Pstt.. this is the ending and happy reading xD
***
Waktu berlalu dan semuanya semakin berjalan baik. Bukankah memang begitulah kehidupan? Mereka harus terus menjalani pahit manis di dalamnya.
Siang ini, Gara dan Nesya sedang mencari barang di sebuah toko mainan anak dan -seperti biasa, selalu saja ada yang didebatkan keduanya.
"Ini keren deh, love. Beli yang ini aja" kata Gara menunjukkan sebuah mobil remote dengan keluaran terbaru. Nesya menggelengkan kepalanya tegas. Apa coba si Gara, selalu merekomendasikan barang yang tidak benar.
"Cari yang bener deh, Gara. Itu bukan mainan anak perempuan" jawabnya. Dia kembali menimang dua buah boneka di tangannya. Seolah menilai yang mana yang lebih bagus.
"Tapi aku suka, love. Keren aja gitu liatnya" sahut Gara keukeuh pada pilihannya.
"Yaudah, gih beli. CEO kok masih demen sama mainan anak kecil" kekeh Nesya menggoda Gara. Sementara pria itu memutar bola matanya malas.
"Ya ya ya, terserah. Aku tetep mau ngambil ini kok, lagian"
"Serius kamu masih suka sama mainan anak kecil?!" pekik Nesya. Sementara beberapa pembeli lain -yang kebanyakan orang tua dan segelintir anak kecil- mulai melirik ke arah mereka. Ada yang menahan tawa atau sekedar tersenyum geli.
Nesya terbahak melihat Gara mendesis kesal. Pria itu bahkan mengusap tengkuknya salah singkah saat sepasang suami istri lewat di sampingnya sambil berbisik kecil. Mungkin membicarakan dirinya, karena Gara bisa melihat tatapan geli keduanya.
Dia menatap Nesya yang saat ini masih tertawa kencang. Setelah melihat keadaan dan memastikan tak ada lagi pembeli lain di sekitar mereka, Gara menundukkan kepalanya. Mensejajarkan wajahnya dengan Nesya, lalu dengan secepat kilat dia memagut bibir gadis itu. Membungkam tawa gadisnya. Sepersekian detik hingga Nesya terpaku kaget. Dia hanya bisa mematung ketika Gara mengakhiri ciuman singkat mereka, ah bukan, lebih tepatnya Gara yang memulai.
"Sekali-kali mulut kamu itu harus dikasih pelajaran biar gak asal nyerocos. Tapi gak masalah sih, aku malah suka. Sering-sering aja mengulangi hal seperti tadi dan aku akan langsung menciummu" bisiknya pelan dengan seringai khas Gara. Nesya mengerjapkan matanya ketika kedua pipinya terasa panas.
Gara menahan senyum melihat Nesya yang melongo dengan mulut setengah terbuka. Ah, dia jadi ingin mengecup bibir itu lagi. Bibir rasa-rasa, menurutnya. Entah Nesya menggunakan apa pada permukaan bibirnya itu, tapi menurut Gara rasanya seperti permen buah. Hihi.
Nesya mengerucutkan bibirnya lucu. Sebal atas tindakan mendadak dari pria tampan yang saat ini mengulum senyum di hadapannya. Dia pikir dampaknya tidak besar apa? Lihat saja sekarang, bahkan kakinya lemas seolah tak bertulang akibat 'serangan' tadi.
"Gara, ini tempat umum. Apalagi rawan anak-anak. Gimana kalau ada yang liat? Ck, main asal nyosor aja sih" sungutnya kesal setelah berusaha keras menormalkan ekspresi bodohnya tadi.
"Ohh kalau bukan tempat umum, kalau nggak ada anak kecil, jadi aku boleh cium kamu, gitu? Yaudah, di kamar aja ya nanti" kerling Gara dengan senyum miringnya. Nesya membulatkan matanya. Bukan itu yang ia maksud. Dia menggeleng gusar. Ah, memang tak bisa mengelak lagi kalau kadar kemesuman tunangannya itu kini kian bertambah.
Duk
"Aww, sakit, love. Kejam banget sih"
Gara meringis sakit. Serius deh, sepertinya Nesya beneran bukan perempuan. Injakannya kuat banget, sumpah. Bisa-bisa Gara patah tulang kalau tiap hari Nesya menyiksanya dengan injakan mautnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiance? Hell No!
RomanceGagap, manja dan bocah. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari pria macam dia? Nesya tak pernah terpikir akan jatuh pada pesona Gara, si pria kaku calon tunangannya sendiri. Lantas apa yang terjadi jika Tuhan telah berkata lain? Takdir itu indah da...