I

134 19 22
                                    

Andai ....
Aku tak meninggikan egoku

Andai ....
Aku tak meninggalkannya

Mungkin ....
Semua ini tidak akan terjadi

Dan ....
Aku masih tetap bersamanya.

***

"Mira!" teriak Farel penuh khawatir.

Dia sudah mengecek tenda gadis itu, tetapi dia tidak ada di sana. Ia juga sudah mengelilingi posko area perempuan guna menanyakan keberadaan kekasihnya itu. Namun, tidak satu pun yang melihatnya.

"Key ... kamu lihat Mira, tidak?" tanyanya bermimik putus asa.

"Tadi dia jalan ke sana, kayaknya dia ngambek, deh." Key mengarahkan dengan dagunya.

"Serius? Ke sana?" tunjuk Farel memastikan.

"Iya, ih. Sesekali percayalah pada Adikmu sendiri!"

"Key, Abang serius."

"Aku juga serius, ih."

Kai mencetus kesal, ia lalu mengancing tendanya. Farel pun mencetus kesal, ia segera menghampiri kumpulan temannya sesama panitia perkemahan.

"Kenapa, Rel?" tanya Elis

"Mira, dia tadi marah sama aku karena masalah Kak Uni tadi."

"Apa? Kenapa?" Bang Rian mengerutkan keningnya.

"Bang, tolong bantu cari Mira. Aku tidak akan bisa konsentrasi kalau begini. Dan lagi, ini hutan lebat, Bang. Kalau sampai terjadi apa-apa sama Mira, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri."

Bang Rian selaku ketua terkekeh melihat kepanikan Farel, ia pun berdiri dengan tegas dan mengatakan, "Kumpulkan semua panitia, kita cari dia."

***

Uhuk! Uhuk! Mira merasakan semilir angin menembus tubuhnya yang basah, seakan ia baru saja selesai menyelam. Suara aliran sungai dan rimbunan pohon bambu raksasa menyadarkannya, bahwa dia sedang ada di dalam hutan yang dominan adanya pohon pinus.

"Astaga, aku dimana?" tanyanya pada diri sendiri.

Sedetik kemudian kepalanya terasa begitu berat, ia meringis menahan sakit kepala yang terasa seperti sebuah decitan. Ia merasa ada sesuatu di sebelahnya, ia menoleh.

"Eh, ada orang." Ia melihat seorang Lelaki.

"Astaga, dia telanjang!" segera ia memalingkan pandangannya.

Ia melepas kardigan coklat yang ia kenakan, kini sisa gaun selutut yang ia kenakan. Entah kemana celana yang ia kenakan tadi. Persetan dengan itu, menutup kelamin orang pingsan saat ini lebih penting baginya.

"Iuuh!" pekiknya melempar kardigan miliknya pada area pribadi orang itu.

"Halo!" Mira menepuk pundaknya.

Tidak lama kemudian, orang itu mendesis. Ia memegangi kepalanya, suara Mira yang tidak berhenti menyapa seolah menuntutnya untuk segera bangun. Ia pun meluruskan kepalanya, perlahan membuka mata, lantas terlihat jelas wajah gadis itu.

"Halo? Apa anda baik-baik saja?"

Bukannya menjawab, orang itu malah bangun mengecek kakinya. Mira terkejut akan gerakan cepatnya, ia lalu dibuat heran saat lelaki itu tersenyum senang melihat kakinya sendiri. Namun, senyum itu seketika memudar tatkala ia melihat Mira.

The SerpentesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang