"Abang serius mau pergi?" tanya makhluk di sampingku. Aku melirik kesal padanya.
"Ini udah kelima kalinya kamu nanya, Raff" sahutku. Raffa menggaruk tengkuknya, meringis dan memamerkan giginya.
"Aku cuma mau yakinin abang sekali lagi. Kalau abang pergi, aku gimana? Sedih tau, rasanya" Aku bergidik ngeri melihat tampang Raffa. Heran, kenapa banyak perempuan yang betah menempel pada lelaki macam dia.
"Kan udah ada abang yang satunya" jawabku cuek. Mengingat dia, aku kembali meringis sakit.
"Kan beda bang. Aku lebih sayang sama abang daripada bang Bara yang notabennya baru kembali ke Indonesia" Aku menghela nafas panjang.
"Jangan seperti itu. Dia juga abang kamu. Tampang kita juga hampir mirip. Jadi harusnya gak jadi masalah"
"Masalah kali, bang. Wajah emang sama tapi sifat kalian beda"
"Bara lebih mudah bergaul. Dia cepat beradaptasi. Pasti kamu juga cepat akrab dengannya"
"Nah justru itu. Bang Bara emang sebelas dua belas sama sifatku, beda sama abang yang lebih ke kaku, pendiem, pokoknya bertolak belakang deh" jelasnya. Aku memicingkan mataku menatapnya curiga.
"Maka dari itu, kamu bisa bully abang semaumu. Gangguin abang sama sikap konyolmu itu. Iya? Begitu, Raffa?" selidikku. Sedangkan yang ditanya sudah cengar-cengir tak jelas. Ck, ini anak kelewatannya bikin ngusap dada.
"Hehee.. tumben abang peka" Aku mendelik kesal padanya.
Tak ku tanggapi Raffa lagi. Aku menatap lurus ke depan. Memandangi orang yang berlalu lalang di bandara ini. Memutar bola mataku seakan mencari kedatangan seseorang. Oke, pikiranku mulai konslet sepertinya. Tak seharusnya aku memikirkannya lagi.
"Bang," panggil Raffa. Aku berdeham menyahuti.
"Nyari siapa?"
"Nggak"
"Kak Nesya, ya?" Aku berdecak kesal. Bisa tidak sih dia tak menyebut namanya.
"Bang, ini take offnya baru sejam lagi. Masa iya abang tega ninggalin dia sendirian disana. Emang abang mau dicap tunangan jahat?" Aku terdiam mendengar omelan Raffa. Ck, untuk apa aku mengharapkan kedatangan dia disini, berharap dia menahanku pergi kalau sebenarnya aku lah yang tak memberitahukan keberadaanku padanya. Bodoh.
Aku mengambil ponselku. Membuka kotak masuk pesan yang tertera namanya.
Malam ini, di taman pertama kali kita dinner. Be ready :)
From Love
Entah apa yang ada di pikirannya sampai dia memintaku kesana. Aku sama sekali tak punya bayangan apa yang akan dilakukannya. Apa dia akan menjawab pernyataan hatiku? Siapkah aku mendengar penolakannya, mengingat beberapa hari ini dia menghindariku. Siapkah hatiku hancur mendengar jawabannya, mengingat sikapnya yang mendiamkanku. Hah.. aku menghela nafas dalam. Aku benar-benar tak sanggup. Anggap aku pengecut, karena aku memang berusaha melarikan diri darinya.
"Bang," sikut Raffa lagi.
"Hmm" sahutku malas.
"Temui dia. Seenggaknya kasih penjelasan, bang" Aku menggumam asal. Sebenarnya tak tega, tapi aku takut. Melihat wajahnya adalah kelemahanku. Aku tak akan bisa pergi jika bertemu dengannya sekarang.
"Astaga, bang" katanya lagi, mengguncang tubuhku. Aku mengernyitkan dahi bingung.
"Apa sih, Raff!" kesalku.
"Sekarang! Sekarang hari apa coba?!" tanyanya panik. Dia bergerak gelisah membuatku gusar sendiri.
"Selasa? Gak tau lah, emang aku kalender berjalan" jawabku ketus. Malas meladeni Raffa yang tiba-tiba seperti cacing kepanasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiance? Hell No!
RomanceGagap, manja dan bocah. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari pria macam dia? Nesya tak pernah terpikir akan jatuh pada pesona Gara, si pria kaku calon tunangannya sendiri. Lantas apa yang terjadi jika Tuhan telah berkata lain? Takdir itu indah da...