𝔉𝔢𝔲𝔦𝔩𝔩𝔢 | 6

107 24 9
                                    

__________________________________

Aku sudah buat kayak gini loh di IG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku sudah buat kayak gini loh di IG..
Banyak previewnya juga di instastory😢 tapi kalian banyak yang kelewatan akunya jadi sedih..

Mangkanya aku bilang kekalian disini biar nggk kelewatan previewnya love.. 💜

Please Vote first before reading 🌻🌻

____________________________________

Happy reading

___________________________________

🌼

Langit masih mendung pagi ini. Ruangan yang kosong dengan jam yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Aneh, Anna merasa Jimin terlalu pagi untuk menghadiri undangan interview film yang akan di garapnya tahun depan. Membuka laci nakas sisi tempatnya tidur, menemukan buku merah yang menemaninya untuk menulis sesuatu yang merasa mengganjal di hatinya.

Anna membuka penutup buku hariannya. Mencari lembar baru untuk di bubuhi tulisan. Anna menghentikan tulisannya, sedikit mendesah berat takkala masih menginggat kejadian kemarin. Bayangan wajah Jimin yang mengetahui penyakitnya dan bagaimana pria itu terlihat frustasi, Anna merasa bersalah karena tidak berbicara sejujurnya dengan Jimin kendati dia tidak tega. Dia takut Jimin ikut menderita karenanya.

Semangkuk bubur hangat dengan catatan kecil yang terselip di bawah gelas membuat Anna tertarik untuk mengambilnya. Membaca tiap kalimat yang Jimin tulis untuknya. Pesannya sangat lucu dan menarik. Anna sampai tersenyum membacanya, itu karena Jimin masih memikirkan sesuatu yang ada di dalam dirinya. Calon baby Ryu katanya. Manis sekali.

Anna sadar dia tengah mengandung, mengusap berapa kali perutnya meski belum terlihat membuncit tapi Anna yakin calon bayinya mengerti apa yang di khawatirkan ayahnya. "Ayahmu benar-benar menyayangimu. Jadi kita sama-sama berjuang untuknya ya" monolognya.

Anna berharap bisa bertahan, dia tahu kapan dia akan sekarat karena dokter Clara sudah memprediksinya. Andai saja dia bisa menemukan ayahnya pasti laju pertumbuhan akar-akar itu akan sedikit terhambat, apalagi jika ayahnya mau menerimanya. Itu lebih baik.

🌼

Jimin mematikan pemutar music di mobilnya yang dia putar beberapa kali. Biru dan abu-abu, Jimin mengalami dua hal itu di dalam hidupnya kali ini. Mendung mendukung semua yang dia rasakan, warna abu-abu kini mendominasi semuanya. Jimin membenci semuanya, hujan dan awan abu-abu itu.

Memutarkan mobilnya ke arah papan petunjuk menuju penjemputan penumpang di terminal 2. Jimin memarkirkan mobilnya, melihat kaca spion untuk berjaga-jaga area sekitar. Bandara memang terlihat ramai meski hujan menguyur beberapa detik saat Jimin mematikan mesin mobilnya. Membenahi penampilannya yang sedikit berantakan dan sesegera mungkin keluar untuk menjemput sang ibu yang kabarnya sudah sampai beberapa menit lalu.

It Is (not) a Fairy Tales✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang