Prilly jatuh sakit selama hampir dua minggu. Hasil lab keduanya menyatakan bahwa dia terserang tifus. Selama itu Prilly tidak pernah keluar dari kamar. Bahkan, dia jarang sekali bangun dari tempat tidurnya kecuali saat ingin ke toilet atau membersihkan badannya dibantu dengan Mbak Dea.
Hari ini Prilly merasa jauh lebih baik, demamnya sudah hilang, dan beberapa hari belakangan ini dia tidak lagi memuntahkan makanannya. Bahkan, dia sudah tidak diinfus sehingga Mbak Dea tidak perlu merawatnya lagi meski tubuhnya masih lemah dan masih memerlukan istirahat.
Ali begitu perhatian, kesabaran lelaki itu berhasil meluluhkan hati Prilly hingga dia tidak sadar kapan terakhir kali bersikap kasar terhadap lelaki itu. Ali selalu ada tiap kali dia membutuhkan sesuatu sehingga jarang sekali merepotkan Mbak Dea. Ali sangat sigap tiap Prilly ingin muntah, terbangun tengah malam saat demamnya tinggi, atau menyuapinya makan. Selama sakit Ali pun tidak pergi ke kantor kecuali dalam keadaan mendesak, tetapi tidak pernah meninggalkannya sampai seharian ataupun larut malam.
Perlakuan lembutnya mengingatkan Prilly dengan Daffa, bukan karena Ali mirip dengan Daffa, mereka justru sangat berbeda. Prilly merasa sangat disayangi bahkan dicintai dibandingkan dengan Daffa dulu. Namun, dia tidak pernah mendengar Ali mengatakan cinta padanya. Dia sama sekali tidak tahu perasaan lelaki itu. Walaupun tak jarang Ali memanggilnya 'sayang' tapi apakah persis seperti apa yang dirasakan lelaki itu padanya?
Prilly termenung menatap hadiah-hadiah pemberian Ali. Tumpukan hadiah dari lelaki itu selama sakit memenuhi sudut kamarnya. Sebagian sudah dipindahkan ke ruang walk in closet. Lelaki itu sangat royal, tidak peduli berapa banyak uang yang dikeluarkan untuknya.
Sebuah buket balon transparan dengan bunga mawar di dalamnya selalu menjadi pusat perhatian Prilly. Permukaan balon itu terdapat tulisan 'Get well soon, my vicious wife!' Yang berarti lekas sembuh istriku yang galak. Sebutan itu selalu membuat Prilly tersenyum geli.
Tidak lupa di samping balon itu terdapat sebuah buket uang yang besar senilai 200 juta, membuat ruangannya terlihat sempit. Ali membawakannya minggu lalu dengan sebuah catatan di atasnya.
'Hei, jangan lama-lama sakitnya. Mereka sudah menunggu untuk dihabiskan berbelanja.'
Hari itu Prilly menerima buketnya sambil tertawa. Ali memiliki banyak cara untuk membuatnya bahagia.
"Senyum-senyum gitu mama jadi takut lho."
Prilly menoleh melihat ibu mertuanya masuk ke kamarnya. Satu lagi orang yang begitu perhatian padanya, Mama Dania yang sering sekali menjenguknya di rumah.
"Wah! Perasaan beberapa hari yang lalu tidak sebanyak ini hadiah dari Ali? Kamu senang sayang?"
Prilly tersenyum menatap Dania, "Senang, Ma."
"Syukurlah mama ikut senang kalau kamu senang. Bagaimana keadaan kamu? Sudah lebih baik sekarang?"
"Iya, Ma. Masih lemas sih, tapi aku baik-baik aja." Balas Prilly.
"Yaudah kamu jangan banyak beraktifitas dulu ya sebelum benar-benar pulih." Prilly mengangguk.
"Mama ada berita baik buat kamu," sambung Dania.
"Berita apa, Ma?"
"Papa kamu berhasil mendapatkan donor jantung yang cocok dan hari ini dia menjalankan operasi."
Prilly membulatkan matanya menerima informasi itu. Sudah lama dia tidak mendapatkan kabar tentang papanya bahkan Sherly -adiknya sendiri tidak pernah menghubunginya.
"Papa baik-baik aja kan ma?"
"Iya, Sayang. Selama ini papa kamu baik-baik saja ditangani dokter spesialis di sana. Kita doakan ya supaya operasinya berjalan dengan lancar." Prilly mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry With Boss 3
Fanfiction[AliPrilly Fanfiction] Segala hal dalam cerita ini adalah fiksi, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata nama tokoh yang digunakan. Harap menjadi pembaca yang bijak! Nggak pake sinopsis biar penasaran :p Jangan lupa tambahkan ke library/reading...