"La Na," ujar Shaka, hanya dalam waktu hitungan detik ia telah berdiri di hadapan Kalila. Rasanya, Kalila ingin menghilang saat itu juga. Namun, agaknya percuma.
"Jangan menghindar lagi," ucap Shaka penuh penekanan.
"Kapan aku menghindar?" jawab asal Kalila, tentunya tidak akan ada yang percaya. Orang tampaknya akan lebih percaya ia mati dibandingkan perkataan itu.
Kalila mengembuskan napas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu meja kantin RS Miracle. Natania berbisik mengungkapkan permintaan maaf kepadanya, Kalila mengangguk. Percuma saja ia marah.
Shaka ikut duduk di hadapan Kalila ketika ia mulai menyantap makan siang yang cukup terlambat ini. Seharusnya ia makan di luar seperti rencana awal setelah melakukan check up rutin tahunannya. Namun, menu kare Jepang di RS Miracle terlalu sayang untuk dilewatkan.
"Apa kabar?" tanya Shaka setelah entah berapa lama meja tempat mereka duduk sunyi.
"Baik. Kamu kerja di sini?" Kalila menyesali pertanyaan bodohnya. Ia jelas-jelas bisa melihat Shaka mengenakan seragam dokter biru lengkap dengan kalung id card melingkar di lehernya.
"Yap, almost setengah tahun. Kamu sakit?"
Kalila tak bisa menahan dirinya untuk tak menatap Shaka mendengar suara khawatir itu. Suara yang masih sama dengan 15 tahun lalu. Kalila kemudian menggeleng.
"Cuma check up tahunan, sesuai saran dokter," terangnya lalu tersenyum simpul. Kali ini, ia tak memaksakan diri. Entah kenapa, Kalila merasa perlu tersenyum menghentikan rasa khawatir pria di hadapannya itu.
"Glad to hear that."
Meja kembali sunyi dalam beberapa menit selanjutnya. Kaki Natania tak berhenti bergerak, Kalila tahu temannya itu panik. Meski begitu, ia juga tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini. Ia lapar. Itu membuatnya tak bisa menghindari Shaka.
Shaka juga terlihat tidak berniat beranjak dari mejanya saat ini. Bukankah harusnya dokter itu sibuk? Shaka justru asyik bermain ponsel di hadapannya. Shaka juga tampaknya tak berpikir untuk kembali di tempat duduknya semula, 2 meja sebelum meja Kalila dan Natania.
Kalila sesekali memperhatikan meja itu. Shaka bersama seorang wanita sebelumnya. Kalila gagal mengenali sosok wanita yang tadinya duduk di hadapan Shaka. Jujur, itu membuat Kalila gundah.
Wanita itu terus menunduk menatap ponsel sejak menghabiskan makanannya. Kalila semakin sulit mengenali wanita itu ketika seorang pria dengan setelan jas resmi duduk di depannya.
"Shit," seru Kalila.
"Hm? Kamu bilang apa?" sahut Shaka bingung.
Kalila rasanya ingin mati saja. Kebiasaan menyerukan apa yang ada di pikirannya ini memang harus diubah secepatnya. Ia tak lagi berdiam diri di kamarnya tanpa ada satu pun orang yang memperhatikannya.
Kalila mengembuskan napas lega ketika sedetik kemudian Shaka menjawab telepon. "Saya segera ke sana," serunya dan beranjak dari tempatnya duduk.
"Give me your number," pinta Shaka sembari menyodorkan ponselnya.
Entah kegilaan dari mana, Kalila benar-benar memberikan nomor ponsel aslinya kepada Shaka. Ia benar-benar sudah gila, untuk apa 15 tahun terakhir ia jalani jika dengan mudah memberikan nomor telepon ke Shaka?
"I call you later," ujar Shaka seraya tersenyum. Ia kemudian berhenti sejenak di tempat wanita yang bersamanya sebelumnya dan memberikan kunci yang entah apa. Shaka kemudian berlari meninggalkan kantin dan ya, rasa penasaran Kalila.
***
"Lo beneran kasih nomor lo?" tanya Natania sesaat setelah masuk ke mobil.
"Bodohnya, iya."
Natania terkejut, tapi ia terlihat sangat bahagia. "He's so fucking handsome, Lila. Gue jadi lo tentu bakal mohon-mohon dia untuk sama gue aja."
Kalila tertawa, perkataan random Natania memang sama sekali tidak terduga. Tentu saja ia sadar Shaka tampan. Meski begitu, Shaka memang terlihat jauh lebih menawan setelah 15 tahun lamanya. Rambutnya sedikit lebih panjang dibandingkan masa SMA, rambutnya dibiarkan menutupi dahi. Kalila tak pernah mengira Shaka akan dewasa dengan seksi.
Kalila menggeleng menyadari pikiran kotornya. Ia kemudian menenggak ice americano yang ia bawa dari kantin RS Miracle.
"Ngapain lo geleng-geleng? Hayo lo mikir apa?" todong Natania curiga.
Ponsel Kalila bergetar menandakan pesan masuk. Ia reflek langsung membuka ponselnya. Kalila memang terbiasa langsung mengecek ponselnya jika memang bisa. Memberikan respons dengan cepat kepada pembeli memang tugas penjual, bukan?
Sayangnya, pesan kali ini bukan dari pembeli A Lil Night Dreams.
From: +628577...
I'm Shaka. How about get some coffee tonight?Kalila tanpa sadar melepaskan ponsel dari tangannya, beruntung ponsel itu hanya jatuh di mobil.
"Apa? Ada apa? Kenapa?" seru Natania panik.
Kalila mengambil ponselnya bertepatan dengan pesan baru muncul di ponselnya.
From: +628577...
Atau apa pun yg kamu mau.Sent: +628577...
sure."AAAAAH, KENAPA GUE BALAS GITU?!" seru Kalila, kesal atas balasan tanpa otak yang sudah ia kirim ke Shaka. Sialnya lagi, pesan itu langsung dibaca dan tentu percuma mengklik tombol unsend.
***
"Sorry, aku telat. Ada situasi darurat di rumah sakit sebelumnya," ujar Shaka ketika sampai di meja Kalila.
Shaka masih berdiri di samping meja dengan napas tak beraturan, peluh menetes di samping dahi. Kalila bisa melihat Shaka masih mengenakan seragam dokternya, atasan dan celana biru. Meski begitu ia mengenakan sweater hitam untuk menutupi atasannya.
"You already told me, it's okay. Aku belum lama kok sampai, pesananku bahkan belum datang," ucap Kalila seraya tersenyum.
Shaka tersenyum. Seketika, Kalila merasa ada hal yang aneh dengan perutnya.
Kalila dan Shaka menikmati momen kebersamaan mereka bak tak pernah berpisah 15 tahun lamanya. Keduanya menceritakan kesibukan hari-hari mereka belakangan. Meski begitu, tak ada satu pun yang membahas masa lalu. Entah Kalila harus bersyukur atau tegang karena Shaka tentu bertanya-tanya tentang itu. Atau hanya Kalila yang bertanya-tanya mengenai kehidupan Shaka selama ini?
Shaka masih sama seperti dulu. Setidaknya, tindakan gentleman yang selalu ia lakukan tanpa diminta. Membukakan kaleng soda Kalila, menukar makanannya ketika ternyata menu yang dipesan Kalila terlalu pedas untuknya, sampai membuka dan menahan pintu untuk Kalila. Shaka tak banyak bicara, tapi bukankah yang terpenting memang sebuah tindakan?
"I'm sorry, I gotta go," ucap Shaka tak lama usai mengecek ponselnya. "Pasienku..."
"You don't need to explain. We can meet anytime," potong Kalila. Sejujurnya, ia lagi-lagi menyesal atas ucapannya. Apakah benar bahwa 15 tahun lalu ia bertekad tak lagi berhubungan dengan Shaka?
Kalila sangat terkejut ketika Shaka tiba-tiba memeluknya. Sedetik yang lalu, pria itu telah berlari ke arah pintu kafe. Shaka memeluknya singkat, membisikan kata-kata yang tak pernah Kalila sangka sangat berharga.
"Glad to see you alive, Kalila Nayva," bisik Shaka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
What A Miracle (Jaehyun x Ryujin x Haechan)
Romance1# Miracle Series Dia tiba-tiba saja menghilang. Tak ada satu pun orang yang mengetahui keberadaannya. Dia seakan ikut hilang ketika kudengar ayahnya tiada. Aku tak pernah menyangka hari itu menjadi terakhir kalinya aku melihat senyumnya. Andai saja...