Pelayan Cafe

264 38 8
                                    

Short Ver

Suara jepretan kamera kembali terdengar setelah sekian kalinya. Mengabadikan setiap tempat yang ia kunjungi sebagai dokumentasi dan arsip kenangan dirinya di Surabaya. Taman Prestasi menjadi kunjungan terakhirnya untuk hari ini. Chenle menyimpulkan bahwa Kota Surabaya benar-benar memiliki jumlah taman yang sangat banyak. Berwarna-warni dan memiliki keunikan tersendiri.

Hari sudah menginjak sore. Menyesap aroma kopi bersama dengan cake sepertinya adalah pilihan yang terbaik. Cafe dengan suasana monochrome dihias dengan gambar di setiap sudut membuat ujung bibir tipis milik Chenle terangkat. Tio tersenyum mendapati Chenle yang membenarkan letak masker menutupi bibir manisnya.

Aroma kopi menguar ketika seorang pelayan meletakkan dua gelas kopi dengan wujud yang sama, tak lupa sepiring cheese cake dan brownies choco.
“Thank you.” Chenle tersenyum ke arah pelayan yang memberikan pesanannya dan Tio. Pelayan perempuan itu melangkah mundur.
“Chenle?” Chenle melunturkan senyumnya. Apakah ia begitu terkenal di sini sehingga ada orang yang mengenalinya. Apakah kepopuleran NCT Dream benar-benar menyebar ke seluruh sudut bumi. Perempuan itu masih menatap tak percaya seseorang di depannya.

“Kau mengenalku?” Logat Bahasa Indonesia Chenle benar-benar luar biasa diakui oleh Tio.
“Kau bisa berbicara Bahasa Indonesia?” Chenle mengangguk yang membuat perempuan dengan rambut panjang sebahu itu bertepuk tangan meriah. Untung saja suasana cafe sedang sepi. Hanya ada Chenle, Tio, dan perempuan tersebut.
“Bukankah kau orang Korea, kenapa bisa berbicara menggunakan Bahasa Indonesia?”
“Dia sudah belajar Bahasa Indonesia sebelum datang ke sini.” Tio mewakili Chenle menjawab pertanyaan dari pelayan tersebut.

“Aku tidak terlalu mengenalmu, tetapi temanku sangat menyukaimu.” Perempuan tersebut mengambil salah satu kursi di sana.
“Temanku adalah fansmu. Wajahmu memenuhi layar ponselnya.” Chenle mengangguk. Ternyata perempuan di sampingnya bukanlah fans dari NCT Dream. Hal ini sontak memicu rasa penasaran Chenle mengenai teman pelayan perempuan di sampingnya.
“Siapa nama temanmu?” Chenle menatap perempuan yang masih menatap takjub dirinya.
“Nara. Kinara.” Chenle tersenyum tipis. Ternyata dunia begitu sempit.

“Bagaimana kabar temanmu itu?” Perempuan itu nampak berpikir sebelum tersenyum.
“Dia baik.”
“Bolehkah aku melihat fotonya?” Pelayan tersebut kembali antusias mengeluarkan ponselnya dari kantong rok yang ia kenakan. Terdapat tiga perempuan di sana. Chenle kembali tersenyum tipis. Nara, Allen, dan perempuan di sampingnya.
“Cantik.”
“Dia memang cantik.” Chenle menyesap kopi di depannya setelah meniupnya secara perlahan.

“Apakah kau tahu sekarang dia dimana?” Perempuan dengan setelan kemeja putih dipadukan rok merah kotak-kotak pendek menunjuk atap cafe. Chenle mengernyitkan alisnya bingung. Matanya melirik ke atas. Hanya ada atap cafe dan lampu kuning sebagai pencahayaan. Chenle kembali menatap perempuan itu.
“Nara tinggal di lantai atas.” Chenle tercengang. Secepat mungkin membereskan barang-barang yang diletakkan di atas meja.

“Dia tinggal di atas?” Tio ikut terkejut setelah sepanjang perjalanan Chenle menceritakan kisah cintanya. Dan perempuan dengan nama Nara menjadi dominasi dalam setiap kalimat yang dilontarkan oleh bibir manis Chenle.
“Kita menyewa lantai atas untuk tempat tinggal.” Chenle mengangguk sebelum membisikkan sesuatu kepada perempuan tersebut. Perempuan itu membelalakkan matanya.
“Seriously?” Chenle mengangguk sebelum membawa Tio untuk meninggalkan pelayan perempuan yang masih tercengang di tempat.




Jangan kangen aku ya hehehe :) Entah kenapa akhir-akhir ini sering mual, jangan mikir yang aneh-aneh hehehe :)
Sehat selalu ya, jaga kesehatan pokoknya, jangan begadang, dan banyak minum air putih sama vitamin biar strong

Langkah Sebuah Takdir 2 (Zhong Chenle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang