan energi negatif di mana-mana, membuat malam ini semakin mencekam. Rasa tidak nyaman, gelisah, takut, dan mengintimidasi hadir bersamaan dengan berembusnya udara dingin.

"Suasana apa ini?" Kewaspadaan Eliza meningkat. Gadis itu memegangi gagang dari pedang yang terlampir di pinggangnya, bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan yang terburuk.

Suara patahan ranting membuat Eliza terkesiap. Ia mencabut pedangnya dan berputar ke belakang, mengarahkan senjata tajamnya ke sumber suara secepat kilat. Sontak terdengar suara desingan pedang yang cukup keras. Pedangnya berbenturan dengan sesuatu.

Netra Eliza membulat. "Sein?"

Ya, kini pemuda itu tengah berdiri di hadapan Eliza. Ia menahan serangan Eliza dengan pedangnya yang sedikit lebih besar.

"Pulanglah. Kau tidak cocok berada di sini," ujar Sein dengan tatapan dingin sambil menurunkan pedangnya.

Eliza menautkan alisnya. "Apa-apaan?"

Sein langsung berbalik pergi meninggalkan Eliza yang tak mengerti. Pemuda itu sukses membuat Eliza kebingungan di tengah keadaan yang aneh seperti ini. Namun, Eliza menyadari sesuatu. Saat Sein berada di sekitarnya, energi negatif tadi tidak terasa mengintimidasi. Sekarang kepergian pemuda itu seolah mengantar kembalinya energi negatif dan atmosfer tidak mengenakkan itu.

Eliza menoleh lagi ke arah hutan Argolen, lalu mengamati sekeliling. Sein sudah tidak ada, hanya dia seorang yang masih berada di bukit. Angin bertiup lebih kencang dari sebelumnya. Perlahan tapi pasti, kekencangan angin semakin meningkat. Rumput dan pohon-pohon mulai bergoyang. Topi jubah yang dikenakan Eliza juga terbuka, membuat rambut cokelatnya berantakan diterpa angin.

"Menyebalkan! Aku tidak suka rambutku berantakan. Sepertinya aku memang harus pulang."

Eliza melampirkan kembali pedangnya di pinggang dan berlari turun dari bukit. Dengan lincah, ia melompati akar-akar pohon yang timbul di atas tanah. Tak butuh waktu lama, gadis itu kembali ke rumah.

 Tak butuh waktu lama, gadis itu kembali ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beauty is ....Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang