Part 17

6.6K 842 176
                                    

Kaki Ali sudah sembuh, tetapi lengannya belum. Alat penyangga itu masih menyangga lengannya. Namun, setidaknya dia sudah bisa beraktifitas, bebas pergi ke manapun tanpa merepotkan Prilly lagi.

Hari ini Ali sangat sibuk di kantor sehingga lelaki itu pulang larut malam. Ketika tiba di rumah Prilly terlihat belum tidur. Istrinya itu sedang sibuk dengan skripsinya.

"Udah malam, kamu nggak ngantuk?" tanya Ali.

Prilly hanya menggeleng. Melihatnya sangat serius Ali pun tidak mau mengganggunya. Lelaki itu mendekati jendela menutup gorden yang masih terbuka dan tiba-tiba saja dia merasa familier akan sesuatu.

"Aku pikir kamu itu beda sama ibu kamu!"

Ingatan apa itu? Bayangan seperti apa hingga dia terlihat begitu marah?

Ali mengamati jendela. Ke mana vas bunga yang ada di sudut jendela kamarnya?

"Ali, kamu gapapa?"

Suara lembut dengan nada kekhawatiran itu membuat Ali menoleh. Wajah Ali terlihat pucat pasi dan entah kenapa dia merasa begitu bersalah ketika membalas tatapan Prilly.

"Aku cuma sedikit lelah," jawab Ali kemudian melihat Prilly menutup laptopnya. Prilly beranjak bangun lalu datang membantunya melepaskan alat penyangga di bahunya sehingga dia bisa bersiap untuk mandi dan memakai baju tidurnya.

"Kamu mau tidur?" tanya Ali ketika Prilly membantunya melepaskan kemeja dengan hati-hati terutama di bagian lengannya.

Prilly hanya mengangguk.

"Kamu udah makan?" Ali bertanya lagi dan Prilly kembali membalas dengan mengangguk. "Aku belum," sambungnya membuat Prilly menatapnya saat akan membawa pergi kemeja kotornya itu, "kamu nggak mau tahu ya? Itu kenapa kamu nggak tanya aku."

"Aku pikir kamu makan di luar karena biasanya begitu, apalagi ini udah larut malam," balas Prilly.

"Oh ya?" Ali mengerutkan keningnya sejenak, "Oh begitu."

Prilly melanjutkan langkahnya, tetapi Ali menahannya dengan meraih tangannya. Mereka kembali saling bertatapan. Mendadak terasa canggung bagi Prilly. Ali memang kehilangan ingatannya, dan kenyataan itu membuat Prilly merasa asing walau lelaki itu selalu berusaha meyakinkan hatinya dan berusaha mengingatnya. Rasanya tidak adil yang dilupakan oleh Ali hanya dirinya, juga kejadian sebelumnya yang mereka alami. Prilly merasa bingung karena hal itu, akankah dia kembali menjauh dari lelaki itu saat ingatannya kembali?

"Aku akan siapin makanan buat kamu."

"Mau makan di luar?"

Prilly hanya diam mendengar penawarannya.

"Kamu baru pulang, tadi kamu bilang kalau kamu itu lelah."

"Aku mau makan di luar sama kamu. Kita cari restoran yang buka 24 jam."

Prilly menggeleng, "aku harus tidur, besok pagi aku mau ke kampus."

"Aku ditolak?"

"Maaf." Prilly tersenyum tipis kemudian pergi meninggalkan Ali. Lelaki itu menghela napas karena penolakannya. Rasanya seperti ditolak kekasih saat ingin berkencan.

Rasa yang begitu besar di dalam hatinya membuat Ali tidak ingin menyerah begitu saja. Akhir-akhir ini dia merasa mengingat sesuatu. Kepingan-kepingan memori itu selalu muncul dalam benaknya dan entah kenapa membuatnya begitu takut. Takut akan mengetahui perbuatannya sendiri yang telah menyebabkan istrinya itu terluka.

Marry With Boss 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang