Part 7

4.8K 685 149
                                    

Saat meninggalkan Swiss Prilly merasa sedih, tetapi saat tiba di bandara di mana ada seseorang yang menyambut kepulangannya, Prilly merasa sangat bahagia. Bahkan, dia sampai menitikan air mata bahagianya. Tidak jauh darinya, Papa Revan menyambut kedatangannya sambil tersenyum.

"Papa?"

Sang papa tampak sehat, wajahnya berseri-seri. Pria itu merentangkan tangannya membuat Prilly berlari meninggalkan Ali.

Pelukan itu sangat erat. Prilly merasakan kecupan di kepalanya. Ditatapnya sang papa seraya melepaskan pelukannya.

"Bagaimana liburan kamu, Sayang?"

"Bagaimana kabar Papa? Papa udah sehat kan? Jantung baru papa cocok kan?" Prilly langsung bertanya. Terlihat jelas wajah khawatirnya.

"Papa sudah sehat, buktinya papa terlihat segar sekarang kan?"

"Aku seneng banget papa sembuh. Maafin aku ya pa nggak nemenin papa di rumah sakit."

"Gapapa, kan ada Sherly."

Prilly langsung teringat adiknya. Sherly datang membawa botol air mineral untuk papanya.

"Maaf lama ya pa aku tadi ke atm dulu," ucap Sherly. Dia sama sekali tidak menatap kakaknya yang baru saja tiba itu.

"Makasih ya, sayang." Revan menerima botol itu dari Sherly.

Tak lama Ali pun datang menyalami ayah mertuanya menanyakan kabar. Lalu mengajaknya berkumpul dengan orang tuanya di rumah. Mereka pun meninggalkan bandara bersama-sama.

Nathaniel dan Dania rupanya sudah menunggu mereka di mansion. Kehadiran Revan menambah suasana semakin hangat. Prilly duduk di samping papanya yang sangat dia rindukan itu, begitu bahagianya karena papanya sudah sembuh.

Di sela-sela obrolan mereka menikmati cemilan kue dan teh hangat yang cocok saat cuaca di sore hari terlihat mendung. Beberapa kali Prilly menangkap ekspresi Sherly yang terlihat tidak senang karena kedekatannya dengan sang papa. Hingga akhirnya adiknya itu pamit ke belakang tetapi tak kunjung kembali. Prilly pun beralasan serupa dan menemukan Sherly tengah duduk di ayunan halaman belakang. Prilly mendekatinya lalu duduk di sampingnya. Namun, Sherly tidak membuka suara, adiknya itu hanya melamun menatap kolam ikan.

"Dari awal gue pulang, cuma lo yang nggak ngomong sama gue," ucap Prilly.

"Kenapa gue harus ngomong sama lo?" Balas Sherly dingin.

"Iya juga ya?" Prilly terkekeh miris, tetapi kemudian dia tersenyum berusaha tetap sabar. "Makasih ya lo udah relain waktu lo buat nemenin papa di rumah sakit, nemenin papa operasi bahkan sampai papa pulih."

"Gue ga butuh itu dari lo."

"Iya gue tahu, gue cuma nyampein apa yang mau gue omongin aja sama lo. Makasih Sher, lo rela ninggalin kuliah lo sementara demi papa."

"Iyalah, emangnya lo yg nyia-nyiain kuliah lo buat hal ga berguna?"

"Lo bisa nggak sih yang sopan kalo ngomong sama kakak lo sendiri? Apa yang bikin lo berubah kaya gini sama gue, Sher? Karena gue yang bikin papa sakit? Papa aja maafin gue kok masa lo enggak?"

Sherly hanya diam.

"Gue tahu gue salah, selama ini sikap gue egois cuma mementingkan diri gue sendiri sampai papa sakit aja gue nggak tahu. Udah berapa kali gue minta maaf ke lo Sher? Gue terima lo marah sama gue. Bahkan, lo ngejauhin papa dari gue padahal saat itu gue cuma pengen tahu kabar papa."

Marry With Boss 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang