“Allen.” Chenle tersenyum memandang salah satu temannya yang juga teman Nara. Perempuan dengan setelan gamis panjang itu tersenyum sebelum mempersilahkan Chenle untuk duduk di cafe yang sudah tutup.
“Bagaimana kabarmu?”
“Alhamdulillah aku baik.” Nara meletakkan segelas teh hangat untuk menemani ketiganya berbincang. Rania sedang menemani teman kuliahnya dulu untuk mencari tempat tinggal beberapa saat yang lalu.“Kau masih nampak sama seperti dulu.” Allen menyesap teh hangatnya sedikit.
“Kau yang tak melihatnya, aku bertambah tinggi dua sentimeter.” Chenle terkekeh sebelum menatap perempuan dengan jilbab coklat yang masih setia menatap meja di depannya.
“Ternyata meja lebih menarik daripada keberadaanku.” Nara melirik Chenle sekilas sebelum kembali memfokuskan pandangannya ke arah meja coklat cafe.“Kau tahu darimana Nara berada di sini?” Nara tersenyum dalam hati, ia ingin menanyakan hal tersebut sejak tadi namun, dirinya tidak berani untuk mengucapkan sepatah kata pun.
“Mama.” Nara mengernyitkan dahinya bingung. Bagaimana ibu Chenle bisa mengetahui keberadaannya di sini. Apakah selama ini dirinya diikuti oleh mata-mata. Bulu kuduk Nara sedikit meremang, memang dirinya siapa sehingga membuat perempuan yang sudah melahirkan Chenle itu mengirim mata-mata untuk dirinya. Jadi, apakah selama ini setiap pergerakannya dilihat oleh sang mata-mata.Wow.
“Pasti kau sudah tahu apa yang dilakukannya.”
“Impresif.” Allen menyenggol lengan Nara yang ada di sampingnya.
“Ngomong woy, daritadi cuman diem.” Nara menyengir sebelum menyesap teh buatannya dengan tergesa-gesa.
“Nggak usah salting.”
“Gue nggak.” Nara melirik sinis Allen di sebelahnya.Suara adzan maghrib terdengar dari berbagai penjuru. Hal itu sontak membuat Chenle berdiri dari duduknya mendahului dua perempuan di depannya.
“Mau pulang?” Nara baru mengeluarkan suaranya saat Chenle mulai menghabiskan teh di depannya sembari membereskan beberapa barang yang dibawanya menuju cafe. Chenle mengangguk sebagai jawaban.
“Aku pamit.” Nara sebenarnya ingin mencegah Chenle untuk pulang namun, tidak baik juga jika dirinya meminta Chenle untuk berlama-lama di sini.“Kenapa terburu-buru?” Nara berdiri dari duduknya disambut dengan senyum menggoda milik Allen saat mendengar pertanyaan menuntut dilayangkan oleh sahabatnya. Allen sangat menyukai drama, apalagi drama dari sang sahabat dengan idolanya. Benar-benar seru. Menurutnya sudah cukup dua tahun untuk bersembunyi atau sekedar melarikan diri dari Chenle.
Ia masih mengingat dengan jelas ketika pertama kali menginjakkan kaki di sini. Aldi, sosok kakak laki-laki Nara itu hanya berpesan untuk selalu menjaga diri karena perempuan tersebut jauh dari keluarganya. Bahkan laki-laki itu sudah bertunangan dengan seorang perempuan kakak tingkat Nara selama kuliah. Nara dan Allen berusaha untuk menyesuaikan diri agar tidak merepotkan paman Nara. Membantu adik laki-laki dari ayah Nara itu untuk mengurus cabang cafe miliknya yang baru mengalami perkembangan.
Semuanya memang akan mengalami yang namanya kesulitan karena baru pertama kali terjun di dunia seperti ini. Nara dan Allen sebenarnya merasa tidak enak karena menginap di rumah paman Nara, walaupun sebenarnya keluarga pamannya tersebut terbuka secara sukarela. Keduanya memilih untuk menyewa kamar yang berada di atas cafe tempatnya bekerja saat ini sehingga sang paman mendapatkan pemasukan dari dirinya. Sempat ditentang oleh paman Nara namun, perempuan tersebut tetap meyakinkan bahwa keduanya akan baik-baik saja.
Rania, sosok anak dari paman Nara memilih untuk mengikuti keduanya. Ketiganya berusaha membangun bisnis cafe agar berkembang menjadi lebih baik dengan ide kreatif dari menu yang diciptakan. Masih teringat jelas di benak Allen ketika sahabatnya itu berkali-kali mengucapkan kerinduan akan idolanya. Namun, perempuan itu selalu mengelak untuk menjawab segala pertanyaan yang dilontarkan olehnya.
Bagaimana dengan dirinya sendiri? Allen cukup bingung dengan kondisi asmaranya. Semuanya cukup rumit dan melelahkan. Ia tak tahu harus bagaimana. Dirinya cukup iri saat melihat Chenle rela datang ke Indonesia hanya untuk bertemu dengan Nara. Lantas, bagaimana dengan dirinya? Rasanya ia juga ingin diperjuangkan.
Allen hanya tersenyum singkat, mungkin sosok dia yang ada di sana sudah benar-benar melupakannya. Mungkin ini lebih baik. Lagi-lagi kalimat tersebut keluar dari pemikirannya. Penutupan saat memikirkan sosok laki-laki yang nampak biasa saja saat dirinya mengecek berkali-kali postingan dari sosial media laki-laki itu. Dia tersenyum bahagia, bahkan tanpa dirinya. Mungkin memang benar, Doyoung hanya diminta Tuhan untuk sekedar lewat untuk menitipkan kebahagiaan yang singkat.
Allen kembali menatap dua sosok di depannya.
“Ini sudah maghrib, tidak baik laki-laki bertamu ke perempuan untuk saat ini.” Tak hanya Nara yang melongo heran di sini, Allen bahkan lebih terkejut mendengar ucapan laki-laki di depannya. Apa katanya tadi? Bagaimana Chenle mengetahui mengenai maghrib? Berbagai pertanyaan timbul dari benak Allen.“Sudah memasuki waktu untuk salat maghrib. Aku bisa terlambat untuk mengikuti salat maghrib jamaah di masjid. Aku pamit. Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam.” Nara dan Allen menatap satu sama lain. Berusaha untuk memahami arti kalimat yang baru saja diucapkan oleh sosok yang sudah menghilang dari pandangan keduanya. Nara kembali duduk di bangkunya semula. Allen membawa bahu Nara untuk memutar ke arahnya.
“Kayaknya memang kalau maghrib banyak setannya, telinga gue jadi sedikit bermasalah.” Nara meringis sebelum menarik lengan Allen untuk menutup pintu cafe.“Chenle salat?” Allen kembali ke dalam keheningan menatap perempuan di depannya.
“Chenle? Salat?” Keduanya berjalan beriringan sembari memikirkan apa yang membuat keduanya merasa mengganjal atas ucapan Chenle sebelum meninggalkan cafe.
“Gue nggak salah denger, kan?” Allen mengedikkan bahunya bingung.
“Daripada mikirin itu mending kita ambil wudhu.”Keduanya sudah selesai untuk mengambil wudhu sebelum berteriak.
“Kok bisa Chenle salat?” Rania yang baru saja membuka pintu rumah sewanya terkejut bukan main. Memang benar jika waktu maghrib setan banyak berkeliaran contohnya, seperti dua manusia yang ada di depannya ini, sudah wudhu tidak langsung salat melainkan bergeluntungan di karpet ruang tamu yang membuat Rania memutar bola matanya malas.Aku baru sadar kalau belum update selama satu bulan, untung kalian mengingatkan ehe~ Entah kenapa waktu ramadhan gini pagi sampai sore kuliah, malem buat tarawih terus cek instagram terus bobok sampai lupa~~ hehehe
Jaga kesehatan ya, banyak minum air putih, diselingi vitamin sama buah dan sayur juga, jangan banyak pikiran ya~~
Ohh ya, kalian yang baca ini asalnya dari mana? Aku dari Semarang~~ Salam kenal >.<Udah jam 10, saatnya mengecek teaser Dream hehehe~~
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Sebuah Takdir 2 (Zhong Chenle)
FanfictionNara memilih untuk melangkah pada takdir yang berbeda dari pilihan Chenle. Apakah Chenle akan membiarkannya begitu saja? Bagaimana langkah takdir yang akan diambil oleh keduanya? Berjalan bersama pada satu tujuan atau memilih untuk berjalan dalam la...