Marc melangkah gontai memasuki rumahnya yang terletak di kawasan Republik Andorra, nafasnya menderu, dan matanya tampak menyorot tajam. Berjalan menuju kamarnya dengan tergesa-gesa.
Alex yang baru saja keluar dari kamarnya tampak kebingungan dengan sikap sang kakak, ada sesuatu yang tidak beres, pasti! Alex memicing, Balapan? Maverick? Atau justru... Sally? Menghembuskan nafasnya kasar, pemilik nama lengkap Alex Marquez Alenta itu memilih menuju dapur dan membuka kulkas, meraih sebotol minuman berenergi dan menegaknya.
Sementara Marc? Perasaannya kacau, dia membuka pintu kamarnya, melangkah masuk dan kembali menutupnya dengan kasar.
BRAAK!
Byuuurrr
Tanpa sengaja Alex yang tengah menegak sebotol minuman langsung menyemburkan cairan itu keluar dari mulutnya, perasaan terkejut seketika menyerangnya sepersekian detik ketika Marc membanting pintu kamarnya. Ada masalah apa sebenarnya? Alex bertambah bingung dengan situasi ini.
Di sisi lain, tepatnya di dalam kamarnya. Marc berdiri menatap dirinya melalui pantulan cermin, tampak sedikit lebam di salah satu sisi wajahnya. Maverick Vinales, ya pria itu selalu saja mencampuri kehidupannya. Mulai dari perebutan tempat terbaik di ajang balapan akbar roda dua, hingga Sally.
Marc kemudian menghembuskan nafasnya berat, menengadahkan kepalanya ke atas dan memejamkan mata sejenak.
''Dan kau pikir, Sally akan menerimamu kembali?''
Kalimat Maverick tadi masih tergiang dalam benaknya, seharusnya ia tidak terlalu menyombongkan diri tadi, ia mencintai Sally, masih sangat mencintainya. Maverick pun begitu, pria itu juga tidak akan melepaskan Sally dengan mudah.
Faktanya sekarang, kesempatan Maverick sedikit lebih besar darinya, ia terlalu bodoh. Di masa lalu ia terlalu naïf untuk ukuran pria dewasa. Dan sekarang... adakah kesempatan untuknya berjuang? Bukan hanya sekadar imajinasinya?
''Menyusun skenario untuk memutuskan hubunganmu sendiri, seharusnya kau sudah tidak membutuhkan Sally, itu semua kau lakukan untuk kejuaraan kan?"
Lagi, kalimat Maverick masih berputar-putar di dalam pikirannya, kepalanya pening. Terlalu sulit ia temukan solusi untuk kembali menjadi Marc yang dulu.
Dia tersesat, Marc mengakuinya. Selama ini hatinya dibutakan oleh ambisinya sendiri, hingga membuat jiwanya tersesat entah kemana. Masih belum menemukan jalannya untuk pulang.
Sally...
Perempuan itu adalah satu-satunya jawaban di tengah hatinya yang sedang kalut. Jawaban yang cara pengerjaannya tidak ia ketahui, bagaikan soal matematika yang membutuhkan rumus. Dan Marc tidak mengetahui rumus untuk hal itu.
Matanya yang semula memejam kini mulai terbuka sempurna. Marc mengusap wajahnya kasar, pusing dengan pikirannya sendiri.
''ARGHHH!'' teriaknya berusaha melepaskan emosi yang bergejolak dalam benaknya.
''Kau kenapa?''
Marc terlonjak kaget, ia sontak berbalik dan mendapati Alex, adiknya sendiri kini tengah bersandar santai pada daun pintu kamarnya sembari meminum secangkir kopi.
''Sejak kapan kau di sana?'' tanya Marc, matanya memicing ke arah Alex.
''Sejak kau membanting pintu dan berteriak tidak jelas,'' jawab Alex. Sesekali ia tampak menyeruput kopinya.
Marc menghembuskan nafasnya pelan, kemudian duduk di ujung kasur miliknya.
''Kau kenapa?'' Alex melangkahkan kakinya masuk, mendekat ke arah pria dewasa dengan nama belakang yang sama dengannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Elección [Marc Marquez] Fanfiction (COMPLETE)
ChickLitMarc menghilang bukan karena penasaran rasanya dicari, ia juga menghilang bukan karena ingin terbiasa tak bersama. Namun Marc menghilang karena keegoisannya, karena kebodohannya, dan karena ambisinya. Ambisi yang kembali membuatnya datang untuk memo...