d u a p u l u h d u a

127 51 72
                                    

Suara teriakan itu semakin mendekat. Sein beserta laki-laki lainnya langsung melangkah ke depan untuk melindungi Eliza dan Arabella. Dari kejauhan terlihat akar berwarna hijau gelap menarik seorang gadis lalu melemparkannya ke arah mereka. Dengan pergerakan yang sangat cepat, Tuan Zelphar langsung menangkap gadis itu.

"Cepat sekali," gumam Eliza.

Gerakan Tuan Zelphar memang terlampau cepat. Yang lain baru bergerak satu senti, Tuan Zelphar sudah sampai.

"Kau tidak apa-apa?" tanya pemimpin d' Aurberlin Forest itu sambil menurunkan gadis yang berhasil ia tangkap.

Gadis itu mengangguk dengan napas memburu. Penampilannya berantakan. Ujung gaun merahnya dipenuhi bercak tanah dan sobek di beberapa bagian. Bibirnya pucat. Terdapat sekitar tujuh luka goresan di lengan, leher, dan wajahnya. Eliza, Arabella, dan tiga pemuda di depannya langsung mendekat untuk melihat keadaan gadis itu.

Eliza membulatkan matanya. "Kau? Kau ada di sini?"

Gadis itu mendongak. Dia menatap Eliza. Sontak ia menampilkan ekspresi yang sama seperti Eliza. "Kau?"

"Kalian saling kenal?" tanya Arabella yang menatap mereka bergantian. Begitu pula dengan yang lain.

"Aku bertemu dengannya saat perjalanan menyelinap ke istana. Aku bersembunyi di balik kereta kudanya untuk menghindari pemeriksaan penjaga gerbang. Aku tidak menyangka dia juga terhisap masuk," jelas Eliza.

"Siapa namamu? Aku hanya mengingat kalau kau gadis pencinta bebek bakar."

"Zeloise. Namaku Zeloise."

"Baiklah, Zeloise. Mari ikut dengan kami. Kau butuh perawatan," tutur Tuan Zelphar ramah.

Arabella membantu Zeloise berdiri dan memapahnya. Eliza dan yang lain mengikuti dari belakang. Dua Pixie juga mengikuti Tuan Zelphar. Mereka harus menyembuhkan luka-luka yang ada di tubuh Zeloise.

Setibanya di sisi depan hutan, Zeloise menerima perawatan dari para Pixie. Gadis berambut pirang itu duduk di daun yang sempat menjadi tempat tidur Eliza sebelumnya. Walau terlihat baik-baik saja, tapi Zeloise sangat syok. Terkadang dia melamun, badannya gemetar, dan mudah kaget. Saat ditanyai sesuatu, Zeloise harus berpikir keras.

"Apa kau yakin dia baik-baik saja?" tanya Eliza ragu pada Tuan Zelphar.

Pria itu mengangguk. "Dia baik-baik saja. Dia hanya syok karena belum terbiasa dengan dunia ini."

"Manusia yang masuk ke sini tidak akan terbiasa. Kedatanganku di dunia ini saja disambut oleh Centaur dan Ogre yang kelaparan. Mengerikan." Eliza bergidik saat mengingat dirinya yang jatuh bangun menghindari dua monster aneh itu.

Seorang gadis dengan mahkota emas yang melingkar di kepalanya mendatangi mereka. Tampak manis dan mempesona. Belum lagi tubuhnya yang tinggi dan ideal. Ah, sudahlah. Itu sudah menjadi ciri khas bangsa Elf. Eliza menatap gadis itu lekat. Dia sangat anggun dan berwibawa. Siapa dia?

"Ayah, makan siang sudah siap," tuturnya dengan penuh kesopanan.

"Baik. Oh, iya. Aku lupa mengenalkan putriku pada kalian. Dia putriku satu-satunya. Namanya Farora Elfaron."

Gadis berkulit putih bersih itu tersenyum seraya menundukkan kepala. Mungkin itu cara mereka menunjukkan rasa hormat.

Bahkan namanya saja cantik. Sudahlah! Masa bodoh! Kenapa aku harus memikirkan itu? batin Eliza kesal.

"Mari ikut saya." Tuan Zelphar kembali memimpin jalan. Eliza, Arabella, Zavier, Sein, dan Leerios kembali mengikuti dari belakang. Sedangkan Farora menemani Zeloise yang masih beristirahat. Bahkan gadis itu berusaha menenangkan Zeloise yang terlihat agak ketakutan.

Beauty is ....Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang