''Seperti yang pernah kau katakan, bahwa dulu kau mencintai Marc dengan egois. Di mana hanya dirimu yang boleh membuatnya tersenyum. Dan sekarang aku pun begitu, aku mencintaimu dengan egois. Di mana hanya aku yang boleh membuatmu tersenyum.''
Rupanya semesta sedang berulah. Sally merasa terjepit antara dua pilihan berbeda, namun sama-sama sulit untuknya memilih. Dan kesekian kalinya, ia merasa lemah.
Pikirannya kembali berputar, bagai klise film. Semua kenangan masa lalunya dengan jelas menari-nari di dalam ingatan Sally, seolah-olah mengajaknya untuk kembali menerjang dimensi waktu yang berlalu, berusaha mengikatnya pada tali kenangan yang menyakitkan. Sekali lagi, dirinya menoleh ke masa lalu.
Sally menatap Maverick dengan rahang yang sedikit mengeras, kedua tangannya terkepal. Berusaha membunuh semua ingatan yang hampir berhasil meluluh lantakkan hatinya, ''Aku yakin kau tahu tentang resiko yang selama ini aku tanggung, Maverick.'' Sally berucap dengan nada pelan, namun aura hampa terasa jelas dari ucapannya. ''Mencintai seseorang dengan egois di masa lalu, itu menjadi trauma tersendiri untukku,'' lanjutnya.
Hening sejenak, kemudian Maverick kembali meraih kedua tangan perempuan yang berada di hadapannya itu.
''Maka dari itu, biarkan aku menghapus luka itu.''
Sally menarik tangannya, membuat Maverick mengerutkan keningnya. ''Apa kau belum mengerti juga? Aku tidak ingin kau terluka.''
''Berapa kali harus kukatakan? Aku tidak keberatan jika harus terluka karena mencintaimu, jika itu adalah jalan satu-satunya untuk memilikimu.'' Maverick sedikit meninggikan suaranya, berusaha memohon rasa mengerti dari dambaan hatinya itu.
Sally menatap Maverick datar, moodnya hancur. Awalnya ia merindukan pria itu, namun perdebatan mereka tiba-tiba menghancurkan mood Sally. ''Jangan menemuiku untuk sementara waktu.''
Sally membalikkan badannya, melangkah pergi dengan mata yang terasa panas, tampaknya sebentar lagi tangisannya akan meledak.
''Apa kau berniat menarik ucapanmu waktu itu?'' ucap Maverick.
Langkahnya terhenti, Sally mengepalkan tangannya.
''Setelah race di Argentina seminggu yang lalu, dengan jelas kau bilang telah menitipkan hatimu padaku. Tapi sekarang, kau seolah-olah menciptakan keraguan diantara kita.''
Ucapan Maverick barusan mampu membuat Sally membalikkan setengah badannya, menatap pria itu dengan tajam, ''Dan kau juga tampaknya berniat melakukan hal yang sama, kau bilang akan menunggu perasaanku menjadi sempurna, tapi kau malah berubah menjadi pribadi yang terburu-buru.''
Maverick menatap Sally sejenak, kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. ''Apakah salah jika aku mengkhawatirkan kepergianmu? Aku sudah berjuang selama ini, aku tidak akan pernah rela jika harus kalah untuk kesekian kalinya.'' Maverick merubah sorot matanya, tampak sedikit sendu.
''Dan apakah salah jika aku mengantisipasi sesuatu? Aku tidak ingin jika kejadian yang sama terulang kembali.'' Sally merasakan kedua bola matanya panas, yang mungkin sebentar lagi akan mengeluarkan cairan beningnya. ''Mungkin untuk saat ini, kau percaya dengan perasaanmu. Tapi aku, bahkan mungkin dirimu sendiri tidak bisa menjamin, jika pada akhirnya kau juga mengecewakanku seperti halnya Marc,'' lanjut Sally, setetes cairan bening mengiringi kalimat yang baru saja ia ucapkan.
Maverick melihat itu, dengan jelas ia saksikan bagaimana cairan yang teramat ia benci, kembali keluar.
''Apa yang sebenarnya membuatmu ragu tentangku?'' tanya Maverick, matanya tak pernah lepas dari sosok perempuan di hadapannya itu. ''Apa ketulusanku selama ini belum cukup?'' lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mi Elección [Marc Marquez] Fanfiction (COMPLETE)
Literatura FemininaMarc menghilang bukan karena penasaran rasanya dicari, ia juga menghilang bukan karena ingin terbiasa tak bersama. Namun Marc menghilang karena keegoisannya, karena kebodohannya, dan karena ambisinya. Ambisi yang kembali membuatnya datang untuk memo...