“Lucu ya kita, jalan-jalan harus main petak umpet.” Nara terkekeh mendengar nada menyindir dari sosok di sampingnya yang sedang memainkan ayunan berwarna merah yang mulai terkelupas catnya.
“Emang susah kalau berurusan sama laki-laki sejuta umat.” Chenle memberhentikan kakinya yang sedari tadi mengayun secara sembarangan. Chenle dan Nara sudah sepakat untuk berjalan-jalan pagi hari ini. Suasana taman cukup lengang hanya satu hingga dua orang saja yang berlalu-lalang. Kesempatan emas untuk keduanya jauh dari paparazzi.
“Kau sudah lama bekerja di sana?” Nara mengangguk menjawab pertanyaan laki-laki di sampingnya sembari mengacungkan dua jarinya mengisyaratkan sudah dua tahun dia berada di sana.
“Kau senang bekerja di sana?” Chenle seperti sudah mendapatkan jawaban pertanyaan dari senyum manis milik Nara seolah mengatakan bahwa ia sangat senang bekerja di cafe.
“Bagaimana denganmu? Menjadi million seller untuk sekian kalinya, huh?” Chenle tertawa mendengar nada bicara Nara yang sudah lama tidak didengarnya. Keduanya melanjutkan untuk berbincang membicarakan pekerjaan satu sama lain hingga hal random yang mereka alami. Suasana pagi hari ini cukup menyenangkan seakan matahari tahu jika dua insan manusia sedang meluapkan kerinduannya.
...
“Kau ingin minum apa?” Nara sudah kembali ke cafe. Tiga puluh menit lagi cafe akan dibuka. Chenle memilih untuk mengikuti Nara untuk duduk di sana sembari menikmati pemandangan sore.
“Apapun aku akan meminumnya.”
“Bagaimana dengan air putih?” Chenle mendengus kesal. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Bibirnya mengerucut lucu sembari memandang Nara sinis.
“Kau itu pelit sekali.” Nara tertawa melihat ekspresi idolanya itu. Dengan cekatan Nara mulai membuat minuman yang biasa dibeli oleh Chenle di cafe. Perempuan itu masih mengingat dengan jelas kala Chenle menunggu cafe tutup hingga menghabiskan tiga gelas Blueberry Twist. Laki-laki mengatakan bahwa ia menyukai perpaduan blueberry yang ada di dalam salah satu menu di cafe itu.
“Jangan melamun sore-sore, nggak baik.” Chenle menoleh ke arah Nara yang membawa Bluberry Twist dengan Cheese Cake kesukaannya.
“Kau sangat tahu kesukaanku.” Nara menepuk dirinya bangga.
“Tentu. Kau sering membeli Blueberry Twist dengan Cheese Cake.”
“Kau lupa satu kesukaanku lagi.” Nara mengernyit sebelum memilih untuk duduk di depan Chenle.
“Apa?”
“Kau. Kesukaanku.” Nara memutar bola matanya malas tak sepadan dengan detak jantungnya yang tidak normal. Perempuan itu memukul Chenle pelan dengan serbet yang sedari tadi dipegangnya.
“Rasanya sangat senang bertemu denganmu kembali.” Chenle tersenyum ketika Nara mengatakan hal yang sama dengan apa yang di pikirkannya.
Hari ini keduanya sudah menghabiskan waktu sejak pagi hingga sore. Mulai dari jalan di taman, mengendarai becak air di danau, bermain sepeda berdua di taman kota, dan menikmati udara sore di pinggir pantai. Semuanya terekam jelas di dalam otak Nara dan Chenle.
Suasana yang sederhana akan terasa lebih menyenangkan jika kau menghabiskannya dengan orang yang kau sayangi. Semuanya terasa indah dalam balutan memori. Memandang satu sama lain sembari tersenyum seolah waktu membiarkan detiknya berhenti hanya untuk memandang dua manusia yang sedang kasmaran.
Bukankah semesta ini sedang berbaik hati? Membiarkan dua manusia yang memiliki banyak perbedaan dapat bertemu kembali dalam rentang waktu yang cukup miris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Sebuah Takdir 2 (Zhong Chenle)
FanfictionNara memilih untuk melangkah pada takdir yang berbeda dari pilihan Chenle. Apakah Chenle akan membiarkannya begitu saja? Bagaimana langkah takdir yang akan diambil oleh keduanya? Berjalan bersama pada satu tujuan atau memilih untuk berjalan dalam la...