Mira menyeka air matanya, menyadari ia masih di parkiran dan Raka yang masih berdiri depan pintu tak berhenti memandanginya. Seulas senyum terpampang begitu Mira meliriknya. Ia pun mendekati gadis itu.
"Hei belut, mau ke hutan serpent?" ajaknya membuat Mira terkekeh lalu mengangguk menyetujui.
"Mari lanjutkan misi," senyumnya terbit walau sisa air mata masih menghiasi area matanya.
***
Di sisi lain, Farel yang duduk di tangga merenungi semua yang terjadi. Tadi adalah yang pertama kalinya dia membentak pujaan hatinya. Rasa sesal timbul, tapi rasa kecewa akan adanya Raka tak bisa ia pungkiri.
"Aaargggh!"
Ia membanting gawai yang sedari tadi ia genggam, entah benda pipih yang terhantam keras di lantai itu masih bisa digunakan atau tidak. Lelaki itu hanya bisa menangis, merutuki hubungannya. Tak lama kemudian sebuah usapan di pundaknya.
"Farel, kau baik-baik saja?" tanya Elis.
Jawaban yang ia dapatkan adalah tangisan, lelaki yang bila dipandang selalu terasa damai itu kini terpuruk, menangis begitu sedih. Elis merasakan emosi yang besar dari lelaki itu.
***
"Yuni," sapa Mira pada serpent betina yang sedang termenung di atas pohon.
"Mira!" responnya bahagia sampai terjatuh, "Aduh!"
Raka menggeleng sembari memutar bola matanya dengan malas, entah kenapa dia merasa risih jika dalam misinya harus ada serpent selain Mira.
"Kenapa kamu lama sekali?" tanya Yuni.
Mira tersenyum, "Maaf, aku ada banyak urusan."
"Wah, jadi manusia tampaknya tidak membosankan, ya?"
"Ya, aku lihat mereka banyak kerja, tapi makanannya tetap terbatas." Raka menimpalinya.
"Itu karena kita harus berhemat, Raka."
Mereka pun tiba di tempat KJ, lalu segera menuju ke area timur hutan serpent tempat di mana petuah serpent berada. Mira agak merinding mendapati bunga-bunga besar yang sepertinya bisa melahap manusia. Dari atas pohon, Yuni dapat melihat gua tersebut.
"Lima ekor lagi kalian akan mendapati gua petuah, aku di sini saja, pergilah."
"Kenapa tidak ikut saja? Sssshhh." Suara berat nan merdu terdengar berbisik, tapi mampu di dengar oleh mereka.
Yuni menghela napas, memasang ekspresi malas. Mira yang agak terkejut mencari-cari sumber suara itu. Sementara KJ tersontak merinding langsung memeluk lengan Raka.
"Apa sih? Lepaskan!" Raka menepisnya. Namun, KJ kian mengunci lengannya.
"Apa yang dicari oleh serpent kalangam bawah di sini?" Suara itu muncul lagi, membuat Mira semakin merinding.
Yuni tak tahan dengan ledekan itu, "Keluar, jangan main sembunyi pecundang."
Dengan sekejap layaknya kilat, serpent itu tiba di hadapan Yuni dan mencekiknya.
"Kau menantangku!" teriak serpent berambut putih itu.
Tak banyak bicara, Yuni langsung membantingnya. Lalu dibalas dengan ekornya yang terlilit ikut jatuh ke tanah. Mira sontak terkejut menutup mulutnya menyaksikan dua serpent dengan motif ekor yang kembar itu saling meradu. Baru kali ini dia melihat Yuni menjulurkan lidah ularnya, ditambah gigi taring khas ular. Tak kalah serpent itu juga melakukan hal yang sama. KJ yang melihatnya justru semakit menyembunyikan wajah di balik punggung Raka.
"Astaga ...." Raka menggaruk kepalanya.
Satu cakaran mendarat di pipi Yuni, membuat lawannya tersenyum puas. Raka menepis-nepis lengan KJ agar terlepas.
"Hei, belut!" panggil Raka pada Mira yang terus memandangi dua serpent betina itu layaknya sedang menonton film horor.
"I-iya, A-apa?"
"Aku harus memisahkan mereka, tapi sebelum itu, bisakah kau bantu lepaskan beban yang satu ini?" Raka mengangkat lengannya yang dipeluk oleh KJ.
"Ah, iya. KJ ... Tolong lepas lengan Raka."
"Tidak mau, tidak mau!"
"Setelah itu aku akan mendengar lagu serulingmu."
"Hah? Benarkah?" dalam sekejap lengan Raka terlepas.
"Iya, aku dan teman-teman akan mendengarmu berbain seruling, tapi kita harus menyelesaikan perkara itu dulu." Mira menunjuk dua serpent tersebut.
Raka membaca mantra, ia lantas mengontrol tumbuhan agar menjalar. Ia membuat kedua serpent itu terpisah dengan melilitnya menggunakan akar yang tampaknya sudah seperti tali.
Ia lalu menarik tangkuk kedua serpent tersebut, "Masih mau?" tanyanya.
"Dia yang mulai!" bentak Yuni.
"Dia yang memancing!" balas serpent itu.
"Kau yang lebih dulu!"
"Kau yang cari masalah!"
"Dasar serpent centil!"
"Kamu serpent kelas bawah! Aku cantik, kamu jelek!"
"Aku sudah punya nama, kamu? Hahaha. Kasihan!"
"Nyenyenyenye!"
Raka memejamkan mata, lalu menggeleng. Entah kenapa ia selalu merasa identik dengan suasana perdebatan tersebut. Dua serpent yang bertengkar, lalu ia hentikan.
"Kamu itu tidak cantik!"
"Kamu yang tidak cantik!"
"Aku cantik!"
"Aku lebih cantik!"
"Kamu tidak cantik!"
"Hei, kalian berdua cantik."
Tegur Mira mencoba mendekati, sebab melihat Raka hanya menggeleng menahan tengkuk mereka agar tidak menjulurkan lidah.
"Yuni cantik dengan rambut coklatnya dan kamu cantik dengan rambut putihmu."
"Betul," ucap Raka.
"Yuni cantik dengan mata coklatnya dan kamu cantik dengan mata birumu."
"Yap!" sahut Raka.
"Kalian berdua cantik dengan ekor kalian."
"Tapi dia kelas bawah," sanggah serpent tersebut.
"Apa yang menjadi pembeda kamu sebagai serpent kelas atas?"
"Ini, aku punya tanda lahir kerajaan."
Serpent itu menyodorkan tangannya, terdapat tulisan nama pada lengan bawah kirinya. Ia juga menunjukkan pundaknya, tampak tulisan yang sama. Mira tersenyum melihatnya.
"Ini namanya tato, bukan tanda lahir."
"Apa itu tato?" tanya Yuni.
"Itu semacam tanda buatan, digambar di tubuh kita, sifatnya permanen, jadi tidak bisa hilang."
"Jadi ini tanda lahir buatan?" tanya serpent itu.
"Iya, mungkin kamu memiliki tato itu sebelum jadi serpent."
"Bisa jadi," sahut Raka.
Serpent itu lalu merenungi, andai bisa mengingat, ia pasti mengetahui tempat asalnya.
"Gisya." Mira membaca tulisan tato yang berhias kupu-kupu itu.
"Mungkin dulu, namamu adalah Gisya."
Entah kenapa, ucapan Mira berhasil membuat serpent betina yang paling keras kepala itu jadi jinak. Dia bahkan mau berdamai dengan Yuni, juga menerima bahwa namanya adalah Gisya.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
The Serpentes
FantasyIni tentang manusia yang berusaha melepaskan diri dari kutukan kaum Serpent. Mereka hendak mencari tahu siapa yang menciptakan kutukan tersebut. Jika mereka membiarkan kutukan itu tanpa memindahkannya ke orang lain, maka imbasnya adalah mereka menj...