Dua Belas;

241 21 13
                                    

°°°NOT ALONE°°°
|||
|

Mafia menang? Hanya tersisa mereka berdua, Minghao dan Seungkwan dengan identitas yang sudah dikonfirmasi satu sama lain, lalu siapa mafia diantara mereka?

Lampu perlahan kembali dinyalakan membuat suasana mencekam kembali terlihat dengan jelas. Mayat-mayat hidup yang dibangkitkan kembali mati, menyisakan jasad yang sudah tidak karuan bagaimana bentuknya.

Gedung mewah yang tadinya menawan dengan kemegahan berubah menjadi tempat eksekusi tak manusiawi, game mafia sialan sudah berakhir.

Seungkwan terduduk di lantai, begitu juga Minghao. Mereka saling pandang.

"Mafia menang?" Tanya Seungkwan pelan, "jadi kau adalah mafianya?"

Perlahan Minghao mengangkat tangannya yang sudah berlumuran darah, sejak awal game ialah yang paling banyak membunuh player.

"Aku hanya diberi peran," balas Minghao, ia menunduk, "sama sepertimu."

Bersusah payah Seungkwan kembali mengatur nafasnya, ia benar-benar tak menyangka orang yang selama ini selalu berada di dekatnya adalah mafia yang berusaha diterka-terka di setiap ronde.

Minghao diam, rasa sedih, senang, marah dan bingung bercampur aduk hingga ia tak tahu harus bagaimana. Dan lagi, permainan sudah berakhir, dia sudah menang, tidak perlu khawatir lagi.

Lantas? Mereka harus apa lagi?

Minghao segera berdiri dan berlari menuju pintu utama.

Brak! Brak!

Minghao menubrukkan tubuhnya dua kali pada pintu kayu besar di depan, namun sayangnya tak berefek apa-apa pada benda kokoh itu, sebaliknya Minghao malah merasakan sakit pada bahu dan juga punggung.

"Karena mafia yang memenangkan game ini, kita harus memberi hukuman kepada player yang tersisa."

Minghao dan Seungkwan menoleh serempak ke sumber suara. Betapa terkejutnya mereka begitu mengetahui ada satu player lain yang ternyata masih hidup, dan sekarang berjalan mendekat.

"S-seungcheol hyung!"

Seungkwan berseru sementara Seungcheol tersenyum ngeri, berdiri diantara dua orang yang menatap bingung padanya.

"Bukannya kau sudah mati?" Tanya Minghao pula.

Seungcheol menggeleng, "jika aku sudah mati, siapa yang berdiri di depanmu sekarang?"

Seungcheol berbalik, menuju ke arah Seungkwan lalu mengulurkan tangan.

"Permainan yang seru bukan?"

Seungkwan bergidik ngeri saat Seungcheol membawanya bangkit, mereka berdiri bersebelahan mengarah pada Minghao.

"Tidak ku sangka mafia yang akan memenangkan game ini," lanjut Seungcheol lagi.

"Sebenarnya apa identitasmu?" Minghao terpaku, selama permainan ia sering mencurigai Seungcheol memiliki sebuah peran. Peran yang bisa saja membunuhnya, tetapi ketika mengetahui identitas dokter dan polisi Minghao tak lagi menuduh hal-hal buruk pada Seungcheol, tetapi sekarang itu patut dipertanyakan.

Seungcheol mengembangkan senyum, "menurut kalian?"

Seungkwan melebarkan matanya begitu sadar, "kau adalah Mr. Y!"

"Bukan Mr. Y, tapi Mistery."

Minghao berdecih kesal, peran yang selama ini ia cari-cari, ternyata Seungcheol yang memegang kendali atas mereka semua.

"K-kenapa kau melakukan hal ini pada kami?" Tanya Minghao dingin.

Seungcheol meregangkan otot-otot tangannya yang pegal karena terlalu banyak bergerak, "bukan kah seharusnya aku yang bertanya, mengapa kalian melakukan hal itu padaku dulu?"

Ingatan Minghao dan Seungkwan kembali pada tujuh tahun lalu, mencari-cari kenangan mereka bersama Seungcheol yang ternyata berisi memori-memori yang sangat buruk.

Seungcheol tersenyum, "sudah mengingatnya? Sebenarnya bukan itu saja. Perusahaanku juga sedang berada di ambang kehancuran, aku butuh beberapa tumbal agar bisnisku lancar. Jika aku langsung membunuh kalian rasanya tidak menyenangkan, karena itulah game ini diciptakan. Bagaimana? Mungkin lain kali aku harus main lagi, mungkin saja saat itu warga yang akan menang."

Seungkwan bergidik ngeri, Minghao yang memenangkan game pun juga ikut ketakutan mendengarnya. Mereka sedang berhadapan dengan psikopat sesungguhnya.

"Dan Minghao, karena kau memenangkan gamenya, kau bisa memberikan hukuman kepada Seungkwan."

Seungcheol tersenyum, menatap Minghao lekat lalu beralih pada Seungkwan yang berposisi sebagai korban, sekarang.

Perlahan Minghao menoleh pada Seungkwan, pria itu menggeleng.

"J-jangan Hao hyung! Aku sudah melindungimu sepanjang game, jangan bunuh aku!"

Seungcheol tersenyum melihat ekspresi ketakutan Seungkwan, padahal Seungkwan itu sudah sekarat, apa lagi yang harus Seungkwan pertahankan? Dia akan mati cepat atau lambat.

"Atau agar lebih seru kalian harus saling membunuh seperti di game?" Tawar Seungcheol lagi.

Keduanya serempak menggeleng. Seungkwan bersimpuh di sebelah Minghao, memeluk kaki jenjang Minghao memohon ampun, "j-jangan bunuh aku, aku akan melakukan apapun untukmu, tolong jangan bunuh aku."

Minghao diam, mempertimbangkan keputusan yang harus cepat diambil sebelum Seungcheol merubah pikirannya untuk membunuh mereka berdua sekaligus.

"Tolong hyung..."

Minghao menatap ke bawah, Seungkwan sampai nyaris bersujud padanya. Minghao sudah memutuskan 'hukuman' apa yang akan ia berikan pada Seungkwan. Berjongkok hingga tinggi mereka sama, Minghao tersenyum tipis menatap Seungkwan yang ketakutan di hadapannya.

Seungcheol tersenyum, membiarkan Minghao memberikan hukuman.

Tanpa diduga Minghao memberikan pelukan pada Seungkwan, tersenyum lembut, "aku tidak akan membunuhmu."

Mendengar ucapan Minghao, Seungkwan langsung menumpahkan air matanya. Tak peduli dengan seluruh rasa sakit yang ada, ia sampai bersujud di kedua kaki Minghao.

"Aku membebaskanmu, tapi kau harus bisa membawa orang lain untuk bermain game mafia hantu ini sekali lagi. Seperti kata Seungcheol, mungkin warga yang akan menang pada kesempatan selanjutnya."

Baik Seungcheol ataupun Minghao, rasanya semuanya gila. Seungkwan tidak bisa mengikuti perintah Minghao karena ia tidak mau ada korban selanjutnya, namun jika ia tak menurut ia akan mati tak lama lagi.

"Bagaimana hm?"

Perkataan Minghao semakin horor saja.

"Kenapa?! Kenapa aku harus melakukan hal itu?!" Seungkwan berteriak kencang, ia benar-benar frustasi.

Minghao menghela napas, iq menyingsing lengan bajunya hingga menampakkan bekas luka berbentuk huruf Y di lengan kirinya.

"Karena aku melakukan hal yang sama agar bisa tetap hidup. Jadi bawalah orang lain ke permainan ini dan jadilah mafia di game berikutnya."

▪︎▪︎▪︎

Pernah ga sih lu lupa upload bagian ending selama 3 tahun setelah cerita lu dipublish? Itu kelakuan saya :)
Pantes para pembaca ngeluh kok bagian akhirnya ngegantung padahal aku ngerasa engga. Mohon maaf banget ya teman-teman.
Btw, rill aku baru sadar nih cerita bagian endingnya ga ada pas baca ulang di hari ini 04052024. Bener-bener 3 tahun setelah bagian terakhir dipublish, sebagai hadiah saya akan otw menulis bagian klarifikasi teori juga.
Selamat menikmati dan maafkan saya. 

✔NOT ALONE [SEVENTEEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang