Prolog

279 36 0
                                    

Ini aku target 50 view 20 vote ya nggk banyak-banyak kok

Please listen to The Reason For My Spring - Paul Kim after you read this

Happy reading

🌼

"Papa.. Alice ingin di bacakan ini"

Pria paruh baya itu membuka matanya pelan, terganggu dengan suara gadis kecil yang berada di sekitarnya dengan membawakan buku dongeng berjudul The Lily Women di dekapannya.

Gadis kecil yang cantik, rambut hitam kecoklatan yang panjang, pipi kemerah-merahan, gigi susu tumbuh rapi dan satu hal lagi yang paling mencolok matanya yang seperti blueberry. Gadis kecil bernama Alice tadi menyelinap di ruang kerjanya, membangunkannya guna membacakan buku dongeng.

Pria itu menegakkan badannya, merengangkan kembali punggungnya yang kaku akibat tertidur di kursi kerja. Sakit, kapan-kapan dia tidak akan tertidur kembali disini meski kursinya mahal sekalipun.

Melirik sebentar ke arah laptopnya yang mati. Ah mungkin sudah terlalu lama di biarkan hingga dia tertidur, pasti baterainya sudah habis terpakai sedari tadi.

Menggerakkan kursi kerjanya ke belakang guna membuat jalan untuk dirinya menuju sofa panjang. Menempatkan diri disana sambil menyingkirkan bantal-bantal kursi yang terlihat berantakan. "Ayo kemari" ajaknya sambil menepuk sisi kosong untuk Alice tempati.

Gadis kecil itu berlari kecil menuju sofa, naik keatas dengan gesit sambil membawa buku dongeng miliknya. "Ini Papa" kata gadis kecil itu menyerahkan buku yang sedari tadi dipegangangnya.

Pria yang sedari tadi disebut 'papa' itu hanya tersenyum kecil sebelum mengulurkan tangannya untuk mengambil buku itu, membuka halaman pertama untuk dibaca. Alice merebahkan tubuh kecilnya di sofa, menjadikan paha sang ayah sebagai bantalan. Mata blueberrynya melihat wajah ayahnya dari bawah sembari jemari kecilnya menari-nari di dagu kasar yang sering disentuhnya akhir-akhir ini.

"Ingin dibacakan? Atau ingin menyentuh dagu papa saja?" tanya sang ayah memberi pilihan, membuat Alice menarik tangannya dan tersenyum sebagai bentuk kata maaf. Lucu sekali. Alice seperti ibunya dan itu membuat ayahnya sangat menyayanginya.

"Ingin dibacakan.." jawabnya antusias, "Tidak sentuh-sentuh lagi deh" lanjutnya dengan mimic lucu, Alice kembali tenang, sedikit merapatkan cardigan wol--berwarna merah bata--miliknya karena cuaca diluar sangat dingin hingga bisa masuk menembus ventilasi. Kini gadis kecil itu sudah siap untuk dibacakan dongeng hingga tertidur.

Sang ayah menganggukkan kepalanya guna memberikan tanggapan atas apa yang dilakukan gadis kecil itu. Kini matanya kembali pada halaman pertama cerita dongeng itu.

"Dahulu kala hiduplah seorang pangeran yang bernama Eric, tinggal di pondok yang suram. Tidak ada yang menemai pangeran kecuali seekor tupai yang di beri nama Dave ..."

"...Suatu ketika Eric menyuruh Dave pergi ke kebun untuk mengambil kacang mereka yang telah berbuah. Dave pergi kesana, mengambil kacang-kacang itu tapi saat satu deret pohon kacang diambil Dave menemukan satu bunga indah dan harum. Bunga berwarna putih dengan tiga putik kuning yang menyenangkan matanya. Dave ingin membawanya, sebagai hadiah untuk Eric. Tapi saat Dave hendak mencabutnya tiba-tiba bunga putih itu berubah menjadi gadis cantik.."

"..'S-siapa kau?' Dave benar-benar terkejut, tubuhnya menggigil ketakutan saat melihat gadis cantik itu, menutup wajahnya di balik telapak tangannya. Tapi sang gadis bunga itu malah mendekat kearahnya, mengulurkan sebelah tangannya. 'Namaku Lily' ucapnya. Dave menatap kembali gadis bernama Lily itu. dan ikut mengulurkan tangannya. 'Aku Dav-eh"

Pembacaan dongeng itu terhenti karena Alice mengeliat pelan mencari sisi hangat di tubuh ayahnya, gadis kecil itu juga sudah memejamkan mata-tertidur.

Seketika itu acara mendongeng yang belum tuntas itu terhenti ditengah jalan. Meletakkan buku dongeng itu di nakas sebelahnya, mematikan lampu cerah diruangan itu menjadi lampu temaram yang nyaman. Pria itu mengendong Alice dengan hati-hati takut jika gadis kecilnya itu terbangun. Melihat jam di ruangan itu menunjukkan pukul 11 malam. Pantas saja sudah sangat mengantuk.

Langkahnya menjauh dari ruang kerja menuju kamar Alice yang ada di ujung dengan bernuansa putih penuh boneka kelinci dan alpaca yang menjadi kesukaan Alice. Meletakkan tubuh kecil Alice ke ranjang dengan hati-hati dan memberikan selimut serta boneka kelinci di sisi lain untuk menemani malam gadis kecilnya.

"Selamat tidur princess papa" ucapnya sambil mencium kening Alicia sebelum pergi dari sana. Meninggalkan gadis kecil itu sendirian tertidur ditemani boneka-boneka yang ada disekelilingnya untuk pergi menuju petualangan mimpi.

Ruang kerja itu kembali terbuka, lampu temaram menjadi satu-satunya cahaya di malam yang dingin ini. Layar laptop kembali nyala, menunggu proses loading untuk kembali melanjutkan sebuah tulisan yang belum sempat ditulis.

"Seperti dongeng, tapi semuanya nyata bagiku" guman sang pria yang tengah memperhatikan sebuah bingkai dengan foto wanita cantik yang menghiasi sisi meja kerjanya. "Aku tidak tahu apa aku bisa menyelesaikannya atau tidak sama sekali" kekehnya pelan saat kembali melihat lembar baru dengan sub bab ke 18.

"Kau bisa bertahan untuk putri kita, lalu kenapa aku tidak bisa menulis tentangmu?" berpikir kembali, pria itu terlalu banyak berpikir hingga detik jam terlewatkan satu persatu. Sadar akan itu, lalu seseorang itu menghembusakan nafasnya berat untuk menghilangkan rasa ragunya sebelum jemarinya kembali mengetik di atas keyboard laptopnya. Mulai kembali mengetik sebuah naskah yang dengan cerita yang menarik didalamnya.

🌼

Masih prolog ya.. Pemanasan dulu sebelum masuk ke inti. Ya seperti olah raga gitu nggk sih biar otot tidak kaget hehe

It Is (not) a Fairy Tales✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang