| NEW STORY |

2.2K 175 75
                                    

Seokjin kembali pulang ke apartment saat sore hari. Sebenarnya pria cantik itu melarangnya untuk kembali. Bahkan menawari untuk tinggal bersama. Namun ntah mengapa ada ketakutan tersendiri baginya.

Sendirinya takut jika rasa suka pada sang atasan akan semakin dalam.

Takut bila ia semakin berharap penuh akan kehadirannya untuk menjadi kekasih di dunia nyata.

Dunia yang sebenarnya, tanpa adanya kontrak.

Pria tampan itu melangkah lesu memasuki rumah susun sewa sederhana. Merebahkan diri pada punggung sofa.

Menatap langit langit dalam diam.

"Bolehkah aku berharap lebih dari sekedar perjanjian omong kosong itu? Orang waras mana yang akan tahan dengan pesona bak dewa yunani sepertinya?"

Seokjin memejamkan mata. Ia mengusap wajah dengan telapak tangan.

"Ya Tuhan, apa aku berbuat kesalahan dengan menandatangani kontrak itu? Apa aku sudah melangkah terlalu jauh?"

"Apa yang harus kulakukan?" lanjutnya dengan suara parau.

"Hyung, ada apa?"

Tetiba saja sang sahabat sudah berdiri di samping dengan wajah membengkak.
Pria Min baru saja terbangun dari tidur lelapnya. Mengambil duduk di seberang dengan kursi dapur.

"Yoon, kau sudah bangun?"

"Ada apa? Berbagilah denganku. Bukankah kau habis bersenang senang dengan boss mu?" ucapnya di akhiri dengan tawa sumbang.

Seokjin melempar gumpalan tissu kotor ke arahnya.

"Bukankah memang begitu? Ceritalah"

Kim tampan itu membasahi bibirnya sebelum melanjutkan pembicaraan mereka. Menarik nafas dalam dalam. Sambil menunduk,

"Dia memintaku untuk menjadi kekasih pura puranya setelah kita tidur bersama"

Yoongi terdiam sesaat. Fikirnya mencoba mencerna kalimat sakit tersebut satu per satu.

"Lalu?"

"Dia menyodoriku surat perjanjian. Dan memintaku untuk menyetujui itu." lanjutnya dengan mata terpejam, mengingat memori dimana hatinya hancur saat membubuhkan hitam di atas putih.

"Dan aku melakukannya, Yoon"

"Kau mencintainya?"

Seokjin mengangkat wajahnya. Manik hazel itu terlihat memerah. Tak jauh berbeda dengan leher hingga daun telinga. Lelaki dominant itu berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol emosi yang meletup saat ini.

"Apa aku harus menjawab pertanyaanmu? Setelah kedekatan kita selama ini. Hingga ~ "

Butiran bening dari kelopak mata lolos begitu saja membasahi pipi.

"Hingga tidur bersama, apa sebagai manusia normal kau masih bisa mengontrol perasaanmu?"

"Dia bahkan memanggilku dengan kata sayang. Apa itu semua tidak berarti apapun baginya?"

Lelaki pucat itu termenung. Jemarinya memijit dahi yang berkerut. Ia tak menyangka jika hal sesimpel ini akan berbuntut menjadi rumit.

"Hyung, aku mengerti perasaanmu. Aku tak bisa menyalahkanmu atas hal ini. Tapi sebagai dominant, ku harap kau bisa bijak dalam mengontrol perasaanmu."

Lelaki berbahu lebar menatap seksama prisensi sang sahabat.

"Jika memang kau mencintainya, manfaat kesempatan emas ini untuk membuktikan bahwa kau memang menginginkan pria cantik itu. Buatlah dia nyaman akan kehadiranmu. Buatlah dia jatuh cinta padamu. Aku tahu, kau sangat ahli dalam hal ini. Mainkan peranmu dengan baik. Jangan lewatkan kesempatan sekecil apapun."

| B A B Y B O S S | JINVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang