“Huh, Lee Jeno?” Allen memutar kepalanya menghadap sasaran dimana indera penglihatannya terkunci. Di sana, sosok dengan eye smilenya berjalan perlahan menghampiri keduanya.
“Selamat datang di Seoul.” Jeno memberikan beberapa bungkus buah-buahan sebagai ucapan selamat datang untuk keduanya. Nara mengambil bungkusan yang diberikan oleh Jeno.
“Terima kasih.” Keduanya tersenyum melihat ketulusan Jeno.
“Kau kesini sendirian?” Allen menengok ke kanan dan kiri untuk mencari mungkin saja Jeno membawa gerombolannya. Jeno menggeleng sebagai jawaban.
“Semuanya sedang sibuk, aku mengingat ucapan Taeyong hyung yang mengatakan bahwa hari ini kalian datang ke Seoul.” Nara dan Allen mengangguk memaklumi. Sebagai idol tentu mereka sangat sibuk, seperti Doyoung. NCT 127 sedang berada di Jepang untuk konser.
“Kau ingin mampir?” Jeno mengecek jam di pergelangan tangannya.
“Sepertinya lain kali saja, setelah ini aku harus kembali ke perusahaan.” Nara mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya.
“Ini untukmu.” Nara memberikan permen coklat yang ia dapatkan dari Ibu Doyoung kepada Jeno.
“Apakah ini hanya perasaanku saja atau kalian baru saja bertemu dengan keluarga Doyoung hyung?” Nara dan Allen tercengang. Apakah permen yang ia berikan kepada Jeno hanya keluarga Doyoung yang memilikinya.
“Tadi tidak sengaja bertemu.” Jeno mengangguk, berarti instingnya benar.
“Lantas, kau kapan Nara bertemu dengan orang tua Chenle?” Nara membulatkan kedua matanya bersamaan dengan suara tawa dari Allen yang berada di sampingnya. Mengerti maksud Jeno akhirnya Nara hanya menjawabnya dengan dengusan. Jeno tertawa melihatnya. Ketika dirasa cukup untuk menyampaikan ucapan selamat datang untuk keduanya, Jeno segera pamit untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
“Apa mereka nggak capek ya?” Allen berjalan beriringan dengan Nara menuju apartemen mereka.
“Capek sih pasti, demi masa depan.” Allen mengangguk membenarkan ucapan sahabatnya. Membayangkan menjadi idol membuatnya bersyukur bisa menjadi manusia biasa. Bayangkan saja, ini sudah hampir pukul sebelas malam dan Jeno mengatakan bahwa ia harus kembali ke perusahaan untuk latihan.
“Bagaimana jadinya jika lo jadi seorang idol juga, Ra?” Nara menghentikan langkahnya. Otaknya berpikir sejenak untuk mencoba menjawab pertanyaan dari Allen.
“Mungkin gue sekarang juga bakal ada di perusahaan.”
“Buat latihan?” Allen menatap penuh tanya Nara di sampingnya.
“Buat minta pesugihan, ya pasti buat latihan lah.” Nara melipat kedua tangannya di depan dada. Allen mengetuk dagunya menggunakan jari telunjuk kanannya.
“Lo pantes kok.” Allen berjalan mengitari Nara dari arah ke kanan ke kiri. Nara mengernyitkan dahinya melihat perempuan yang saat ini berada di depannya.
“Pantes apaan?”
“Pantes buat jadi yang megangin panggungnya biar nggak roboh.” Mendengar jawaban Allen yang melantur, Nara segera mengejar sahabatnya itu yang sudah lari sebelum menunggu respon darinya.
“Allen awas lo.” Suara tawa Allen menggema hingga keduanya masuk ke dalam apartemen.
...
Suara notifikasi mengalihkan perhatian Nara yang semula fokus pada laptop di depannya. Nama ‘Chenle’ muncul sebagai pengirim pesan. Dua buah teks pesan, satu berupa foto dan satu lagi berupa ketikan keyboard. Nara mengernyit saat melihat foto yang dikirimkan oleh Chenle. Bukan sebuah foto sang idol melainkan salah satu huruf hijaiyah.
Aku tidak tahu bagaimana cara membacanya ini.
Nara kembali membuka foto tersebut. Berusaha untuk mengeceknya berulang kali. Bukan dirinya tidak familiar dengan huruf tersebut, hanya saja untuk apa Chenle bertanya mengenai huruf ‘ra’.
Dengan menghilangkan rasa penasarannya, Nara segera mengirimkan voice note ke Chenle mengenai cara membacanya. Chenle membalas dengan cepat mengucapkan terima kasih.
Selang beberapa menit kemudian, Chenle mengirimkan sebuah foto lagi. Kali in adalah tanda baca dalam membaca huruf hijaiyah. Hingga beberapa menit ke depan, Chenle sudah mengirimkan lebih dari sepuluh foto yang berisikan huru-huruf arab tersebut. Laptop yang sebelumnya menjadi pusat tujuan Nara kini tertinggal sendiri dengan sang pemiliknya yang masih menunggu balasan dari laki-laki di seberang sana.
Sudah 40 menit tidak ada tanda-tanda Chenle akan membalas, Nara berpikir mungkin laki-laki itu sudah tidur atau kembali melanjutkan latihannya. Namun, sebuah notifikasi kembali menarik kedua matanya untuk terbuka kembali. Sebenarnya Nara sudah akan bersiap untuk tidur. Sebuah audio selama 30 menit terpampang di ponselnya.
Detik-detik awal sudah membuat sang pemilik ponsel diam membisu, alunan cantik nan merdu yang keluar dari mulut si pengirim membuatnya terpesona. Tak menyangka bahwa ia akan mendengarkan lantunan surah Ar-Rahman dari main vocalist NCT Dream itu. Hatinya bergetar tak karuan sehingga membuat jantungnya bertalu keras. Tak terasa air matanya menetes.
“Masya Allah.” Dirinya tak tahu sampai sejauh mana Chenle sudah bertindak. Apa saja yang sudah terjadi dengan laki-laki itu atau apa saya yang sudah dilakukannya, Nara tidak tahu. Hanya Tuhan yang mengerti segalanya. Nara hanya bisa berharap yang terbaik untuk Chenle. Nara pasrahkan semuanya kepada Allah atas segala yang terjadi pada laki-laki yang dicintainya. Satu pesan masuk membuat Nara membuka kembali kedua matanya yang sempat terpejam menikmati setiap alunan yang keluar dari ponselnya.
Bagaimana menurutmu? Apakah masih banyak yang salah pengucapannya? Beri tahu aku.
Senyum manis terbit di wajah Nara. Dengan cepat ia mengetikkan beberapa kalimat untuk menenangkan Chenle. Menurut Nara, Chenle sudah benar dari segi pengucapannya ataupun tanda baca.
Besok aku akan belajar lagi, aku tidak belajar sendirian. Mama memperkenalkanku pada seorang ustaz di Seoul.
Nara tidak bisa lagi menyembunyikan rasa terkejutnya. Tangannya ingin sekali bertanya langsung kepada Chenle mengenai kepercayaannya. Tetapi, kepercayaan adalah hal yang bersifat individu, Nara tidak suka untuk membahasnya dengan orang lain apalagi orang terdekatnya.
Kata ustaz, besok aku akan mulai belajar Al-Quran dari juz 1. Doakan aku untuk bisa menyelesaikannya dengan baik.
Rasanya seperti ada bunga yang berterbangan di perut Nara, bergerak secara halus untuk menggesek ususnya hingga merasa gejolak aneh yang membuat pemilik senyum manis itu ingin menarik sudut bibirnya untuk terus tersenyum.
“Aamiin.”
Aku membaca arti dari surah Ar-Rahman. Artinya benar-benar membuatku kagum.
Nara bergerak untuk membuka aplikasi Al-Quran yang terdapat di ponselnya. Mencari surah Ar-Rahman beserta dengan terjemahannya.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Dia membiarkan dua laut mengalir keduanya bertemu.
Nara membaca surah yang dimaksud oleh Chenle. Dirinya menarik nafas begitu dalam.
“Benar. Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?” Malam itu, Nara tidur dalam indahnya cahaya bulan dan bintang ditemani semua nikmat yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Rasa syukur yang begitu tinggi tidak bisa diungkapkan melalui kata-kata. Kalimat terima kasih bahkan tidak bisa mengungkapkan rasanya selama ini. Tuhan, sang Maha Pemurah dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya.
Hola~~ Waw 7 bulan aku nggak update :) Aku baru aja selesai PPL di bulan September dan KKN baru aja selesai minggu kemarin, sebenernya ada banyak waktu luang buat ngetik, tapi inspirasinya yang nggak datang :)
Gimana kabar kalian? Semoga selalu sehat ya. Jaga kesehatan, jangan lupa banyak minum air putih plus vitamin, dan istirahat yang cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Sebuah Takdir 2 (Zhong Chenle)
FanfictionNara memilih untuk melangkah pada takdir yang berbeda dari pilihan Chenle. Apakah Chenle akan membiarkannya begitu saja? Bagaimana langkah takdir yang akan diambil oleh keduanya? Berjalan bersama pada satu tujuan atau memilih untuk berjalan dalam la...