Dua

332 55 0
                                    

Kalila mengembuskan napas panjang membaca pesan dari Natania Samantha, entah kenapa ia merasa bahwa sosok yang mencarinya adalah Shaka. Ya! Shaka Nattariksa Waisna. Sosok yang tidak pernah berhenti menghantuinya meski telah 15 tahun lamanya meninggalkan dunia lamanya.

Kalila masih mengingat jelas pertemuan dramatisnya dengan Shaka kemarin, siapa yang mengira mereka akan bertemu kala melakukan pertolongan pertama orang asing di mal? Apalagi di Jakarta, tempat yang dikira Kalila tidak akan pernah didatangi Shaka. Bukankah ia memilih kota ini karena itu?

Sweater cokelat yang warnanya sudah mulai pudar berayun dari beranda kos Kalila. Satu-satunya benda yang tak pernah bisa ia buang meski telah menghilangkan jejak masa lalu. Sesekali ia bahkan mengenakannya. Sering sesungguhnya. Kalila merasa lebih nyaman ketika mengenakannya.

"Kenapa juga gue pakai sweater itu tadi?" kata Kalila, ia kemudian merebahkan dirinya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar yang dipenuhi dengan stiker bintang.

Kring...

Kalila terperanjat ketika ponselnya berdering. "Halo?" jawabnya.

"Lo ngapa nggak balas chat gue, sih?" protes Natania di seberang sana.

"Gue bingung harus jawab apa juga, but I think I knew who is he."

"Jangan bilang...

"Iya, dia. Shaka Nattariksa," potong Kalila.

"You never told me that he is freaking handsome!"

Kalila tersenyum, Natania memang terkadang bisa membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.

"Yang jadi masalah adalah kenapa dia cari gue, bukan?"

"Well, true. Gue penasaran kenapa dia mencari lo kaya orang kesetanan. Apa kalian yakin dulu benar-benar tidak ada apa-apa?"

Kalila merenung, ia dan Shaka memang tidak pernah ada "apa-apa". Setidaknya yang diingat Kalila, Shaka tidak pernah mengungkapkan rasa suka terhadapnya bahkan bisa jadi memang tidak mempunyai perasaan itu. Kalila? Jangan ditanya, tentu saja dia tidak akan menghilang jika mengungkapkan perasaannya kepada Shaka 11 tahun lalu.

"Halooo... are you still there?" ucap Natania usai Kalila terdiam cukup lama.

"Gue nggak tahu dan sesungguhnya gue berharap tidak bertemu dia lagi. Lo tahu sendiri nggak mudah buat gue untuk bertahan selama ini. Gue nggak ingin Shaka atau siapa pun di masa lalu gue merusak apa pun yang gue miliki sekarang. Nggak lagi," ucap Kalila.

***

Surabaya 2006

Hari itu mendung, pun suasana hati Kalila tak kalah dengan langit di atas sana. Ia cemberut sejak bangun pagi, hari pertamanya datang. Kalila selalu merasa hari pertama datang bulan cukup menjengkelkan.

Kalila selalu merasa tidak nyaman ketika hari pertama datang bulan, perutnya akan nyeri berjam-jam hingga rasanya ingin mati. Emosinya pun berubah menjadi lebih sensitif, ia bisa saja tiba-tiba ingin menangis ketika hari pertama datang bulan.

Biasanya, Kalila akan izin tidak masuk sekolah ketika hari liburnya tiba. Kali ini, ia tidak bisa melakukannya. Hari ini akan ada praktikum di lab kimia dan ia tidak ingin melewatkannya. Mengerikan memikirkan ia harus melakukan praktikum ulang sendiri jika harus "meliburkan diri" hari ini.

Kalila duduk dengan malas di tempatnya, menyandarkan kepalanya di meja dan menutup mata. Ia sudah meminta teman satu bangkunya untuk membangunkannya ketika guru tiba. Setidaknya, Kalila punya waktu 30 menit sebelum bel masuk berbunyi.

What A Miracle (Jaehyun x Ryujin x Haechan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang