Beautiful Night

17.6K 928 8
                                    

Aku bodoh, bodoh, bodoh.

Seharusnya aku tidak perlu merasa cemburu. Nesya hanya memuji sepupuku. Tapi, aku malah terkesan seperti lelaki yang sangat posesif. Nesya memang tidak mengatakan apapun padaku. Setelah aku selesai memakan makanan yang dibawanya tiga hari yang lalu, dia langsung pergi tanpa mengucapkan apapun. Aku jadi merasa bersalah karena sikapku yang terlalu berlebihan itu.

Hah. Bagus, Gara.

Kami baru saja bertunangan dan sekarang sudah ada saja rintangan yang menghadang. Dan itu akibat dari ulahku sendiri.

Lalu sekarang apa? Nesya jadi sulit kuhubungi. Dia tidak membalas pesanku, telepon apalagi. Apa segitu salahnya aku di matanya? Sayangnya, aku masih belum ada berani untuk menemuinya. Hah.

"Woe, bang!" Aku terlonjak kaget. Sial. Raffa tengil, lagi.

"Ck, kamu kira aku ojek" ketusku. Aku merasa kesal, karena Raffa lah yang menjadi sumber masalahku dengan Nesya sekarang.

"Bukan lah. Ada yang lebih kece lagi, kali, bang"

"Apa?"

"Abang tukang bakso, mari-mari sini. Aku mau beli" kekehnya dengan suara sumbang. Sialan.

"Emang gak ada sopan-sopannya kamu ya sama yang lebih tua" jawabku sinis. Raffa terkekeh pelan melihatku.

"Lagian muka abang kusut banget masa. Aku saranin nih ya, bang. Kalo abang gini terus, aku yakin pesona abang jadi luntur. Dan ujung-ujungnya, malah aku yang kena. Pasti lelaki terkeceh di kantor ini berubah haluan dari Gara si CEO muda, menjadi -ekhem Raffa si calon CEO muda. Kan aku prihatin kalau fans abang jadi pindah ke ke aku semua" racau Raffa. Aku mendengus mendengar ucapannya yang sangat tidak masuk akal itu.

"Memangnya mereka semua mau sama kamu?"

"Ya pasti dong. Aku memang tidak setampan abang, tapi maaf, aku ini cukup menggemaskan" Rahangku langsung mengeras. Aku kembali teringat dengan Nesya. Sialan. Kata 'menggemaskan' sudah masuk ke dalam kamus blacklistku sekarang.

Memangnya Raffa menggemaskan dari mana coba? Mengenaskan sih iya. Gantengan juga aku kemana-mana. Aku menatap tajam Raffa yang saat ini sedang menyeruput jus apel pesananku.

Sepertinya Raffa sadar akan perubahan emosiku. Dia mengernyitkan dahinya. Menatapku penuh tanya seakan berkata apa-ada-yang-salah.

Hah, ya, bagaimanapun aku tidak bisa menyalahkan Raffa dalam kasus ini. Dia tidak tau apa-apa. Aku menarik nafas mencoba meredam emosiku yang tidak stabil.

"Abang lagi ada masalah?" tanya Raffa mengembalikanku ke dunia nyata.

"Kenapa kamu nanya itu?"

"Oh ayolah. Berapa tahun sih aku kenal abang" jawabnya enteng.

"Tumben peka" sindirku.

"Wets, justru aku ini lelaki yang terlalu peka. Apalagi wanita, aku mah selalu mengerti, memahami dan memperhatikan mereka" Ck, songongnya Raffa mulai keluar.

"Ya. Lalu setelah itu kamu meninggalkan mereka dan mencari yang lain. Begitu, kan?" ejekku.

"Hehe. Itu sih namanya berpetualang, kali, bang" cengirnya tanpa dosa. Aku menggelengkan kepalaku heran dengan sifat playboy Raffa yang belum hilang. Malah makin menjadi.

"Wanita sulit ditebak ya, Raff" ujarku tanpa sadar.

"Ah nggak juga sih, bang. Ini memang tugas kita sebagai kaum adam untuk selalu mencoba mencari tau apa yang dirasakan kaum hawa. Kita yang harus berusaha, bang" Aku bergidik ngeri mendengar penjelasan Raffa yang berlebihan menurutku. Apalagi dengan tampangnya yang -astaga lebaynya naudzubillah.

My Fiance? Hell No!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang