"Gara?"
"Ya?"
"Kamu lagi mikirin apa, hm?"
"Nggak"
"Masalah kerjaan?"
"Bukan, love. Sok tau"
"Terus apa?"
"Emm.. mikirin kamu"
"Dih, apa coba. Gombal dasar"
"Yaudah, aku ganti jadi.."
"Apa? Gadis lain? Siapa lagi kali ini? Suster yang kemarin? Suster ngesot aja sekalian sana"
Hahaha. Aku tertawa lepas mendengar balasan Nesya. Ada-ada saja sih. Masa dia masih mikirin suster yang waktu itu. Aku aja udah gak inget.
Melihat gadisku yang mulai menggerutu, apa iya dia merasa cemburu?
Cemburu like cemburu beneran.
Berarti cinta, kan? Sayang, kan? Nesya mulai mencintaiku atau aku yang terlalu percaya diri?
"Gara ih"
"Kenapa sih, love?" Aku menatap lembut gadisku. Luka di kepalanya sudah lumayan pulih. Hanya tertinggal plester kecil di pelipisnya. Aku sangat bersyukur akan hal itu.
"Aku bosen" lirihnya menggoyangkan kedua kakinya pelan dan bersedekap dada. Aku terkekeh geli. Meraih bahunya untuk ku rangkul dengan sayang.
"Disini aja sama aku. Gak bakal bosen, kok" Entah kenapa sisi memalukanku selalu saja muncul jika di dekat Nesya. Ini bukan gombal, asal kalian tau.
"Kamu diem mulu. Kenapa sih. Biasanya juga bawel kayak mama" racaunya. Pipiku sedikit memerah mendengar pernyataan Nesya. Untung saja ini sudah malam, jadi bisa sedikit tersamarkan.
Aku mendesah dalam hati. Memejamkan mataku menahan perasaanku yang semakin besar padanya.
Haruskah ku katakan isi hatiku saat ini? Aku tak bisa menahan lebih lama. Sungguh. Aku hanya ingin memperjelas hubungan ini.
Kami bertunangan. Semua orang tau itu. Padahal, tak satu pun dari kami pernah mengungkapkan perasaan kami yang sesungguhnya.
"Nesya.."
"Kenapa, Gara?" Nesya memandangku bingung. Sadar akan ekspresiku yang serius, dia menghadapkan badannya padaku.
Aku menatap dalam kedua matanya. Mencoba menyelami binar yang tersimpan di dalamnya.
Wajahku mendekat hingga dahi kami bertemu. Terasa hembusan nafasnya menggelitik pipiku. Aku menahan diriku untuk mengecup bibir kecil dan penuh yang seakan memanggilku.
Oke..
Salahkan Nesya yang selalu tampil cantik, bahkan memukau hari ini. Salahkan taman yang sedikit pengunjung saat ini. Juga salahkan bintang dan bulan yang bersinar sangat indah malam ini.
Salahkan waktu yang seakan berhenti seiring dengan hilangnya jarak di antara kami.
Aku mengecup lembut bibir yang selalu mencibir dan mencebik padaku. Manis. Sungguh, aku tau aku sangat kuno. Tapi ini adalah ciuman pertamaku. Dan aku tidak menyesalinya, karena aku memberikannya pada gadis yang sangat aku cinta.
Aku mengusap pipi Nesya yang memerah. Dia menunduk malu tanpa mau menatapku. Aku tersenyum simpul meraih dagunya.
"Tatap aku, Nesya" Aku menarik nafas dalam dan menatap lurus sepasang mata di hadapanku.
"Nesya Maudy Bachtiar, aku.. mencintaimu" ungkapku dalam satu tarikan nafas.
Hilang. Lepas. Lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiance? Hell No!
RomanceGagap, manja dan bocah. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari pria macam dia? Nesya tak pernah terpikir akan jatuh pada pesona Gara, si pria kaku calon tunangannya sendiri. Lantas apa yang terjadi jika Tuhan telah berkata lain? Takdir itu indah da...