Suara manusia bersahut-sahutan memenuhi pendengaran. Udara malam menghunus langsung pada kulit yang tak terlapisi jaket. Menusuk namun menenangkan di saat yang bersamaan.
Nara mengeratkan jaket abu-abu di tubuhnya, memandang sekeliling untuk mengabsen satu per satu manusia yang terjangkau dalam pandangannya. Allen sibuk untuk mengabari keluarganya melalui grup whatsapp bahwa mereka sudah sampai di Seoul. Menempuh perjalanan selama beberapa jam, akhirnya keduanya menginjakkan kaki di Seoul.
“Udaranya beda.” Nara mengangguk membenarkan ucapan Allen. Keduanya hanya membawa dua koper besar serta ransel di punggung masing-masing. Langkah kaki keduanya berjalan meninggalkan bandara. Seorang pria melambaikan tangan ke arah keduanya.
“Paman Jung?” Pria itu mengangguk semangat. Walaupun keriput di wajahnya mulai menggerogoti, senyum manisnya tidak bisa terbohongi. Begitu manis hingga membuat Nara dan Allen juga ikut tersenyum melihatnya.
“Nara dan Allen?” Pengucapan khas Korea-nya melekat dengan baik. Tangannya dengan sigap membawa dua koper milik perempuan-perempuan di hadapannya menuju mobil hitam yang terparkir rapi bersama dengan mobil lainnya.
“Terima kasih, paman.” Kekehan lucu terdengar dari bibir Paman Jung. Pria berusia 60 tahun itu memacu kendaraan yang dibawanya menuju salah satu restoran Korea di sana.
Allen berkali-kali mengucapkan kata-kata ‘wow’ melihat jalanan Seoul yang terlihat indah saat malam tiba. Jam masih menunjukkan pukul 08.00. Masih tidak begitu terlalu malam. Santapan khas Korea hasil rekomendasi dari Paman Jung membuat mata keduanya tidak bisa berhenti untuk terkagum.
Ini pertama kalinya mereka menyantap makanan Korea di negara aslinya. Setelah kata ‘wow’ kini keduanya kompak bergumam ‘woah’ setelah mengambil satu suapan pada kuah ramyeon di mangkok.
“Ini benar-benar enak, paman.” Paman Jung mengacungkan ibu jarinya, dirinya tak lupa mengajari dua orang perempuan itu untuk memperlihatkan cara makan orang Korea. Paman Jung sudah menganggap Nara dan Allen seperti anaknya sendiri, ia di Seoul hanya berdua dengan sang istri. Dua anak Pak Jung sibuk bekerja di Busan untuk sementara waktu.
“Kalian sudah belajar banyak untuk hidup di Korea Selatan?” Nara mengangguk antusias.
“Kami sudah belajar banyak, hanya saja butuh arahan juga dari Paman Jung dan Bibi Kim.” Paman Jung mengerti Nara dan Allen membutuhkan waktu untuk beradaptasi sementara di Seoul.
“Cafe cabang di Seoul akan dibuka satu bulan lagi. Kalian bisa menikmati waktu untuk berkeliling Seoul terlebih dahulu sebelum nantinya akan sibuk di cafe.” Allen bertepuk tangan antusias. Mereka berdua akan memiliki banyak waktu luang untuk memikirkan resep-resep terbaru cafe nanti.
“Kita boleh membuat daftar menunya, paman?” Paman Jung adalah orang kepercayaan paman Nara selama mereka berdua berada di Seoul. Paman Jung juga akan menjadi manajer untuk cafe cabang di Seoul. Beberapa minggu yang lalu, paman Nara mengusulkan Nara dan Allen untuk membantunya mengurus cafe cabang di Seoul. Untuk cafe pertama di Korea, paman Nara sudah membukanya di Hongdae.
“Boleh, pamanmu memberikan kebebasan untuk kalian bereksperimen dalam membuat menu.” Nara dan Allen memilih untuk menghabiskan makan malam mereka dengan cepat. Tak membutuhkan waktu lama, Nara dan Allen sudah sampai di apartment tempat mereka tinggal untuk beberapa bulan ke depan. Paman Jung hanya mengantarkan keduanya hingga pintu di depan kamar, untuk setelahnya pria itu membiarkan Nara dan Allen untuk beristirahat.
Tidak bisa disembunyikan lagi, Nara dan Allen sangat antusias setelah menekan beberapa digit password untuk masuk ke dalam apartment mereka. Tidak terlalu besar, namun cukup untuk mereka berdua. Saat melewati pintu masuk, mereka disambut dengan rak sepatu kayu besar di kanan dan kiri ruangan. Tepat di samping kanan terdapat dapur yang diapit oleh dua kamar yang saling berhadapan. Samping kiri terdapat lorong kecil menuju ruang tamu, dua kamar, dan satu kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Sebuah Takdir 2 (Zhong Chenle)
FanfictionNara memilih untuk melangkah pada takdir yang berbeda dari pilihan Chenle. Apakah Chenle akan membiarkannya begitu saja? Bagaimana langkah takdir yang akan diambil oleh keduanya? Berjalan bersama pada satu tujuan atau memilih untuk berjalan dalam la...