Sembilan;

376 59 11
                                    

°°°NOT ALONE°°°
|||
|

"Ketimbang Jeonghan hyung atau Seungcheol hyung aku lebih percaya dengan diriku sendiri."

Nafasnya terus menggebu, dadanya ikut naik turun berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, sangking takutnya Seungkwan tak bisa menjawab apa-apa atas perkataan Minghao, tubuhnya bersandar pada rak buku, tempat dimana ia mencari petunjuk bersama Vernon sebelum ini, sungguh Seungkwan sempat berpikir negatif soal Minghao.

Minghao juga duduk bersandar menghadap Seungkwan, waktu mereka tinggal enam puluh menit saja, keputusan Minghao untuk membebaskan Seungkwan tidak salah juga, ia akan punya rekan satu tim, setidaknya Seungkwan tidak akan memvoting dirinya.

"Jisoo hyung," Minghao bergumam, merogoh saku, "aku tidak percaya dengannya."

"Aku juga," sahut Seungkwan cepat, nafasnya nyaris putus jika bukan karena Minghao yang tiba-tiba menodongnya dengan pisau.

Minghao melirik pada Seungkwan lalu menggeser layar ponsel untuk memperlihatkan video yang sudah ia lihat duluan.

"Warga biasa bisa melakukan ini?"

Empat puluh menit sebelumnya.

Jisoo kembali dari ruang depan, ia tak bisa menemukan Jeonghan dan malah terjebak di antara koridor menuju ruang utama dan ruang depan.

Entah sebuah keberuntungan atau bukan, Jisoo menemukan ruangan lain setelah tak sengaja memukul-mukul tembok agar di lepaskan, dibalik sebuah lukisan yang memanjang dari atas ke bawah muncul sebuah lorong panjang.

Jisoo tak berpikir panjang, terjebak di koridor membuatnya nyaris gila, ia segera merogoh ponsel untuk mendapatkan pencahayaan menyusuri lorong gelap, sendirian.

Lorong itu berakhir pada sebuah ruangan kecil berwarna serba putih, lampu menyala dan lorong yang Jisoo lalui tertutup, Jisoo panik.

"H-hallo?"

"H-hallo?"

"H-hallo?"

"Hallo?"

Sial, Jisoo hanya bisa mendengar suaranya sendiri yang bergema. Jisoo mencoba tenang, merapatkan diri dengan tembok untuk mencari jalan keluar, beberapa kali juga menghantamkan tinju pada tembok namun yang ia dapati hanyalah buku-buku jarinya yang memar dan mulai remuk, darah keluar dari luka akibat tindakan Jisoo sendiri.

Waktu berlalu, terjebak di ruangan serba putih tanpa ada orang lain, Jisoo mulai kehilangan akal sehatnya, cepat-cepat Jisoo meraih ponsel mencari nama kontak yang bisa ia hubungi.

Dapat!

Tut... tut... tut...

"Dilarang menyebarkan game ini ke orang selain player, semua player akan mati."

Jisoo tak peduli, nomor yang ia tuju berdering, akan diangkat sebentar lagi. Jisoo tak berpikir panjang, jika semua player mati maka permainan berakhir.

Shutt...

Srakk...

Tubuh Jisoo terangkat lalu dihempaskan dengan kuat, Jisoo meringis memegangi dadanya yang terasa nyeri, ponselnya berhamburan di lantai.

"Jisoo."

Menahan nyeri yang semakin menyeruak, Jisoo perlahan menengadahkan kepalanya. Jeonghan berdiri tepat di hadapannya.

"Maaf aku menendangmu barusan," ucap Jeonghan pelan, bicara tanpa ekspresi.

Jisoo hampir mati karena hal itu, haruskah ia memaafkan Jeonghan? Sungguh, ia masih menahan nyeri sampai sekarang.

✔NOT ALONE [SEVENTEEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang