Aku melihatnya..
Ya, dia dengan senyum mempesonanya menari dengan begitu lincah. Tawanya bagai melodi yang sangat indah. Aku bahkan rela menukarkan apapun, asal dia tetap mengeluarkan tawa merdunya.
Dia tetap asik dengan kegiatannya tanpa melihatku. Atau pura-pura tidak meniyadari keberadaanku? Entahlah. Aku mencoba berdeham di sampingnya.
Tapi, dia seakan menulikan telinganya dan mulai menari lagi dengan teman barunya. Ya, berlari dan mengejar kupu-kupu yang sangat indah. Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.
Aku tetap memperhatikan setiap gerak-geriknya dari bangku ini. Sementara dia sudah terlalu dalam terbuai dengan apa yang dia lakukan. Sesekali aku tersenyum kecil melihat dia memberenggut lucu.
Lalu, sedetik kemudian, dia merebahkan dirinya di atas rumput hijau dengan lembut. Aku terkekeh. Dia kelelahan. Namun, tak berselang lama, seekor burung terbang menghampirinya dan membawa sebuah surat berwarna hitam senada dengan warna bulu burung itu. Aku menyipitkan mataku hendak menghampirinya dan ikut mengetahui isi surat itu.
Dia bangkit dan tatapannya menusuk ke arahku. Penuh luka dan berlinang air mata. Ya Tuhan.. dia kenapa? Aku mendadak kaku di tempatku. Sedangkan dia mulai berjalan menjauh bersama burung itu.
Aku panik. Aku ingin mengejarnya. Menenangkan dia yang kulihat bahunya bergetar hebat. Sial. Kenapa akar pohon ini mencegatku. Hey, ini bukan di negeri dongeng kan? Akar pohon ini membelit kakiku dengan kencang.
Ketika kutolehkan kepalaku, dia semakin jauh. Meninggalkanku tanpa menoleh lagi. Hatiku seperti dihantam palu. Remuk. Aku meronta, namun tetap tak bisa lepas dari akar sialan ini. Ya Tuhan.. aku ingin mengejar dia.
Aku semakin panik melihat kepulan asap hitam menghampirinya. Aku mencoba berteriak memperingatinya. Namun, mulutku seperti tak bisa berbicara. Dan dengan cepat, asap hitam membungkus tubuhnya. Membawa dirinya menjauh. Semakin jauh.
Dan yang kusadari setelahnya.. aku telah kehilangan dia.
"NESYA!"
Aku menatap sekelilingku dengan nyalang. Dadaku naik turun dengan cepat. Setelah sepenuhnya sadar, nafasku yang semula terengah mulai agak tenang. Astaga. Itu mimpi buruk. Sangat buruk. Aku mengusap wajahku dengan kasar.
"Nak, rehatlah sebentar. Pulihkan tenagamu. Biar tante yang menemani Nesya disini" kata tante Sara menepuk bahuku. Dia memandangku lembut khas seorang ibu. Aku menggelengkan kepalaku dan tersenyum tenang.
"Aku ingin melihat dia sadar, tan. Gak papa, kok. Tadi itu cuma mimpi buruk" ringisku. Aku baru tersadar kalau di ruangan ini ada mama Nesya juga. Pasti teriakanku tadi mengganggunya.
"Tante ngerti. Dari kemarin kamu belum pulang, Gara. Segarkan tubuhmu. Mimpi buruk itu pasti efek dari tubuhmu yang terlalu lelah. Tante pasti langsung hubungi kamu begitu dia sadar" jelasnya. Aku semakin meringis menyadari penampilanku yang yang kacau sejak kemarin. Ya, setelan kemeja dan celana kain-khas kantor- yang sudah tidak jelas bentuknya. Kusut.
Aku menghela nafas pelan. Mungkin benar kata tante Sara. Tubuhku terasa agak lengket sekarang.
"Yaudah, aku pulang dulu ya, tan" putusku. Namun, ku sempatkan untuk menghampiri Nesya. Mengelus pipinya yang terasa halus dan lembut di tanganku.
Cepatlah bangun, love. Aku kangen.
~~
Jam 10 malam. Aku mengemudikan mobilku dengan kecepatan sedang. Menikmati indahnya kota yang tak pernah tidur ini. Kembali, aku merenungkan arti mimpiku tadi.
Ya Tuhan..
Mimpi tadi terasa menamparku. Apa akan seperti itu reaksi Nesya? Meninggalkanku tanpa kata setelah tau isi surat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiance? Hell No!
RomanceGagap, manja dan bocah. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari pria macam dia? Nesya tak pernah terpikir akan jatuh pada pesona Gara, si pria kaku calon tunangannya sendiri. Lantas apa yang terjadi jika Tuhan telah berkata lain? Takdir itu indah da...