Sembilan

73 14 0
                                    

Shaka melepas penutup kepala kurang dari sedetik ia duduk di kursinya. Tentu saja ia lelah setelah menjalani operasi bypass jantung (dikenal juga sebagai CABG; Coronary Artery Bypass Graft. Merupakan tindakan bedah yang bertujuan untuk mengatasi penyakit jantung koroner) selama 6 jam. Ia biasanya akan langsung tidur di ruang jaga, mengingatkan ke perawat untuk membangunkannya jika ada perubahan sekecil apa pun di pasien yang baru saja selesai operasi. Kali ini, tidur bukan pilihannya.

Layar terang laptop cukup membuat Shaka menyipitkan mata. Ia membuka folder lama yang menyimpan memorinya semasa SMA. Sudah lama folder itu berdebu. Shaka merasa harus melihat kumpulan foto dan video dalam folder itu sebelum mencari tahu apa yang terjadi 15 tahun lalu. Sungguh, Shaka merasa beruntung karena operasi berjalan lancar. Bahkan, ketika ia mulai memikirkan Kalila sembari memegang pisau bedah di tangannya.

Shaka tersenyum memandangi deretan foto-foto yang diabadikan di Hari Kartini. Ia ingat kalau teman-teman sekelasnya menggila kala itu. Berbeda dari kelas lainnya, 12 IPA-4 mengusung konsep mendobrak norma gender. Siswa laki-laki dan perempuan bertukar outfit. Laki-laki mengenakan kebaya, lengkap dengan jarik. Sedangkan anak-anak perempuan memakai beskap.

Video Kalila ketika menjadi perwakilan anak kelasnya terputar, Shaka tersenyum. Kalila terlihat berbeda dalam video itu. Ia tampak ceria dan percaya diri. Hal paling penting, Kalila terlihat lebih "bernyawa". Shaka sulit memahami apakah Kalila yang ditemuinya kemarin adalah orang yang sama seperti 15 tahun lalu. Keduanya terlihat berbeda, tapi juga sama.

"Papa saya bilang, wanita itu harus pintar. Kakak laki-laki saya bilang kalau wanita itu harus anggun. Kakak perempuan saya beda lagi, bilangnya wanita harus jago masak. Kenapa itu semua harus dibebankan ke wanita? Bukankah ketiga hal itu juga patut dimiliki pria? Itulah kenapa kelas kami menujukkan sisi yang tak biasa dari wanita, gagah berani. Pria juga bisa menunjukkan sisi lemah," seru Kalila dengan semangat menggebu di dalam video.

Shaka tertegun. Ia tidak salah mengingat. Kalila bukan anak tunggal, tapi mengapa ia mengatakan kalau ia anak tunggal?

***

"Ya, Tuhan! Bisa gak sih lo setidaknya mandi gitu?!" Protes Devanka ketika memasuki ruangan Shaka.

Sebenarnya, Shaka sudah mandi tadi pagi. Hanya saja, kumis dan berewok tipis yang mulai muncul di wajah Shaka karena tak bercukur entah sejak kapan.

"Oke, lo emang sepertinya udah mandi kalau melihat kondisi kamar mandi di ruangan gue pagi ini. Tapi bisa gak sih lo jangan nunjukin muka kayak pengangguran ketika gaji lo paling gede di sini?" Racau Devanka lagi.

"Kalau lo gak berhenti ngomel, keluar bisa gak?" Sahut Shaka tanpa mengalihkan pandangan ke layar laptop. Ia tengah sibuk membuat catatan untuk menangani semua pasiennya selama 3 hari ke depan.

Semua pasien yang dipegang Shaka dalam kondisi sangat stabil. Itulah kenapa ia berani membuat keputusan untuk mengambil cuti dan pergi ke Surabaya. Ia harus tahu apa yang terjadi 15 tahun lalu.

Shaka baru menatap Devanka setelah teman sekaligus sahabatnya itu meletakkan secarik kertas di meja. Shaka menunjukkan ekspresi yang seakan mengatakan "apa lagi ini?"

"Surat biar lo aman dan gak dilaporin ke polisi. Kasih ke resepsionis hotel aja besok. Gue rasa lo butuh tempat tinggal buat sendiri waktu di Surabaya, gue rasa lo gak ngehubungin orang rumah kalau tiba-tiba mudik," jelas Devanka lalu beranjak meninggalkan Shaka.

"Dev, thanks," ucap Shaka. Ia selalu lupa kalau Devanka adalah seorang perencana yang hebat. Kalau tidak, mana mungkin Grup Miraviglia mendapatkan keuntungan sampai 300 persen hanya dalam waktu 3 tahun ketika Devanka memegang kendali?

"Anytime."

***

Perjalanan ke Surabaya terasa jauh lebih lama dibandingkan apa yang diingat Shaka sebelumnya. Ia memikirkan berbagai macam situasi yang mungkin terjadi 15 tahun yang lalu. Meski begitu, ia tidak menemukan satu situasi yang masuk akal.

Shaka tiba-tiba menyesal karena ia tidak banyak menonton film atau membaca buku fiksi. Bukankah fiksi terinspirasi dari kejadian yang terjadi dari kehidupan seseorang? Sebenarnya, Ishana mencintai fiksi. Namun, Shaka merasa sangat salah untuk bertanya kepada Ishana.

Shaka menghentikan pikirannya tentang Kalila ketika supir taksi menghentikan mobil. Ia sudah sampai di cabang hotel Miraviglia Surabaya. Tak berbeda dari cabang Jakarta, cabang Surabaya juga menunjukkan kemewahan khas Hotel Miraviglia.

Lalu seperti yang diduga Devanka, Shaka diminta untuk menunjukkan surat atau apa pun entah yang diberikan kepada Devanka di Jakarta. Keramahan karyawan berubah berkali lipat lebih ramah sampai membuat Shaka takut ketika mengetahui kalau Shaka adalah tamu Devanka. Hidup berbekal label "teman Devanka Miraviglia" benar-benar mempermudah segalanya. Pantas saja banyak orang yang mengantre untuk hal itu.

Tak lama setelah mandi, Shaka mengirimkan pesan di beberapa nomor berbeda. Ia tidak tahu siapa yang bisa ia temui selama 3 hari ke depan. Ia bahkan tidak cukup dekat dengan teman-teman sekelasnya di masa lalu. Sepanjang ingatannya benar, ia hanya akrab dengan Javier, Yiga, dan tentu saja Kalila.

To: Yiga, Dean, Dania

Ini Shaka, emang tiba2 dan telat. Tapi bisa gak kita ketemu? Aku ingin tahu soal Kalila.

Shaka tertidur tak lama setelah mengirimkan pesan ketiga orang teman sekelasnya di SMA. Ia tak menantikan jawaban langsung datang menghampirinya. Ia saja sudah sangat tidak sopan dengan mengirimkan pesan tengah malam ke orang-orang yang sudah lama tidak ia temui.

***

Shaka tidak pernah mengucapkan syukur karena ia tipe orang yang bangun pagi, sampai ketika ia membaca balasan Yiga. Tepat pukul 5 pagi, Yiga mengatakan kalau ia hanya punya waktu sampai jam 8 pagi untuk bertemu dengannya.

Yiga sudah duduk di salah satu meja restoran hotel ketika Shaka datang. Yiga tampil santai berbalut hoodie hitam dan celana denim abu-abu. Kacamata berbingkai hitam bertengger di wajahnya. Tidak banyak yang berubah tentang Yiga selain sedikit kerutan di area mata.

"Udah lama gak ketemu," sapa Shaka sembari tersenyum. Sayangnya Yiga tidak memancarkan sedikit pun aura keramahan.

"Buat apa cari-cari Kalila? Setelah selama ini?"

"Aku selalu cari La Na sejak dulu. Bukannya kalian cuma bilang dia pindah dan mengalihkan pembicaraan saat itu?"

"Jangan panggil dia La Na! Iku ae koen gak ngerti (Itu aja kamu gak tahu)."

"For God's shake! Berhenti ngelihatin aku kayak orang jahat! Kenapa tatapanmu seakan-akan mengatakan aku bakal melukai La Na... Kalila? Itu hal paling terakhir yang pengin aku lakuin!"

Yiga tertawa sumbang, seakan-akan mengungkapkan kalau Shaka penuh dusta.

"Koen dan pacarmu jelas jadi orang yang paling melukai Kalila," ucap Yiga dingin.

"Pacarku? Sebenarnya apa yang mbok maksud, Ga? Gak perlu berbelit!"

"Ingat-ingat sendirilah kelakuan pacarmu zaman SMA."

"Siapa juga mantanku zaman SMA?! Aku bahkan gak pernah punya pacar sampai detik ini!"

"Koen gak pernah pacaran sama La Sya? Kalila Syanaz?"

"Apa yang dilakuin Syanaz ke Kalila?"

Shaka merasakan ketakutan yang sangat besar ketika mengetahui Syanaz ada di balik hilangnya Kalila dari hidupnya. Ia tahu, Syanaz akan menghalalkan segala cara untuk mendekatinya. Hanya saja, Shaka tidak tahu itu sudah dimulai sejak 15 tahun yang lalu. Sebenarnya apa yang membuatnya menutup mata sebelumnya?!

***

What A Miracle (Jaehyun x Ryujin x Haechan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang