𝔉𝔢𝔲𝔦𝔩𝔩𝔢 | 15

85 15 0
                                    

Ada yang kangen sama Ryu Jimin disini?
Kali ini nggk banyak wordnya ya.. Lagi banyak pikiran hehe..

Tolong tinggal vote dan komen sesuka kalian ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tolong tinggal vote dan komen sesuka kalian ya..

Terimakasih dan selamat membaca^^

🌼

July, 19 2018

Jimin masih terdiam saat dia kembali melihat wajah cantik sang istri yang tenang meski sayu terpejam dengan selang oksigen yang terpasang. Menghirup aroma lily yang semakin hari semakin menguat. Kamarnya seperti kebun bunga lily yang harum dan menyejukkan. Jimin mendekatkan wajahnya mencium kedua kelopak mata yang terpejam itu, berniat membangunkan sang wanita.

"Aku datang" bisiknya pelan setelah mencium kening Anna.

Kedua kelopak mata itu terbuka meski pelan, melihat persepsi Jimin yang tengah tersenyum padanya sambil menumpu tangannya. "Kau datang, ingin ku buatkan teh untuk meredakan lelahmu?" satu ucapan lemah yang Jimin tangkap dari bibir pucat itu, terkekeh pelan sembari mengusap pelan pipi Anna.

"Lelahku terbayarkan saat melihatmu"

Anna tersenyum. kecil karena ucapan Jimin. Melihat istrinya tersenyum rasanya hati Jimin sedikit terobati. Wanita itu terlihat cantik jika sedang tertawa atau tersenyum. Dia menghitung tiap hari saat ada di luar kota guna menemui beberapa media. Meskipun diluar sana dia selalu menelpon Anna yang ada di rumah agar dia tahu. Sebenarnya dia tidak tega untuk meninggalkan istrinya sendirian.

"Apa anak papa tidak lapar disini?"

"Jimin aku tidak bisa makan apapun. Hanya selang infus ini yang bisa membuatnya bertahan. Dokter juga membuat selang makanan untuk mengisi lambungku. Dia sehat sekali mungkin." jawab Anna sambil melirik selang yang terkadang digunakan untuknya makan.

Ngeri sekali, Jimin tidak mungkin bisa bertahan seperti ini jika menjadi Anna. Wanita ini sangat tersisa meski selalu berharap jika dia bisa pergi. Namun, satu nyawa di dalam perutnya membuat Anna harus bertahan.

"Kau tahu Jim, saat aku tidur aku merasa Alice sedang berbaur dengan kebun bungaku. Dia menggeliat geli mungkin karena kelopak itu menyentuh kulitnya" Anna tertawa pelan lagi. Namun Anna mendadak terdiam kembali wajahnya kini menjadi murung.

"Apa ketika Alice lahir, aku bisa melihatnya? Atau menggenggam tangannya?" pertanyaan itu lagi yang sering Jimin dengar dari istrinya. Anna terlalu ragu jika dia tidak akan bisa menyentuh Alice sampai lahir.

"Kenapa tidak?"

"Aku ragu" ucapnya yang tengah melihat kearah lain. Menghindari bagaimana Jimin menatapnya.

"Bertahanlah untuk putri kita" Sekali lagi Jimin tidak mau memaksa lagi. Membuat Anna bertahan dengan segala kemungkinan yang terjadi pastinya mustahil. Jimin meremat ujung selimut yang Anna pakai, hatinya kini kembali sesak. Jimin menahan air matanya untuk turun, dia tidak ingin sedih dihadapkan Anna yang sudah kuat dan bertahan sampai saat ini.

It Is (not) a Fairy Tales✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang