Hari ini Nara dan Allen memilih untuk berdiam diri di dalam apartemen. Keduanya sedang mencoba untuk fokus dalam belajar Bahasa Korea. Tak membutuhkan waktu lama, kening keduanya mengernyit kebingungan melihat banyaknya aksen yang ada dalam buku. Nara dan Allen saling bertatapan sebelum menghembuskan nafas lelah. Baru saja 5 menit berlalu, namun keduanya seperti sudah menghabiskan 1 jam membaca buku.
“Gue laper.” Allen merengek pada Nara yang ada di sampingnya.
“Kita setengah jam yang lalu baru aja sarapan.” Tidak habis pikir Nara dengan jalan pikir temannya itu. Baru beberapa menit yang lalu keduanya menyantap ayam goreng panas dengan nasi. Allen mengerucutkan bibirnya. Apa yang harus mereka lakukan sekarang?
“Gimana kalau kita jalan-jalan?” Nara berpikir sejenak sebelum menggelengkan kepalanya. Jadwal mereka hari ini adalah belajar Bahasa Korea, tidak boleh dilewatkan begitu saja. Allen memejamkan matanya sejenak sebelum beranjak untuk keluar dari ruangan menuju balkon sembari membawa buku Korea-Indonesia di tangannya. Sedangkan, Nara memilih untuk duduk di sofa sambil mendengarkan lagu dari NCT beserta terjemahannya. Keduanya larut dalam aktivitas masing-masing.
Allen menatap langit Korea pagi ini, cerah tanpa mendung. Dirinya masih tak menyangka bisa berada di sini. Tempat dimana ia menjemput impiannya. Sebelumnya, tidak ada rencana dalam hidupnya untuk tinggal menetap di Korea. Perbedaan bahasa dan budaya cukup membuatnya menghabiskan banyak waktu untuk belajar. Allen tak menyesal dengan keputusannya. Ia yakin, ini akan menjadi hal terbaik di hidupnya. Suara dering ponsel memenuhi Indera pendengarannya. Mata itu menyipit melihat siapa yang menelponnya pagi ini. Taeyong oppa.
“Halo.” Terdengar suara rusuh di sana, Allen pikir member NCT 127 sedang menikmati waktu senggangnya selama di Jepang.
“Halo Taeyong oppa.” Masih tidak ada suara yang menyahut di sana. Allen pikir mungkin panggilan telepon ini dilakukan tanpa sengaja.
“Oppa?” Allen masih menunggu suara dari ujung sana. Dua menit berlalu tanpa percakapan.
“Doyoung hyung, kau sedang menelepon siapa?” Suara sang maknae terdengar pelan dari ponsel Allen. Doyoung? Jadi, yang meneleponnya saat ini adalah Doyoung? Allen masih terdiam.
“Bukankah ini ponsel Taeyong hyung?”
“Sudah sana, tidak usah mengganggu.” Suara Haechan tergantikan oleh Doyoung dengan berbisik.
“Allen, Doyoung hyung sangat merindukanmu.” Suara Haechan kembali terdengar diiringi dengan tawa cekikikan. Suasana kembali hening di antara keduanya, Allen menunggu untuk Doyoung memulai percakapan. Lima menit kembali berlalu tanpa suara dari keduanya.
“Jika tidak ada yang ingin kau bicarakan, aku tutup.” Allen meletakkan ponselnya di atas meja pada balkon.
“Aku merindukanmu.” Suara yang lama tidak menyapa telinganya, kini kembali dengan mengucapkan kerinduan. Allen masih terdiam berusaha mencerna setiap kata yang dilontarkan oleh Doyoung. Bukankah ini tiba-tiba? Setelah beberapa tahun tidak berkomunikasi, Doyoung mengatakan bahwa ia merindukannya.
“Aku minta maaf.” Terdengar hela nafas di sana. Butuh waktu dan proses untuk Doyoung bisa merangkai kata.
“Aku minta maaf atas semuanya. Maaf sudah membuatmu terluka, maaf sudah membuatmu menunggu, maaf sudah membuatmu jatuh cinta padaku, dan maaf aku tak bisa mengendalikan diri untuk tidak merindukanmu.” Allen menundukkan kepalanya. Setiap kalimat yang diucapkan oleh Doyoung mampu membuat detak jantungnya bertalu dengan cepat.
“Aku minta maaf karena terlambat. Hari-hari sulit kau lalui dengan sendirinya. Aku terlalu bodoh untuk tidak berada di sampingmu saat kau butuh.” Allen membiarkan laki-laki di seberang sana untuk mengatakan hal yang selama ini terpendam dalam kisah keduanya.
“Aku takut, semakin aku jatuh padamu, maka aku akan semakin menyakitimu.” Terdengar suara isakan dari ponsel Allen. Dirinya baru menyadari bahwa bukan hanya dia yang tersakiti di sini, tetapi Doyoung juga.
“Aku pikir dengan menjauh darimu semua akan baik-baik saja. Ternyata aku salah. Aku mencoba untuk baik-baik saja setiap harinya, tetapi aku tidak bisa. Aku terus merindukanmu, merindukan setiap detail ceritamu tentang hari ini atau bagian dirimu yang sebal dengan Nara. Aku tak memahami kinerja otakku, semuanya berjalan seolah kau sudah tinggal lama di hidupku.” Allen benar-benar ingin mengomeli Doyoung setelah ini, air matanya menetes di pagi hari.
“Aku cemburu dengan cerita Taeyong saat di Indonesia. Orang itu mengatakan bahwa kau semakin cantik. Rasanya aku ingin bertengkar dengannya hari itu juga.”
“Chenle terus bertanya kepadaku, kapan aku akan menemuimu? Aku juga bertanya hal yang sama pada diriku sendiri, dimana keberanianku untuk menemuimu?”
“Apa kau masih di sana Allen?” Doyoung mencoba untuk mengecek keberadaan Allen. Laki-laki itu belum mendengar sama sekali respon dari manusia yang kini mencoba untuk meredam suara tangis setelah mendengar apa yang dirasakan oleh Doyoung. Allen memberi deheman sebagai jawaban.
“Tidak apa-apa jika kau membenciku, aku tak masalah dengan itu karena aku pantas untuk mendapatkannya.” Doyoung sadar bahwa ia tidak bisa memaksakan Allen untuk terus jatuh padanya.
“Aku tak membencimu.” Allen mungkin tak melihatnya, Doyoung tersenyum lebar di sana mendengar jawaban dari orang yang sudah membuatnya mengumpulkan keberanian untuk berbicara.
“Bisakah kita berbicara langsung?” Allen benar-benar menginginkan keduanya untuk berbicara empat mata mengenai hubungan keduanya.
“Hari Minggu, aku akan datang ke apartemenmu.”
Hai, hai, hai~ Long time no see~
Gila! Aku baru update setelah satu tahun~ Ehe maaf ya yang udah menunggu~Pokoknya kalian selalu jaga kesehatan ya dan selalu semangat dalam menjalani hidup!
Nantikan ya kisah 'Allen dan Doyoung' atau mau fokus sama pemeran utama kita 'Chenle dan Nara'?
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Sebuah Takdir 2 (Zhong Chenle)
FanfictionNara memilih untuk melangkah pada takdir yang berbeda dari pilihan Chenle. Apakah Chenle akan membiarkannya begitu saja? Bagaimana langkah takdir yang akan diambil oleh keduanya? Berjalan bersama pada satu tujuan atau memilih untuk berjalan dalam la...