🎶Apalah artinya hidup, tanpa kekasihku.
Percuma ku ada di sini.🎶Elis menutup payungnya, pada pintu belakang kantor. Ia mengibas-ibas rok rampel hitam selututnya yang sedikit dibasahi air hujan. Ia menghela napas, mengingat nasib motornya di bengkel.
🎶Langit begitu gelap,
Hujan tak juga reda.🎶"Hufft ... Pagi yang menyedihkan," monolognya memandangi derai hujan yang terus turun.
🎶Cintaku terenggut,
Tak terselamatkan.🎶Remang-remang suasana lorong bagian belakang kantor itu, Elis menelusurinya tanpa rasa takut sama sekali. Sebab, tak jauh dari pintu, ia sudah bertemu dengan tangga. Untung saja ruangannya ada di lantai 2. Jadi cukuplah sekali saja dia bermain tangga setiap harinya.
🎶Ingin kuulang hari ....
Ingin kuperbaiki, Kau sangat kubutuhkan.
Beraninya kau pergi dan tak kembali.🎶Lamgkah wanita berkemeja merah tua itu terhenti pada anak tangga tatkala mendengar sebuah lagu. Nyanyian samar-samar itu memang sudah ada sejak tadi. Sepertinya suara yang diiringi piano itu berasal dari sebelah kiri tempatnya berdiri sekarang.
🎶Kubiarkan senyumku ...
menari diudara, biar semua tahu,
kematian tak mengakhiri cinta.🎶Ia memantapkan diri untuk mencari sumber suara itu, tepat pada ruangan terakhir depan gudang, ia berhenti. Pintu yang sesikit terbuka memudahkannya menintip ke dalam ruang kecil itu. Ia mendapati sosok pemuda, pemilik suara merdu itu.
🎶Di mana letak surga itu ....
Biar kugantikan tempatmu denganku.🎶Rian tampak begitu menghayati setiap lirik yang ia lantunkan. Elis tak percaya kalau lagu milik Agnes Monica itu mampu membuat seorang Rian yang dingin menjatuhkan air mata dengan emosi. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha memastukan itu adalah Rian.
🎶Adakah tanda surga itu ....
Biar kutemukan, untuk bersamamu.🎶Begitu pilu, begitu tenggelam ia dalam setiap sajak yang berlaku pada lagu tersebut. Sembari berharap akan adanya keajaiban dapat berjumpa dengan kekasihnya yang entah ada di mana.
🎶Percuma ku ada di sini,
Tanpa kekasihku bersamaku.🎶Lirik terakhir membuat Rian bernapas perlahan dan membuka mata yang tadinya terpejam karena nada tinggi. Pandangannya lurus menatap tembok di depannya. Elis sedikit menengadah guna mengetahui apa yang dilihat Rian. Namun, entah kenapa nasibnya harus jadi mendobrak pintu tersebut. Sungguh, tidak sengaja ia melakukannya. Lagi pun, mana mau dia tertangkap basah sedang menguntit Rian.
"Kau!" decak Rian terkejut.
"Eh, Ma-maaf. A-aku ti-tidak sengaja lewat ta-tadi. Ya, aku tidak se-sengaja mendengarmu menyanyi. Tadi memang aku masuk le-lewat pintu be-belakang," beber Elis begitu gugup.
"Keluar," tandas Rian langsung saja menutup pintu.
***
"Mengenai Antestrega ... Aku percaya."
"Apa? Kamu percaya cerita konyol si KJ?" nyinyir Raka.
"Iya," tukas Mirabsedikit melamun.
"Lalu? Apa ada jalan keluar untuk kita berdua?"
Mira diam, ia menghela napas. Entah apa yang akan dia lakukan terhadap kutukannya. Yuni menepuk pundak gadis bermata biru laut itu.
"Eh, tapi ... Ada rumor yang mengatakan kalau Antestrega masih hidup sampai sekarang." Tiba-tiba Kelana Jiwa menyahut, membuat Raka melemparinya kerikil dengan gemas.
"Benarkah?" Seketika raut wajah Mira berbinar.
"Ya, mungkin. Kamu bisa memastikannya dengan petuah ular. Si kembar tahu tempat kembarannya." KJ menunjuk Yuni.
"Namaku Yuni! Serpent centil itu bukan kembaranku!"
"Yuni, kamu tahu tempatnya?"
"Ya, tapi aku tidak mau ke sana. Aku tidak suka dengan serpent centil berambut putih yang berkeliaran di sekitar gua petuah."
"Tolong, aku sangat butuh informasi mengenai serpent. Mungkin dengan itu aku bisa menemukan cara untuk kembali menjadi manusia utuh. Sekaligus menjadikanmu manusia," beber Mira membuat Yuni terkesima.
"Kenapa kamu mau membatuku?"
"Karena kamu temanku, kamu layak mendapat rangkulan."
"Aku belum pernah bertemu serpent sepertimu."
"Oh, ayolah! Itu karena Mira masih setengah manusia," ketus Raka tak dihiraukan semuanya.
"Dan aku belum pernah bertemu dengan Serpent sebejat dia," ungkap Yuni menunjuk Raka dengan jempolnya sembari tersenyum pada Mira.
"Hehehe, jadi ... Bisa kita ke tempat itu?"
"Tentu saja, ayo!"
"Tunggu!" Raka mencegah keduanya.
"Apa lagi?" pekik Mira.
"Baiknya kita pulang dulu, bukannya kita sudah terlalu lama di sini? Bagaimana kalau si ganteng datang ke rumahmu?" usul Raka.
"Ah, benar juga."
"Apa itu rumah?" tanya Yuni dan KJ bersamaan.
"Tempat tinggal," jawab Mira.
"Seperti ini, pohonmu, rawa merahmu, kunang-kunangmu. Ini tempatmu tinggal bukan? Berarti ini rumahmu," tutur Raka sedikit tidak Ikhlas menjelaskan.
"Oh ... Berarti selama ini aku punya rumah," gumam KJ memperhatikan wilayah pribadinya.
"Yuni, aku akan kembali besok. Kamu mau, ya? Tinggal di sini dulu memunghu kami kembali."
"Aku? Berdua dengan serpent berawa merah ini? Tidak, tidak. Lebih baik aku menunggu kalian di pinggir hutan sambil mencari manusia yang lewat. Kalau ada," celetuk Yuni.
"Ah, begitu. Baiklah ... Ayo pergi."
"Dah, KJ!" Raka melempar kerikil sebagai lambaian.
Bersambung ....
Special update for :
- Khairunnisya
- Member KLB Indonesia
- Member Komunitas Penulis Daring
KAMU SEDANG MEMBACA
The Serpentes
FantasyIni tentang manusia yang berusaha melepaskan diri dari kutukan kaum Serpent. Mereka hendak mencari tahu siapa yang menciptakan kutukan tersebut. Jika mereka membiarkan kutukan itu tanpa memindahkannya ke orang lain, maka imbasnya adalah mereka menj...