Part 18 { Jiwa Yang Terkurung }

174 16 0
                                    

Pov Mira

Tubuh ini terluka parah. Sialan! Kuat sekali ilmu putri ikan itu, dia tercipta dari mahkotaku yang pecah kala itu. Tapi malah kekuatannya tak bisa aku imbangi seperti ini, bedebah! "Gumamku" kalau saja aku masih kuat seperti dulu pasti akan aku habisi perempuan ikan itu, "kataku di depan para pengawal istana."

Mereka yang hanya menatap kedua bola mataku serta ekspresi meringis membuat suasana menjadi garang di dalam istana, aku tak menyangka bahwa rasa sakit ini begitu parah. Belum lagi Revan telah pergi entah kemana larinya, mereka bisa lolos dari istana yang telah banyak para pengawal tengah menjaga di seluruh ruang dan lorong.

"Apa kalian memandangku seperti itu," bentakku pada pengawal yang hanya berdiri di depan wajah ini.

"Ma—maaf, ratu," sahut mereka serempak.

Kemana Revan pergi? "tanyaku pada mereka" dan kenapa mereka bisa kabur dari istana kita. Bukankah kalian sedang berjaga saat itu! "paksaku untuk mendapatkan jawaban dari mereka berdua."

"Mereka meloloskan diri dengan melompat dari belakang istana, ratu." balas mereka.

"Apa? Bagaimana bisa kabur lewat belakang istana, bukankah aku sudah memagar arah luar?" mulut mengumam mengarah mereka lagi.

"Ayah—ratu yang membuka sebelum dia pergi meninggalkan istana," sahut dari salah satu pengawal.

"Oh, jadi kalian sudah bersekongkol atas kepergian ayahku yang memabawa mustika itu?" paksa diri ini lagi.

"Ma—maaf ratu."

"Malam ini ikut aku mencari kemana Revan berada, kita telusuri hutan ini, sekarang!" perintahku sontak membuat mereka takut.

Kaki ini membawaku untuk pergi mencari keberadaan Revan berada, dengan di temani pengawal istana berjubah merah kami mendatangi arus sungai tempat dimana awal aku membawa Revan ke istana. Dalam benak ini percaya bahwa mereka sedang ada di sana, sesampainya di tempat tujuan tak ada satu orang pun. Rasa yang membuat isi otak ini bertambah kesal sesekali mengambil napas panjang berulang-ulang tentang kepergian dari suamiku tercinta.

Langkah kaki membawa kami menuju tepi sungai, bekas tapak manusia yang sedang tercium baunya membuat hidung ini merasakan aroma darah segar.

"Kalian mencium sesuatu?" Aku nanya pada mereka.

"Iya ratu, seperti bau manusia yang baru saja melintasi jalan ini," balas mereka serempak.

"Ayo, kita lanjutkan perjalanan." suruhku lagi.

Semakin lama berjalan semakin terasa bau manusia, aku mengarah sebuah tepi sungai yang hampir melewati batas wilayah kekuasaanku. Rasa takut akan kehadiranku membuat raja pemilik wilayah timur mengerti akan diri ini, kini langkah berhenti tiba-tiba ketika menginjak perbatasan.

"Ratu, kenapa berhenti?" tanya mereka.

"Bukankah ini adalah batas wilayah kekuasaan kita?" aku nanya serius pada mereka.

"Tidak apa-apa ratu, ini sudah larut malam. Mana mungkin mereka menemui kita di sini," celetuk dari salah satu pengawal istana.

"Kalian benar, ayo kita lanjutkan!" suruhku.

Berjalan dengan lima langkah membuatku mendengar bahwa ada yang hadir di sekitar kami, suara seperti sayap terbang membuatku heran. Aku kembali berhenti dan tak melanjutkan tapak kaki ini, kedua bola mata menoleh arah kanan dan kiri sembari waspada dengan suara yang datang secara tiba-tiba. Kekuatan yang lumayan dahsyat tengah berada di sekitar kami berpijak, aku mengumpulkan energi dan membuang kekuatan mengarah kiri semak belukar. Brak ... Dum ...!

"Keluar kalian dari situ," cetusku tanpa membuang pandangan mengarah kiri.

"Hahaha ... hebat juga kau ratu, bisa mendeteksi keberadaan kami." sahut dari pengawal kerajaan timur.

"Mau apa kalian mengikutiku?" aku nanya.

"Sudah malam, masuk wilayah orang tanpa izin. Apa kamu tidak cari masalah dengan kami," ancam mereka berjumlah sepuluh kali lebih banyak.

Untuk saat ini kami kalah jumlah, tetapi untuk mengalahkan mereka tak perlu banyak pengawal. Aku sendiri dapat menghabisi mereka dengan hitungan detik.

Kami yang berdiri merapat menjadi segitiga bersama pengawalku membuat tatapan tajam mengarah mereka.

"Ingat! Jangan salah langkah, atau kalian akan musnah." bisikkan mulut pada pengawal istana.

"Baik, ratu." sahut mereka.

Mereka berlari membawa pedang tajam mengarah kami, perlawanan yang sangat tidak setimpal membuat kami menang tanpa berlama-lama. Kala itu mereka yang menghilang melarikan diri membuat diri ini untuk segera melanjutkan perjalanan mencari Revan. Kedua lubang hidung mencium bau manusia tengah berada di dalam pondok kecil tepat di tengah hutan Bedeng, aku berjalan dengan cepat mengarah tengah hutan tersebut.

Pov Risma

Lamunanku malan ini harus segera disudahi, tak mungkin jika aku menghabiskan malam yang indah dengan pemikiran bodoh, membuang-buang waktu tanpa arti sama sekali. Selang beberapa menit aku merebahkan tubuh ini di samping jasad Revan yang tengah terbujur pulas. Gresek ...! Gresek ...! Telinga kanan dan kiri mendengar suara aneh yang seperti ada orang sedang datang menemui kami, baru saja satu menit aku memejamkan mata sontak rasa debaran di dada berdetak sangat kencang sekali. Rasa khwatir yang timbul begitu saja seperti tengah ada yang berbisik bahwa para siluman sendang mengarah kami berada.

Aku yang kala itu menggendong jasad Revan dengan segera meninggalkan pondok tempat kami beristirahat malam ini, langkah yang lebar membawa kami ingin bersembunyi di balik lereng sungai dekat dengan pondok itu. Setelah sampai di bawah lereng aku meletakkan jasad Revan dan menutupinya dengan daun pisang, agar aroma jasad Revan tak tercium siapa pun. Setelah menutup jasadnya aku masuk ke dalam sungai sambil mengintai dari arah kejauhan dari lokasi pondok tersebut.

Dugaanku benar, bahwa para pengawal istana dan ratu siluman tersebut tengah berada berjalan menuju pondok itu. Aku yang merasa sangat takut membuat diri ini tak tenang, mereka kala itu mengarah menuju lereng sungai tempat jasad Revan berada.

'Ya Allah, mereka menuju ke sini, ya Allah lindungilah jasad Revan agar tak terlihat oleh mereka.' celotehku dalam hati.

Mereka semakin dekat menuju arahku, dari balik batu besar yang ada di tengah sungai sontak aku menenggelamkan tubuh ini, agar mereka tak mencium keberadaan serta aroma yang berbeda dengan mereka. Rasanya pengap berada di dalam sungai berlama-lama, aku yang kala itu sudah tak tahan lagi ingin segera mengambil napas di permukaan sungai. Mereka yang tak mau pergi membuat diri ini sekana kehabisan udara, aku mencoba bertahan dan tetap berada di dalam sungai.

Salawat dan zikir tak henti-hentinya terucap dalam hati ini, selang beberapa menit mereka pergi meninggalkan lokasi. Kala itu aku segera menuju permukaan sungai dan mengambil udara yang membuat nyawa ini terasa akan lepas dari raga. Hah ...! Hah ...!
'Ya Allah, hampir saja aku mati di dalam sungai ini tanpa udara. Terima kasih Tuhan, akhirnya kau masih memberikan kehidupan kepada hamba untuk tetap hidup di bumi semestamu.' celetukku sendiri.

Kejadian malam ini membuat tenagaku seakan habis terkuras, belum lagi air yang telah membasahi seluruh tubuh ini membuat badan mengigil kedinginan. Dari sisa-sisa bara api aku kembali menumpukkan kayu kering untuk menghangatkan tubuh. Malam yang sangat membuat diri ini tak habis pikir, lirikan menuju jasad Revan membuatku semakin kuat untuk tetap hidup dan menjaga tubuh yang mulai berherak itu agar bisa kembali pulih dari jiwanya yang masih terkurung dalam dunia gaib.

Misteri Air Terjun PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang